Rabu, 10 Agustus 2011

PROYEK CONTAINER PLP TPK. KOJA KE TPS 106X DIMANFAATKAN PIMRO




Menurut beberapa Mitra Kerja PLP Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok, praktik ekploitasi dan pembohongan publik yang dilakukan oleh Setyo Wahyudi dan Herjuno tidak mendapat restu dari Cipto Pramono General Manager Cabang Tanjung Priok, pasalnya Cipto Pramono telah menanda tangani Berita Acara Kesepakatan Tarif Moving, Lift On/Off dan Behandle Barang pada hari Selasa tanggal 22 Maret 2011 bersama dengan Sahat, SH, MH Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Wahyu Hardiyanto Direktur Komersil PT. JICT, Drs. Achmad Ridwan Kepala BPG Ginsi, Supardjo General Manager KSO TPK. KOJA, H. A. Sofyan Pane, SE Ketua DPW GAFEKSI/ INFA, Paul Krisnadi Direktur Utama PT. Mustika Alam Lestari (MAL), Halleson Ketua DPC/DPD INSA JAYA, dan Suryanto Ketua Umum Aptesindo dengan ketentuan tarif sebagai berikut :


TARIF KEEPAKATAN 2008 :

1. Moving TPS Asal : Rp. 900.000,- : Container 20’ / Box
Ke TPS Tujuan : Rp. 1.000.000,- : Container 40’ / Box
2. Lift Off Receiving : Rp. 187.500,- : Container 20’ / Box
: Rp. 281.300,- : Container 40’ / Box
3. Gerakan Pengaturan : Rp. 350.000,- : Container 20’ / Box
: Rp. 450.000,- : Container 40’ / Box
4. Lift On Delivery : Rp. 187.500,- : Container 20’ / Box
5. Administrasi / DO : Rp. 100.000,-


TARIF KESEPAKATAN TAHUN 2011

1. Paket Pindah Lokasi : Rp. 900.000,- : Container 20’ / Box
Penimbunan (PLP) : Rp. 1.100.000,- : Container 40’ / Box
2. Lift On Delivery : Rp. 187.500,- : Container 20’ / Box
: Rp. 281.300,- : Container 40’ / Box
3. Lift Off Depo : Rp. 187.300,- : Container 20’ / Box
: Rp. 281.300,- : Container 40’ / Box

Dengan komposisi tarif baru yang telah ditandatangani oleh para pihak yang berkompeten di pelabuhan Tanjung Priok, pihak mitra yang mengerjakan clearence dan penarikan Container Overdue (PLP) dari Terminal TPK. KOJA atau JICT ke TPS 106X-Pelindo II mestinya menerima pembagian Laba Kotor dari Clearance Dokumen dan Trucking sebesar Rp. 210.000,- untuk Container 20 Feet, Rp. 160.000,- Container 40 Feet dan Rp. 260.000,- untuk Container OH/OW/OL <20 Feet, Rp. 210.000,- Untuk Container OH/OW/OL <40 Feet. Dengan rincian sebagai berikut :


A. PENDAPATAN MITRA PLP

a) DRY/ DC. CONTAINER :

- Clearence Dokument PLP : Rp. 900.000,- : Container 20’ / Box
Dan Trucking (Moving) : Rp 1.100.000,- : Container 40’ / Box

b) OH/ OW/ OL CONTAINER :

- Clearence Dokument PLP : Rp. 2.000.000,- : Container 20’ / Box
Dan Trucking (Moving) : Rp. 2.500.000,- : Container 40’ / Box

B. BEBAN BIAYA MITRA PLP.

a. DRY / DC. CONTAINER.

1. Clearence dokument PLP, : Rp. 100.000,- : Container 20’ / Box
Segel Cont, SP2 & Kawal : Rp. 150.000,- : Container 40’ / Box
2. Trucking (Moving) : Rp. 250.000,- : Container 20’ / Box
: Rp. 350.000,- : Container 40’ / Box
3. Jaminan Assuransi : Rp. 50.000,- : Container 20’ / Box : Rp. 50.000,- : Container 40’ / Box
4. Biaya Operasi & Pengawalan : Rp. 100.000,- : Container 20’ / Box
: Rp. 100.000,- : Container 40’ / Box
5. Lift Off di TPS 106X Utara : Rp. 95.000,- : Container 20’ / Box
: Rp. 145.000,- : Container 40’ / Box
6. Lift On Delivery di TPS 106X : Rp. 95.000,- : Container 20’ / Box
: Rp. 145.000,- : Container 40’ / Box

a) Biaya Total Per Boxes : Rp. 690.000,- Container 20’
b) Biaya Total Per Boxes : Rp. 940.000,- Container 40’

b. OH/ OW/ OL CONTAINER.

1. Clearence dokument PLP, : Rp. 100.000,- : Container 20’ / Box
Segel Cont, SP2 & Kawal : Rp. 150.000,- : Container 40’ / Box
2. Trucking (Moving) : Rp. 1.100.000,- : Container 20’ / Box
: Rp. 1.500.000,- : Container 40’ / Box
3. Jaminan Assuransi : Rp. 50.000,- : Container 20’ / Box : Rp. 50.000,- : Container 40’ / Box
4. Biaya Operasi & Pengawalan : Rp. 100.000,- : Container 20’ / Box
: Rp. 100.000,- : Container 40’ / Box
5. Lift Off di TPS 106X Utara : Rp. 195.000,- : Container 20’ / Box
: Rp. 245.000,- : Container 40’ / Box
6. Lift On Delivery di TPS 106X : Rp. 195.000,- : Container 20’ / Box
: Rp. 245.000,- : Container 40’ / Box

c) Biaya Total Per Boxes : Rp. 1.740.000,- OH/ OW/ OL 20’
d) Biaya Total Per Boxes : Rp. 2.290.000,- OH/ OW/ OL 40’
C. PENDAPATAN CABANG TANJUNG PRIOK.

1) DRY CONTAINER :

a. Storage di TPS 106X : Cont. 20’ Cont. 40’

Masa I : 54.400,- 108.800,- / Box
Masa II : 81.600,- 163.200, / Box
Masa III (SPPB) : 272.000,- 544.000,- / Box
b. Lift Off Receiving : 92.500,- 136.300,- / Box
c. Lift On Delivery : 92.500,- 136.300,- / Box
d. Behandle Container : 1.015.000,- 1.400.000,- / Box
e. Pas Pelabuhan / DO 18.180,- 18.180,- / DO
f. Administrasi OB dan Alat : 180.000,- 180.000,- / DO

2) DC. CONTAINER :

a. Storage di TPS 106X : Cont. 20’ Cont. 40’

Masa I : 108.800,- 217.600,- / Box
Masa II : 163.200,- 326.400,- / Box
Masa III (SPPB) : 544.000,- 1.088.000,- / Box
b. Lift Off Receiving : 92.500,- 136.300,- / Box
c. Lift On Delivery : 92.500,- 136.300,- / Box
d. Behandle Container : 1.015.000,- 1.400.000,- / Box
e. Pas Pelabuhan / DO 18.180,- 18.180,- / DO
f. Administrasi OB dan Alat : 180.000,- 180.000,- / DO

3) OH/ OW/ OL CONTAINER:

a. Storage di TPS 106X Utara : < 20’ < 40’

Masa I : 163.200,- 326.400,- / Box
Masa II : 326.400,- 652.800,- / Box
g. Lift Off Receiving : 92.500,- 136.300,- / Box
h. Lift On Delivery : 92.500,- 136.300,- / Box
i. Behandle Container : 1.015.000,- 1.400.000,- / Box
j. Pas Pelabuhan / DO 18.180,- 18.180,- / DO
k. Administrasi OB dan Alat : 180.000,- 180.000,- / DO


D. PENDAPATAN OWNER STACKER (ALAT).

1). DRY/ DC. CONTAINER.

a. Lift Off Receiving : 95.000,- 145.000,- / Box
b. Lift On Delivery di TPS : 95.000,- 145.000,- / Box
c. Gerakan Extra bila ada : 90.000,- 150.000,- / Box
(Lift Off / On)

2) OH/ OW/ OL CONTAINER

a. Lift Off Receiving : 195.000,- 245.000,- / Box
b. Lift On Delivery di TPS : 195.000,- 245.000,- / Box
c. Gerakan Extra bila ada : 190.000,- 350.000,- / Box
(Lift Off / On)

Dari struktur dan komponen tarif yang telah tersaji diatas jelas terlihat ketimpangan pembagian kemanfaatan antara Mitra PLP dengan Divisis Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok dimana biaya keselamatan barang (Container) dibayar dimuka, biaya Trucking Container dibayar dimuka dan biaya bongkar muatnya di bebankan pada Mitra PLP, sementara Cabang Tanjung Priok menikmati pendapatan dari Lift Off/ On, biaya penumpukan, behandle dan biaya administrasi tanpa mengeluarkan modal kerja.

Kesepakatan Tarif tahun 2011 sesungguhnya telah menghambat Mitra PLP untuk berkembang kata beberapa Pengusaha Mitra kepada kami, tetapi guna menekan ekonomi biaya di pelabuhan tarif tersebut masih dapat memberi kehidupan para Pengusaha Mitra PLP, ujar mereka. Tapi pada tengahan semester satu ketika pengusahaan TPS non Uster di lakukan Divisi Pelayanan Fasilitas, keadaan berubah drastis. Tarif Kesepakatan para Petinggi Pelabuhan Tanjung Priok diabaikan total oleh Divisi Pelayanan Jasa di motori Setyo Wahyudi dengan Herjuno. Tarif yang disodorkan Setyo Wahyudi dibawah standar dan terkesan arogan bermuatan kebodohan, karena biaya mengangkut OH Container 20 Feet dari JICT ke TPS 106X paling murah Rp. 1.250.000,- per Box, untuk mengangkut Container 40 Feet dengan 20 Feet diberi selisih Rp. 12.400,- padahal selisihnya rata-rata seratus ribu rupiah ujar mereka, jadi yang membuat tarif ini jelas tidak mengerti operasional dan etika bermitra, kata mereka untuk lebih jelasnya ditampilkan tarif yang disodorkan oleh Setyo Wahyudi dan Herjuno para Mitra PLP.

TARIF OB DIVISI PELAYANAN JASA.

- Clearence PLP, Asuransi, Segel 20 Feet 40 Feet
SP2, Pengawalan danTrucking :
General Cargo Container Rp. 495.000,- Rp. 507.400,00
Over Dimension (OH/OW/OL) Rp. 510.000,- Rp. 520.000,00
Barang Bahaya Rp. 510.000,- Rp. 520.000,00

Pada awalnya para Pimpinan Mitra PLP tidak setuju dengan Tarif yang disodorkan Setyo Wahyudi, mereka memohon agar tarif tersebut ditinjau kembali karena tarif tersebut sangat memberatkan para Mitra mengingat tanggung jawab mereka sangat berat dimulai dari menyetorkan Uang Jaminan sebesar Rp. 50.000.000,-, membayar premi assuransi pertahun Rp. 30.000.000,- membayar gaji karyawan kantor dan karyawan operasional, maka di peroleh keuntungan kotor sebelum bunga Bank sebesar Rp. 40.000,- (Empat puluh lima ribu rupiah) per Box untuk Container 20 Feet dan Rp. 7.400,- per Boxes untuk Container 40 Feet dan akan mengalami kerugian sebesar Rp. 740.000,- per Box untuk OH/ OW/ OL Container < 20 Feet dan Rp. 980.000,- per Boxes untuk Container < 40’.

Dari struktur tarif yang disodorkan oleh Setyo Wahyudi dan Herjuno selaku pimpinan proyek, jelas Setyo Wahyudi tidak menguasai masalah lapangan karena tidak ada korelasi DC Container dengan DRY Container dalam hal biaya Trucking dan Clearance. Selain itu untuk OH/ OW/ OL Container jelas tidak dimengerti oleh Setyo Wahyudi karena beliau berasal dari Pengadaan Barang (Perad) pindah ke Bagian Teknik (pengadaan pekerjaan) sehingga perilakunya arogan dan tidak mau mendengarkan saran pelaku pasar yang expert. Menurut beberapa Mitra PLP yang tidak bersedia disebut jati dirinya mengatakan; “bahwa selisih pendapatan yang mestinya menjadi hak para Mitra PLP sebesar Rp. 210.000,- per box untuk Container 20 Feet, dan Rp. 160.000,- untuk Container 40 Feet menjadi fee (komisi) Setyo Wahyudi, Herjuno diatur Estiadi Puspo penguasa TPK. KOJA karyawan bawaan Humpuss Petikemas Terminal.” Modusnya sederhana saja ujar mereka, Setyo Wahyudi sengaja menyodorkan tarif yang merugikan para Mitra sehingga perusahaan mitra akan berbuat kesalahan dan mogok kerja. Dengan dalih dihukum oleh Mr. Kim deputy general Manager TPK. KOJA, Estiadi Puspo dan Seksi Administrasi Manifest Bea dan Cukai, pekerjaan Clearance dan Trucking Container Pindah Lokasi Penimbunan dari TPK. KOJA ke Lapangan TPS. 106X-Pelindo II dihentikan dengan waktu tidak terbatas, inilah pengumuman Herjuno selaku wakil Setyo Wahyudim pimpinan proyek PLP. Ternyata secara sembunyi-sembunyi Setyo Wahyudi dengan Herjuna menyerahkan Clearance Dokumen PLP dan Truckingnya kepada PT. Indo Marsan sebanyak sepuluh (10) kali kegiatan atau setara dengan penarikan container 1.200 TEUS. Modusnya tentu jelas yaitu Kolusi dan Nepotisme untuk memperkaya diri sendiri dengan mengatas namakan para Mitra PLP sehingga praktik Monopoli, Kolusi dan Nepotisme dapat disamarkan Pimpinan Proyek Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok tersebut.

Sebagai studi banding merujuk pada kepatutan dan keadilan imbuh para Mitra PLP kepada penulis, bahwa PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) anak perusahaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II juga menerapkan sistem single billing menyodorkan tarif kesepakatan clearence dokumen PLP pada Mitranya sebesar Rp. 495.000,- per box untuk Container 20 Feet, dan Rp. 550.000,- per Boxes untuk Container 40 Feet. Biaya Moving (Trucking) dari Terminal PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) ke Lapangan TPS. 215X- MTI menjadi beban dan tanggung jawab MTI. Dari struktur tarif yang ditawarkan MTI kepada Mitranya, jelas terlihat bahwa Manager dan Direksi MTI paham dan konsisten melaksanakan aturan Overbrengen yang telah disepakati Petinggi Pelabuhan. Mereka tidak ingin mengeksploitasi dan menghancurkan pengusaha Menengah Kecil Mitra Kerjanya, mereka mengimpikan agar perusahaan menengah kecil anak bangsa ini dapat eksis dan survive.

Selain dari Eksploitasi dan teror yang dilakukan oleh Herjuno dan Setyo Wahyudi kepada Mitra PLP, mereka juga mempersulit penagihan upah Clearence dan Trucking para Mitra PLP sejak tengahan bulan Mei 2011 sampai saat tulisan ini diturunkan tanggal 10 Agustus 2011. Mitra Kerja PLP yang telah terlanjur mengerjakan Clearence PLP dan Trucking Container Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok, merasa sangat dilecehkan oleh kedua oknum Pemimpin Proyek Container PLP ini. Sudah untungnya sangat minim hapir sama dengan kerja bakti, pembayarannya dipersulit pula ujar mereka dengan kesal.

Dari hasil penelitian penulis pada kasus penyimpangan perjanjian pengurusan clearence dokumen PLP dan Trucking Container Pindah Lokasi Penimbunan dari Terminal TPK. KOJA ke Lapangan TPS 106X-Pelindo antara Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok dengan Perusahaan Transportasi Mitra PLP. Penulis juga menggunakan metodelogi wawancara dengan para Mitra PLP dan Pejabat Cabang Tanjung Priok dan merujuk pada Berita Acara Kesepakatan Bersama Penyesuaian Tarif Pindah Lokasi Penimbunan (PLP) Petikemas Import di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 22 Maret 2011 dan mempersandingkan Struktur Tarip Container PLP PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) dan Divisi Usaha Terminal III (USTER III) maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok yang dimotori Setyo Wahyudi dan Herjuno belum siap dan memahami struktur tarif Container Pindah Lokasi di Pelabuhan Tanjung Priok.
2. Divisi Pelayanan Jasa cenderung otoriter anti demokratik dan musyawarah dalam menetapkan besaran tarif yang patut diterima Mitra Kerja Pengurus PLP.
3. Keuntungan sebesar Rp. 40.000,- per Box dengan Modal Kerja sebesar Rp. 455.000,- dengan jaminan asuransi sebesar Rp. 30.000.000,- dan uang jaminan Rp. 50.000.000,- untuk Container 20 Feet dan Keuntungan sebesar Rp. 7.400,- dengan Modal Kerja sebesar Rp. 500.000,- dengan waktu pembayaran 3 (tiga) bulan sangat tidak laik dikerjakan oleh para Mitra PLP.
4. Kedua oknum Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok dimungkinkan mendapat kemanfaatan pribadi dari selisih pendapatan yang mestinya menjadi hak Mitra PLP yaitu Rp. 217.500,- per Box untuk Container 20 Feet dan Rp. 311.300,- untuk Container 40 Feet.
5. Struktur tarif yang disodorkan pada Mitra PLP belum mendapat persetujuan resmi dari General Manager Cabang Tanjung Priok karena struktur tarif yang berlaku pada tahun 2009 sampai dengan 2010 di TPS 106X diketahui oleh General Manager terbukti dengan penandatanganan Berita Acara Kesepakatan Tarif tanggal 22 Maret 2011
6. Pada Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok tidak terbukti ada keinginan untuk mendorong pengusaha menengah kecil anak bangsa untuk bertumbuh dan mandiri (survive).


Peneliti,


MUKHALIKHAN.






Minggu, 07 Agustus 2011

PIMRO CONTAINER PLP CABANG TANJUNG PRIOK TERIMA KOMISI DARI HASIL KERJA KERAS MITRA

Menurut beberapa Mitra Kerja PLP Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok, praktik ekploitasi dan pembohongan publik yang dilakukan oleh Setyo Wahyudi dan Herjuno tidak mendapat restu dari Cipto Pramono General Manager Cabang Tanjung Priok, pasalnya Cipto Pramono telah menanda tangani Berita Acara Kesepakatan Tarif Moving, Lift On/Off dan Behandle Barang pada hari Selasa tanggal 22 Maret 2011 bersama dengan Sahat, SH, MH Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Wahyu Hardiyanto Direktur Komersil PT. JICT, Drs. Achmad Ridwan Kepala BPG Ginsi, Supardjo General Manager KSO TPK. KOJA, H. A. Sofyan Pane, SE Ketua DPW GAFEKSI/ INFA, Paul Krisnadi Direktur Utama PT. Mustika Alam Lestari (MAL), Halleson Ketua DPC/DPD INSA JAYA, dan Suryanto Ketua Umum Aptesindo dengan ketentuan tarif sebagai berikut :


No.
Komponen Biaya Tarif Kesepakatan 2008
( Rp. )
Komponen Biaya Tarif Kesepakatan 2011
( Rp. )
20’ 40’ 20’ 40’
1 2 3 4 5 6 7
1. Moving (TPS Asal ke
TPS. Tujuan 800.000,- 1.000.000,- Paket Pindah
Lokasi
900.000,-
1.100.000,-
2. Lift Off Receiving 187.500,- 281,300,- Penimbunan
3. Gerakan Pengaturan
dan Penumpukan
350.000,-
450.000,- ( PLP )

4.
Lift On Delivery
187.500,-
281.300,-
Lift On Delevery
187.500,-
281.300,-

5.
Administrasi
100.000,-
100.000,-
Lift Off Depo
187.500,-
281.300,-


JUMLAH :
1.625.000,-
2.112.600,-
1.275.000,-
1.662.600,-

Dengan komposisi tarif baru yang telah ditandatangani oleh para pihak yang berkompeten di pelabuhan Tanjung Priok, pihak mitra yang mengerjakan clearence dan penarikan Container Overdue (PLP) dari Terminal TPK. KOJA atau JICT ke TPS 106X-Pelindo II mestinya menerima pembagian Clearance Dokumen dan Trucking sebesar Rp. 712.500,- untuk Container 20 Feet, Rp. 818.700,- Container 40 Feet dan Rp. 1.362.500,- untuk Container OH/OW/OL <20 Feet, Rp. 1768.700,- Untuk Container OH/OW/OL <40 Feet. Dengan rincian sebagai berikut :

A. PENDAPATAN KOTOR MITRA PLP

DRY/ DC CONTAINER OH/ OW/ OL CONTAINER
N0. KEGIATAN 20’ 40’ < 20’ < 40’
1. Clearance Dokument
PLP dan TRucking
900.000,00
1.100.000,00
1.750.000,00
2.250.000,00
2. Lift Off/ On (Rec & Del) (187.500,00) (281.300,00) (387.500,00) (481.300,00)
PENDAPATAN KOTOR : 712.500,00 818.700,00 1.362.500,00 1.768.700,00

B. PENDAPATAN CABANG TANJUNG PRIOK

DRY CONTAINER DC. CONTAINER OH/ OW/ OL
NO POS PENDAPATAN 20’ 40’ 20’ 40’ < 20’ < 40’
1. Storage :
Masa I 54.400,- 108.800,- 108.800,- 217.600- 108.800,- 217.600,-
Masa II 81.600,- 163.200,- 163,200,- 326.400,- 163.200,- 326.400,-

2. Lift Off (Receiving) 46.500,- 69.900,- 46.500,- 69.900,- 46.500,- 69.900,-
3. Lift On (Delivery) 46.500,- 69.900,- 46.500,- 69.900,- 46.500,- 69.900,-
4. Behandle Container 1.015.000,- 1.200.000,- 1.015.000,- 1.200.000,- 1.015.000,- 1.200.000,-
5. Pas Pelabuhan/ DO 18.180,- 18.180,- 18.180,- 18.180,- 18.180,- 18.180,-
6. ADM OB & Alat/ DO 180.000,- 180.000,- 180.000,- 180.000,- 180.000,- 180.000,-


C. PENDAPATAN OWNER STACKER (ALAT)

DRY/ DC CONTAINER OH/ OW/ OL CONTAINER
N0. KEGIATAN 20’ 40’ < 20’ < 40’

1.
Lift Of (Receiving)
95.000,00
140.000,00
195.000,00
240.000,00
2. Lift On (Delivery) 95.000,00 140.000,00 195.000,00 240.000,00
3. Gerakan Extra bila ada
Lift Off/ On
90.000,00
150.000,00
195.000,00
240.000,00

TOTAL PENDAPATAN :
190.000,00
280.000,00
390.000,00
480.000,00


Dari struktur tarif diatas terdapat sisa pembayaran kegiatan Lift Off/ On sebesar Rp. 102.000,- (Rp. 385.000,- - Rp. 283.000,-) DRY/ DC. Container 20 Feet, Rp. 142.800,- (Rp. 562.600,- - Rp. 419.800,-) untuk Container 40 Feet yang tentunya menjadi pendapatan tambahan Cabang Tanjung Priok.

Tetapi yang menjadi masalah disini pembayaran riil yang dilakukan Divisi Pelayanan Jasa kepada para Mitra PLP menyimpang dari kesepakatan yang disetujui Cipto Pramono selaku General Managerl Manager PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok karena besaran tarif yang di tandatangani Guna Mulyana dan disodorkan oleh Setyo Wahyudi kepada para Mitra PLP adalah sebagai berikut :

NO PETIKEMAS 20’ 40’
1. General Cargo Rp. 495.000,- / Box Rp. 507.400,- / Box
2. Over Dimension (OH/OW/OL) Rp. 510.000,- / Box Rp. 520.000,- / Box
3. Barang Bahaya Rp. 510.000,- / Box Rp. 520.000,- / Box

Pada awalnya para Pimpinan Mitra PLP tidak setuju dengan Tarif yang disodorkan Setyo Wahyudi, mereka memohon agar tarif tersebut ditinjau kembali karena tarif tersebut sangat memberatkan para Mitra mengingat tanggung jawab mereka sangat berat dimulai dari menyetorkan Uang Jaminan sebesar Rp. 50.000.000,-, membayar premi assuransi pertahun Rp. 30.000.000,- membayar gaji karyawan kantor dan karyawan operasional, maka di peroleh keuntungan kotor sebelum bunga Bank sebesar Rp. 40.000,- (Empat puluh lima ribu rupiah) per Box untuk Container 20 Feet dan Rp. 7.400,- per Boxes untuk Container 40 Feet dan akan mengalami kerugian sebesar Rp. 740.000,- per Box untuk OH/ OW/ OL Container < 20 Feet dan Rp. 980.000,- per Boxes untuk Container < 40’.

Dari struktur tarif yang disodorkan oleh Setyo Wahyudi dan Herjuno selaku pimpinan proyek, jelas Setyo Wahyudi tidak menguasai masalah lapangan karena tidak ada korelasi DC Container dengan DRY Container dalam hal biaya Trucking dan Clearance. Selain itu untuk OH/ OW/ OL Container jelas tidak dimengerti oleh Setyo Wahyudi karena beliau berasal dari Pengadaan Barang (Perad) pindah ke Bagian Teknik (pengadaan pekerjaan) sehingga perilakunya arogan dan tidak mau mendengarkan saran pelaku pasar yang expert. Menurut beberapa Mitra PLP yang tidak bersedia disebut jati dirinya mengatakan; “bahwa selisih pendapatan yang mestinya menjadi hak para Mitra PLP sebesar Rp. 217.500,- per box untuk Container 20 Feet, dan Rp. 311.300,- untuk Container 40 Feet menjadi fee (komisi) Setyo Wahyudi, Herjuno diatur Estiadi Puspo penguasa TPK. KOJA karyawan bawaan Humpuss Petikemas Terminal.” Modusnya sederhana saja ujar mereka, Setyo Wahyudi sengaja menyodorkan tarif yang merugikan para Mitra sehingga perusahaan mitra akan berbuat kesalahan dan mogok kerja. Dengan dalih dihukum oleh Mr. Kim deputy general Manager TPK. KOJA, Estiadi Puspo danSeksi Administrasi Manifest Bea dan Cukai, pekerjaan Clearance dan Trucking Container Pindah Lokasi Penimbunan dari TPK. KOJA ke Lapangan TPS. 106X-Pelindo II dihentikan dengan waktu tidak terbatas, inilah pengumuman Herjuno selaku wakil Setyo Wahyudim pimpinan proyek PLP. Ternyata secara sembunyi-sembunyi Setyo Wahyudi dengan Herjuna menyerahkan Clearance Dokumen PLP dan Truckingnya kepada PT. Indo Marsan sebanyak sepuluh (10) kali kegiatan atau setara dengan penarikan container 1.200 TEUS. Modusnya tentu jelas yaitu Kolusi dan Nepotisme untuk memperkaya diri sendiri dengan mengatas namakan para Mitra PLP sehingga praktik Monopoli, Kolusi dan Nepotisme dapat disamarkan Pimpinan Proyek Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok tersebut.

Sebagai studi banding merujuk pada kepatutan dan keadilan imbuh para Mitra PLP kepada penulis, bahwa PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) anak perusahaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II juga menerapkan sistem single billing menyodorkan tarif kesepakatan clearence dokumen PLP pada Mitranya sebesar Rp. 495.000,- per box untuk Container 20 Feet, dan Rp. 550.000,- per Boxes untuk Container 40 Feet. Biaya Moving (Trucking) dari Terminal PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) ke Lapangan TPS. 215X- MTI menjadi beban dan tanggung jawab MTI. Dari struktur tarif yang ditawarkan MTI kepada Mitranya, jelas terlihat bahwa Manager dan Direksi MTI paham dan konsisten melaksanakan aturan Overbrengen yang telah disepakati Petinggi Pelabuhan. Mereka tidak ingin mengeksploitasi dan menghancurkan pengusaha Menengah Kecil Mitra Kerjanya, mereka mengimpikan agar perusahaan menengah kecil anak bangsa ini dapat eksis dan survive.

Selain dari Eksploitasi dan teror yang dilakukan oleh Herjuno dan Setyo Wahyudi kepada Mitra PLP, mereka juga mempersulit penagihan upah Clearence dan Trucking para Mitra PLP sejak tengahan bulan Mei 2011 sampai saat tulisan ini diturunkan tanggal 8 Agustus 2011. Mitra Kerja PLP yang telah terlanjur mengerjakan Clearence PLP dan Trucking Container Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok, merasa sangat dilecehkan oleh kedua oknum Pemimpin Proyek Container PLP ini. Sudah untungnya sangat minim hapir sama dengan kerja bakti, pembayarannya dipersulit pula ujar mereka dengan kesal.

Dari hasil penelitian penulis pada kasus penyimpangan perjanjian pengurusan clearence dokumen PLP dan Trucking Container Pindah Lokasi Penimbunan dari Terminal TPK. KOJA ke Lapangan TPS 106X-Pelindo antara Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok dengan Perusahaan Transportasi Mitra PLP. Penulis juga menggunakan metodelogi wawancara dengan para Mitra PLP dan Pejabat Cabang Tanjung Priok dan merujuk pada Berita Acara Kesepakatan Bersama Penyesuaian Tarif Pindah Lokasi Penimbunan (PLP) Petikemas Import di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 22 Maret 2011 dan mempersandingkan Struktur Tarip Container PLP PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) dan Divisi Usaha Terminal III (USTER III) maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok yang dimotori Setyo Wahyudi dan Herjuno belum siap dan memahami struktur tarif Container Pindah Lokasi di Pelabuhan Tanjung Priok.
2. Divisi Pelayanan Jasa cenderung otoriter anti demokratik dan musyawarah dalam menetapkan besaran tarif yang patut diterima Mitra Kerja Pengurus PLP.
3. Keuntungan sebesar Rp. 40.000,- per Box dengan Modal Kerja sebesar Rp. 455.000,- dengan jaminan asuransi sebesar Rp. 30.000.000,- dan uang jaminan Rp. 50.000.000,- untuk Container 20 Feet dan Keuntungan sebesar Rp. 7.400,- dengan Modal Kerja sebesar Rp. 500.000,- dengan waktu pembayaran 3 (tiga) bulan sangat tidak laik dikerjakan oleh para Mitra PLP.
4. Kedua oknum Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok dimungkinkan mendapat kemanfaatan pribadi dari selisih pendapatan yang mestinya menjadi hak Mitra PLP yaitu Rp. 217.500,- per Box untuk Container 20 Feet dan Rp. 311.300,- untuk Container 40 Feet.
5. Struktur tarif yang disodorkan pada Mitra PLP belum mendapat persetujuan resmi dari General Manager Cabang Tanjung Priok karena struktur tarif yang berlaku pada tahun 2009 sampai dengan 2010 di TPS 106X diketahui oleh General Manager terbukti dengan penandatanganan Berita Acara Kesepakatan Tarif tanggal 22 Maret 2011
6. Pada Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok tidak terbukti ada keinginan untuk mendorong pengusaha menengah kecil anak bangsa untuk bertumbuh dan mandiri (survive).


Peneliti,


MUKHALIKHAN.

PIMRO CONTAINER PLP CABANG TANJUNG PRIOK TERIMA KOMISI DARI HASIL KERJA KERAS MITRA

Menurut beberapa Mitra Kerja PLP Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok, praktik ekploitasi dan pembohongan publik yang dilakukan oleh Setyo Wahyudi dan Herjuno tidak mendapat restu dari Cipto Pramono General Manager Cabang Tanjung Priok, pasalnya Cipto Pramono telah menanda tangani Berita Acara Kesepakatan Tarif Moving, Lift On/Off dan Behandle Barang pada hari Selasa tanggal 22 Maret 2011 bersama dengan Sahat, SH, MH Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Wahyu Hardiyanto Direktur Komersil PT. JICT, Drs. Achmad Ridwan Kepala BPG Ginsi, Supardjo General Manager KSO TPK. KOJA, H. A. Sofyan Pane, SE Ketua DPW GAFEKSI/ INFA, Paul Krisnadi Direktur Utama PT. Mustika Alam Lestari (MAL), Halleson Ketua DPC/DPD INSA JAYA, dan Suryanto Ketua Umum Aptesindo dengan ketentuan tarif sebagai berikut :


No.
Komponen Biaya Tarif Kesepakatan 2008
( Rp. )
Komponen Biaya Tarif Kesepakatan 2011
( Rp. )
20’ 40’ 20’ 40’
1 2 3 4 5 6 7
1. Moving (TPS Asal ke
TPS. Tujuan 800.000,- 1.000.000,- Paket Pindah
Lokasi
900.000,-
1.100.000,-
2. Lift Off Receiving 187.500,- 281,300,- Penimbunan
3. Gerakan Pengaturan
dan Penumpukan
350.000,-
450.000,- ( PLP )

4.
Lift On Delivery
187.500,-
281.300,-
Lift On Delevery
187.500,-
281.300,-

5.
Administrasi
100.000,-
100.000,-
Lift Off Depo
187.500,-
281.300,-


JUMLAH :
1.625.000,-
2.112.600,-
1.275.000,-
1.662.600,-

Dengan komposisi tarif baru yang telah ditandatangani oleh para pihak yang berkompeten di pelabuhan Tanjung Priok, pihak mitra yang mengerjakan clearence dan penarikan Container Overdue (PLP) dari Terminal TPK. KOJA atau JICT ke TPS 106X-Pelindo II mestinya menerima pembagian Clearance Dokumen dan Trucking sebesar Rp. 712.500,- untuk Container 20 Feet, Rp. 818.700,- Container 40 Feet dan Rp. 1.362.500,- untuk Container OH/OW/OL <20 Feet, Rp. 1768.700,- Untuk Container OH/OW/OL <40 Feet. Dengan rincian sebagai berikut :

A. PENDAPATAN KOTOR MITRA PLP

DRY/ DC CONTAINER OH/ OW/ OL CONTAINER
N0. KEGIATAN 20’ 40’ < 20’ < 40’
1. Clearance Dokument
PLP dan TRucking
900.000,00
1.100.000,00
1.750.000,00
2.250.000,00
2. Lift Off/ On (Rec & Del) (187.500,00) (281.300,00) (387.500,00) (481.300,00)
PENDAPATAN KOTOR : 712.500,00 818.700,00 1.362.500,00 1.768.700,00

B. PENDAPATAN CABANG TANJUNG PRIOK

DRY CONTAINER DC. CONTAINER OH/ OW/ OL
NO POS PENDAPATAN 20’ 40’ 20’ 40’ < 20’ < 40’
1. Storage :
Masa I 54.400,- 108.800,- 108.800,- 217.600- 108.800,- 217.600,-
Masa II 81.600,- 163.200,- 163,200,- 326.400,- 163.200,- 326.400,-

2. Lift Off (Receiving) 46.500,- 69.900,- 46.500,- 69.900,- 46.500,- 69.900,-
3. Lift On (Delivery) 46.500,- 69.900,- 46.500,- 69.900,- 46.500,- 69.900,-
4. Behandle Container 1.015.000,- 1.200.000,- 1.015.000,- 1.200.000,- 1.015.000,- 1.200.000,-
5. Pas Pelabuhan/ DO 18.180,- 18.180,- 18.180,- 18.180,- 18.180,- 18.180,-
6. ADM OB & Alat/ DO 180.000,- 180.000,- 180.000,- 180.000,- 180.000,- 180.000,-


C. PENDAPATAN OWNER STACKER (ALAT)

DRY/ DC CONTAINER OH/ OW/ OL CONTAINER
N0. KEGIATAN 20’ 40’ < 20’ < 40’

1.
Lift Of (Receiving)
95.000,00
140.000,00
195.000,00
240.000,00
2. Lift On (Delivery) 95.000,00 140.000,00 195.000,00 240.000,00
3. Gerakan Extra bila ada
Lift Off/ On
90.000,00
150.000,00
195.000,00
240.000,00

TOTAL PENDAPATAN :
190.000,00
280.000,00
390.000,00
480.000,00


Dari struktur tarif diatas terdapat sisa pembayaran kegiatan Lift Off/ On sebesar Rp. 102.000,- (Rp. 385.000,- - Rp. 283.000,-) DRY/ DC. Container 20 Feet, Rp. 142.800,- (Rp. 562.600,- - Rp. 419.800,-) untuk Container 40 Feet yang tentunya menjadi pendapatan tambahan Cabang Tanjung Priok.

Tetapi yang menjadi masalah disini pembayaran riil yang dilakukan Divisi Pelayanan Jasa kepada para Mitra PLP menyimpang dari kesepakatan yang disetujui Cipto Pramono selaku General Managerl Manager PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok karena besaran tarif yang di tandatangani Guna Mulyana dan disodorkan oleh Setyo Wahyudi kepada para Mitra PLP adalah sebagai berikut :

NO PETIKEMAS 20’ 40’
1. General Cargo Rp. 495.000,- / Box Rp. 507.400,- / Box
2. Over Dimension (OH/OW/OL) Rp. 510.000,- / Box Rp. 520.000,- / Box
3. Barang Bahaya Rp. 510.000,- / Box Rp. 520.000,- / Box

Pada awalnya para Pimpinan Mitra PLP tidak setuju dengan Tarif yang disodorkan Setyo Wahyudi, mereka memohon agar tarif tersebut ditinjau kembali karena tarif tersebut sangat memberatkan para Mitra mengingat tanggung jawab mereka sangat berat dimulai dari menyetorkan Uang Jaminan sebesar Rp. 50.000.000,-, membayar premi assuransi pertahun Rp. 30.000.000,- membayar gaji karyawan kantor dan karyawan operasional, maka di peroleh keuntungan kotor sebelum bunga Bank sebesar Rp. 40.000,- (Empat puluh lima ribu rupiah) per Box untuk Container 20 Feet dan Rp. 7.400,- per Boxes untuk Container 40 Feet dan akan mengalami kerugian sebesar Rp. 740.000,- per Box untuk OH/ OW/ OL Container < 20 Feet dan Rp. 980.000,- per Boxes untuk Container < 40’.

Dari struktur tarif yang disodorkan oleh Setyo Wahyudi dan Herjuno selaku pimpinan proyek, jelas Setyo Wahyudi tidak menguasai masalah lapangan karena tidak ada korelasi DC Container dengan DRY Container dalam hal biaya Trucking dan Clearance. Selain itu untuk OH/ OW/ OL Container jelas tidak dimengerti oleh Setyo Wahyudi karena beliau berasal dari Pengadaan Barang (Perad) pindah ke Bagian Teknik (pengadaan pekerjaan) sehingga perilakunya arogan dan tidak mau mendengarkan saran pelaku pasar yang expert. Menurut beberapa Mitra PLP yang tidak bersedia disebut jati dirinya mengatakan; “bahwa selisih pendapatan yang mestinya menjadi hak para Mitra PLP sebesar Rp. 217.500,- per box untuk Container 20 Feet, dan Rp. 311.300,- untuk Container 40 Feet menjadi fee (komisi) Setyo Wahyudi, Herjuno diatur Estiadi Puspo penguasa TPK. KOJA karyawan bawaan Humpuss Petikemas Terminal.” Modusnya sederhana saja ujar mereka, Setyo Wahyudi sengaja menyodorkan tarif yang merugikan para Mitra sehingga perusahaan mitra akan berbuat kesalahan dan mogok kerja. Dengan dalih dihukum oleh Mr. Kim deputy general Manager TPK. KOJA, Estiadi Puspo danSeksi Administrasi Manifest Bea dan Cukai, pekerjaan Clearance dan Trucking Container Pindah Lokasi Penimbunan dari TPK. KOJA ke Lapangan TPS. 106X-Pelindo II dihentikan dengan waktu tidak terbatas, inilah pengumuman Herjuno selaku wakil Setyo Wahyudim pimpinan proyek PLP. Ternyata secara sembunyi-sembunyi Setyo Wahyudi dengan Herjuna menyerahkan Clearance Dokumen PLP dan Truckingnya kepada PT. Indo Marsan sebanyak sepuluh (10) kali kegiatan atau setara dengan penarikan container 1.200 TEUS. Modusnya tentu jelas yaitu Kolusi dan Nepotisme untuk memperkaya diri sendiri dengan mengatas namakan para Mitra PLP sehingga praktik Monopoli, Kolusi dan Nepotisme dapat disamarkan Pimpinan Proyek Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok tersebut.

Sebagai studi banding merujuk pada kepatutan dan keadilan imbuh para Mitra PLP kepada penulis, bahwa PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) anak perusahaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II juga menerapkan sistem single billing menyodorkan tarif kesepakatan clearence dokumen PLP pada Mitranya sebesar Rp. 495.000,- per box untuk Container 20 Feet, dan Rp. 550.000,- per Boxes untuk Container 40 Feet. Biaya Moving (Trucking) dari Terminal PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) ke Lapangan TPS. 215X- MTI menjadi beban dan tanggung jawab MTI. Dari struktur tarif yang ditawarkan MTI kepada Mitranya, jelas terlihat bahwa Manager dan Direksi MTI paham dan konsisten melaksanakan aturan Overbrengen yang telah disepakati Petinggi Pelabuhan. Mereka tidak ingin mengeksploitasi dan menghancurkan pengusaha Menengah Kecil Mitra Kerjanya, mereka mengimpikan agar perusahaan menengah kecil anak bangsa ini dapat eksis dan survive.

Selain dari Eksploitasi dan teror yang dilakukan oleh Herjuno dan Setyo Wahyudi kepada Mitra PLP, mereka juga mempersulit penagihan upah Clearence dan Trucking para Mitra PLP sejak tengahan bulan Mei 2011 sampai saat tulisan ini diturunkan tanggal 8 Agustus 2011. Mitra Kerja PLP yang telah terlanjur mengerjakan Clearence PLP dan Trucking Container Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok, merasa sangat dilecehkan oleh kedua oknum Pemimpin Proyek Container PLP ini. Sudah untungnya sangat minim hapir sama dengan kerja bakti, pembayarannya dipersulit pula ujar mereka dengan kesal.

Dari hasil penelitian penulis pada kasus penyimpangan perjanjian pengurusan clearence dokumen PLP dan Trucking Container Pindah Lokasi Penimbunan dari Terminal TPK. KOJA ke Lapangan TPS 106X-Pelindo antara Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok dengan Perusahaan Transportasi Mitra PLP. Penulis juga menggunakan metodelogi wawancara dengan para Mitra PLP dan Pejabat Cabang Tanjung Priok dan merujuk pada Berita Acara Kesepakatan Bersama Penyesuaian Tarif Pindah Lokasi Penimbunan (PLP) Petikemas Import di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 22 Maret 2011 dan mempersandingkan Struktur Tarip Container PLP PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) dan Divisi Usaha Terminal III (USTER III) maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok yang dimotori Setyo Wahyudi dan Herjuno belum siap dan memahami struktur tarif Container Pindah Lokasi di Pelabuhan Tanjung Priok.
2. Divisi Pelayanan Jasa cenderung otoriter anti demokratik dan musyawarah dalam menetapkan besaran tarif yang patut diterima Mitra Kerja Pengurus PLP.
3. Keuntungan sebesar Rp. 40.000,- per Box dengan Modal Kerja sebesar Rp. 455.000,- dengan jaminan asuransi sebesar Rp. 30.000.000,- dan uang jaminan Rp. 50.000.000,- untuk Container 20 Feet dan Keuntungan sebesar Rp. 7.400,- dengan Modal Kerja sebesar Rp. 500.000,- dengan waktu pembayaran 3 (tiga) bulan sangat tidak laik dikerjakan oleh para Mitra PLP.
4. Kedua oknum Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok dimungkinkan mendapat kemanfaatan pribadi dari selisih pendapatan yang mestinya menjadi hak Mitra PLP yaitu Rp. 217.500,- per Box untuk Container 20 Feet dan Rp. 311.300,- untuk Container 40 Feet.
5. Struktur tarif yang disodorkan pada Mitra PLP belum mendapat persetujuan resmi dari General Manager Cabang Tanjung Priok karena struktur tarif yang berlaku pada tahun 2009 sampai dengan 2010 di TPS 106X diketahui oleh General Manager terbukti dengan penandatanganan Berita Acara Kesepakatan Tarif tanggal 22 Maret 2011
6. Pada Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok tidak terbukti ada keinginan untuk mendorong pengusaha menengah kecil anak bangsa untuk bertumbuh dan mandiri (survive).


Peneliti,


MUKHALIKHAN.

PT. PELINDO II CABANG TANJUNG PRIOK LECEHKAN 14 PERUSAHAAN MITRANYA

Empat belas (14) perusahaan yang bergerak pada bidang transportasi mitra kerja PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok (PPICTP) merasa di esploitasi dan dibohongi oleh Setyo Wahyudi, Herjuno Asman dan Supervisor Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok. Ke empat belas perusahaan yang juga merupakan anggota Asosiasi Perusahaan Depo dan Pergudangan (APDEPI), merasa dilecehkan dan dieksploitasi oleh kedua oknum pejabat Cabang Tanjung Priok itu. Pasalnya, mereka telah menandatangani dan mengantongi Surat Perjanjian Kerjasama Pelayanan Jasa dan Penanganan Pindah Lokasi Penimbunan (PLP) Petikemas dari Lapangan TPK. KOJA ke Lapangan TPS 106X Utara, membayar premi assuransi jaminan barang (Container) Rp. 30 Juta Rupiah tiap perusahaan, membayar uang jaminan kerja sebesar Rp. 50 Juta Rupiah yang disetor pada Manager Keuangan Cabang Tanjung Priok awal bulan Mei 2011.

Minggu pertama bulan Mei 2011 para Management Mitra Kerja Pelaksana Container Pindah Lokasi Penimbunan, di undang rapat oleh Setyo Wahyudi selaku Pimpinan Proyek (Pimpro) PLP di ruang rapat Divisi Pelayanan Jasa. Pada rapat tersebut ada beberapa pimpinan perusahaan anggota APDEPI mengusulkan agar tarif moving (trucking) dari TPK. KOJA ke TPS. 106X Utara yang diberlakukan Divisi Pelayanan Jasa untuk DRY Container 20 Feet Rp. 495.000,- dan DRY Container 40 Feet sebesar Rp. 507.400,- disesuaikan dengan Berita Acara Kesepakatan Bersama Penyesuaian Tarif Pindah Lokasi Penimbunan (PLP) Petikemas Import di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Pelabuhan Tanjung Priok yang ditandatangani oleh Wahyu Hardianto Direktur Komersil PT. Jakarta International Terminal Container (JICT), Drs. Achmad Ridwan T Ketua BPD GINSI, Supardjo GM (KSO) Terminal Petikemas Koja, H.A. Sofyan Pane, SE Ketua DPW Gafeksi/ Infa, Paul Krisnadi Direktur Utama PT. Mustika Alam Lestari (MAL), H. Allesson Ketua DPC/DPD Insa Jaya, Suryantono Ketua Umum APTESINDO, mengetahui dan menandatangani Sahat, SH, MH Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dan Cipto Pramono General Manager PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok. Namun dengan arogan Setyo Wahyudi mengatakan; “Kalau saudara tidak mau menurutinya ya silahkan keluar dari kemitraan”. Menurut para Mitra Cabang Tanjung Priok, mereka melaksanakan kemauan Divisi Pelayanan Jasa Cabang Tanjung Priok ini, karena terpaksa tidak ada pilihan lain sebab kontrak tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 secara sepihak diputus oleh Cabang Tanjung Priok tanpa pemberitahuan. Sebagian anggota APDEPI konsisten tidak mau menandatangani Kontrak Kerja yang disodorkan Setyo Wahyudi karena telah melanggar Kesepakatan Pejabat yang Berkompeten di Pelabuhan Tanjung Priok. Sementara tarif yang telah ditandatangani para pejabat pelabuhan, untuk kegiatan Moving (Trucking) Container 20 Feet sebesar RP. 900.000,- (Sembilan Ratus Ribu Rupiah) dan 40 Feet sebesar Rp. 1.100.000,- (Satu Juta Seratus Ribu Rupiah), Lift On Delivery sebesar Rp. 187.500,- (Seratus delapan puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) untuk Container 20 Feet dan Rp. 281.300,- (Dua ratus delapan puluh satu ribu tiga ratus rupiah) Container 40 Feet. Lift Off Depo (TPS Tujuan) sebesar Rp. 187.500,- (Seratus delapan puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) untuk Container 20 Feet dan Rp. 281.300,- (Dua ratus delapan puluh satu ribu tiga ratus rupiah) untuk Container 40 Feet. Saat penyerahan (delivery) Container pada pemilik barang (Consignee), Administrasi dan Lift On besaran tarifnya sama dengan Lift Off.

Tengan bulan Mei 2011, kegiatan pertama Container Pindah Lokasi Penumpukan dari TPK. KOJA ke TPS 106X-Pelindo II dilaksanakan oleh PT. LBS, giliran ke dua dan ke tiga produksi Mitra Kerja menurun drastis, pada giliran ke empat (PT. Komaitu) produksi perolehan Container PLP meningkat 32% walau ada demontrasi di TPK. KOJA dan pada giliran ke lima terjadi trend penurunan produksi Container PLP sebesar 10% dari perolehan semula. Pada giliran ke enam, Perusahaan Mitra (PT. Projeck) melaksanakan mogok kerja dan mengunci informasi sehingga pihak Divisi Pelayanan Jasa tidak dapat menghubungi pimpinan perusahaan Mitra tersebut.

Aksi mogok kerja dan mogok bicara PT. Projeck dibalas dengan keras oleh Setyo Wahyudi selaku pimpinan projeck PLP Cabang Tanjung Priok. Herjuno wakil Setyo Wahyudi juga sebagai juru bicara projeck mengatakan: “ pekerjaan Overbrengen (OB) Cabang Tanjung Priok dari TPK KOJA ke Lapangan TPS. 106X Utara di dibekukan oleh bapak ESTIADI PUSPO manager perencanaan OB TPK. KOJA sampai batas yang belum dapat dipastikan.” Walau merasa diperlakukan kurang adil dan tidak mendidik para Mitra Pengurus PLP tidak dapat berbuat banyak karena menurut keterangan Herjono bahwa Estiadi Puspo karyawan bawaan PT. Humpuss Petikemas Terminal dan Mr. KIM yang punya kuasa dan penentu di Terminal TPK. KOJA, mereka hanya menurut apa kata kedua penguasa itu.

Satu Minggu kemudian secara diam-diam, pelaksanakan kegiatan Container Pindah Lokasi Penumpuka (Overbrengen) dari TPK. KOJA ke Lapangan TPS 106X-Pelindo II dilaksanakan oleh PT. Indo Marsan perusahaan angkutan truck yang ditunjuk oleh saudara Setyo Wahyudi dan Herjuno untuk melakukan kegiatan Container Pindah Lokasi Penimbunan mulai tanggal 10 Juni 2011 sampai 28 Juli 2011. Container yang telah PLP sebanyak 900 Boxes setara dengan 1.200 TEUS. Kecurangan dari pimpinan proyek PLP (Setyo Wahyudi dan Herjuno) tidak didiamkan begitu saja oleh para anggota APDEPI, mereka akan merencanakan konfrensi pers di kantor APDEPI dan menuntut perlakukan bisniss yang tidak sehat ini kepada Komisaris Utama PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II, kepada Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang praktik Monopoli, Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan Setyo Wahyudi dan Herjuno.


Diliput oleh ;



BELGHUTAI.

Minggu, 26 Juni 2011

SEKSI ADMINISTRASI MANIFEST KANTOR (EDISI REVISI) BEA DAN CUKAI PELABUHAN TG. PRIOK PENGHAMBAT KEGIATAN CONTAINER PINDAH LOKASI KE LAPANGAN PELINDO II

Upaya Container Pindah Lokasi (overdue) yang dilaksanakan Terminal Container dari Terminal TPK. KOJA, PT. JICT, Terminal TBB, PT. MAL dan Terminal Regional Harbour (RH) bukan prinsif suatu pelabuhan. Tapi karena keterbatasan Lapangan (yard) suatu terminal seperti Terminal PT. Mustika Alam Lestari (MAL), Terminal Besi Bekas (TBB), Terminal Petikemas KOJA, dan Terminal Jakarta International Container Terminal (JICT) maka Container Pindah Lokasi (Overdue) dilaksanakan agar kapasitas Lapangan tidak mencapai YOR diatas sebilan puluh persen (90%) yang memungkinkan terjadinya stagnan. Kenyataannya pelaksanaan Container Pindah Lokasi pada Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang dikelola PELINDO II Cabang Tanjung Priok tidak mulus, untuk menyelesaikan clearence Dokumen Container Pindah Lokasi Penumpukan (PLP) butuh waktu sembilan puluh enam (96) jam dengan rincian, di kantor P2 Bea dan Cukai 12 Jam dan pada Kantor Seksi Administrasi Manifest dapat mencapai delapan puluh empat (84) jam modusnya mungkin karena Container yang masuk pada Lapangan PELINDO II tidak menyediakan dana pengurusan sementara pada TPS swasta yang memasang tarif yang relatif tinggi pengurusannya sangat lancar paling lama 18 jam ada apa dibalik itu.

Menurut informasi yang kami dapat di lapangan, bahwa saudara Ilham dan Handoko sengaja memperlambat selesainya dokumen PLP agar Importir/ EMKL relasi mereka dapat segera mengurus Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) Container. Dengan dikeluarkannya SPPB dari Kantor Bea dan Cukai maka Container Impor yang di timbun pada Lapangan Terminal tidak dapat dipindahkan sementara kapasitas lapangan telah meningkat diatas seratus persen (100%) sehingga kegiatan bongkar, muat dan delivery terganggu (macet).

Dari hasil pengamatan penelitian kami di Lapangan (yard) JICT dan TPK. KOJA, Container berstatus SPPB masih banyak tertimbun dilapangan, mungkin karena tarif lapangan penumpukan Terminal Container dianggap murah oleh pemilik barang (importir) atau karena dokumen barangnya belum selesai pada Departemen terkait atau mungkin dokumennya perlu perubahan/perbaikan (redress) ke luar negeri.

Ketika YOR terminal JICT dan atau TPK. KOJA telah mencapai seratus persen (100%), Kepala Seksi Administrasi Manifest Achmad Fatoni dengan stafnya Handoko dan Ilham seakan tidak perduli atas kemacetan diterminal bila Container tersebut akan di Pindah Lokasikan ke Lapangan plat Merah 215X MTI dan 106X Pelindo II. Tapi bila yang mengajukan PLP adalah pengelola TPS. Swasta, maka sampai pukul 20.00 akan dilayani Achmad Fatoni dan Handoko di kantor Bea dan Cukai.

Pengamat,


J A M U K A

Kamis, 23 Juni 2011

TPK KOJA VERSUS TERMINAL JICT

TPK KOJA VERSUS TERMINAL JICT


Menurut sejarahnya UTPK. Tanjung Priok mulai dibangun tahun 1974 ketika kemasan berupa Container mulai masuk ke pelabuhan Tanjung Priok pada waktu itu. Terminal selesai dan diresmikan tahun 1982 oleh Bapak Soeharto Presiden Republik Indonesia pada watu itu. Awal peresmian, Porttainer (CC) UTPK. Tanjung Priok berjumlah enam (6) Unit merk Sumitomo dengan sejumlah Trastainer, RTG, Head Truck dan Chasis. Pertumbuhan arus Container yang pesat yang diangkut kapal-kapal Container, Semi Contaiker dan Feeder memaksa Perum Pelabuhan Indonesia II membangun Terminal Petikemas II di Lapangan Lini II Birai Barat Pelabuhan II dengan luas Lapangan penumpukan sembilan (9) Hektar. UTPK. Tanjung Priok merupakan primadona sumber dana segar bagi Perum Pelabuhan II pada waktu itu sehingga banyak pemilik modal merasa tergiur untuk memiliki Terminal Petikemas di Tanjung Priok. Itu ditandai dengan dibangunnya Terminal PT. SEGORO, rencana pembangunan UTPK. KOJA oleh Humpuss Terminal Container berafliasi dengan PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero). (PELINDO II). Bimantara Group berafliasi dengan Group Perusahaan Domestik dan PELINDO II berencana membangun Terminal Container berskala Mega di Bojonegoro Banten dengan menghabiskan uang lebih kurang tujuh ratus miliar rupiah ketika PELINDO II di Nakhodai Ir. Amir Harbani mantan Direktur Jawatan Perkeretapian pada waktu itu.

Pembangunan UTPK. KOJA dapat dilakukan tahun 1993 setelah lahan seluas 115 Hektar atau setara dengan 1.150.000 meter persegi dibebaskan dari penduduk lima ribu lima ratus (5.500) kepala keluarga (KK). Tetapi sayang, Terminal Petikemas KOJA yang tadinya dirancang Humpuss menjadi terminal terbesar di Asia Tenggara tinggal menjadi angan-angan, lahannya kini malah disewakan PELINDO II kepada Pertamina, PT. Aneka Kimia Raya, PT. Djakarta Lloyd, Graha Segara dan sebagaian atau kurang dari sembilan puluh ribu (90.000) meter persegi dioperasionalkan Mbah Priok. Amburadolnya realisasi pembangunan Terminal Petikemas KOJA berskala Mega, kemungkinannya terjadi karena jatuhnya Rejim Orde Baru secara tidak terduga sehingga pembangunan Lapangan Penumpukan dan Gudang CFS sampai batas jalan Raya Cilincing dan dengan panjang Dermaga seribu delapan ratus (1.800) meter terputus.

Kejatuhan Rejim Orde Baru digantikan pemerintah transisi berdampak pada kekacauan moneter, uang satu dolar amerika serikat (US.$.1) dihargai delapan belas ribu rupiah (Rp.18.000,-), para pengusaha penghutang luar negeri kelabakan bayar pinjaman yang jatuh tempo, kas Negara kosong untuk menggaji pegawai dan tentara pemerintah terpaksa minjam uang pada pihak asing. Untuk mengisi kekurangan likuiditas negara, pemerintah dengan terpaksa menjual sebahagian besar saham BUMN kepada pihak asing. UTPK Tanjung Priok unit usaha PELINDO II menjadi sasaran tembak pengusaha asing, karena terminal ini selain pencetak uang Negara (PELINDO II) posisinya dilihat dari sisi ekonomi, sosial dan politik sangat strategis dengan dukungan kawasan Industri dan jumlah penduduk terpadat di Indonesia.

Dengan dijualnya lima puluh satu (51%) persen saham UTPK. Tanjung Priok kepada pihak Asing (Grosbeak Pte. Ltd) dan dengan berubahnya status dan nama terminal menjadi Terminal PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) menjadi perhatian bagi PT. Humpuss Terminal Petikemas (Container) untuk ikut-ikutan menjual sahamnya kepada pihak asing (PT. Ocean Terminal Petikemas). Bila pada Terminal JICT penguasaan saham didominasi pengusaha asing maka pada Terminal TPK. KOJA penguasaan saham termial didominasi oleh Pelindo II (52,12%) sehingga status Terminal adalah Unit Usaha PELINDO II.

Yang kini menjadi pertanyaan bagaimanakah status karyawan yang direkurt PT. HTP, apakah mereka menjadi karyawan BUMN PELINDO II atau karyawan pembeli saham HTP. Secara phisikologi kejelasan status karyawan ini sangat mendorong motifasi dan loyalitas karyawan kepada perusahaan. Kita dapat mencermati status karyawan pada Terminal JICT yang kini di operasionalkan Hutchison Port Holding, group Grosbeak Pte. Ltd, karyawan berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SLTA) yang baru direkrut oleh JICT dihargai dengan upah sebesar delapan juta rupiah (Rp. 8.000.000,00) diluar premium bulanan dan bonus tahunan. Status mereka jelas, yang pensiun hasil rekrutan JICT akan diberikan pesangon lebih dari enam ratus juta rupiah (Rp. 600.000.000,00), mereka sangat termotivasi dan loyal pada perusahaan, mereka luar biasa alat yang tadinya warisan Perum Pelabuhan relatif sudah tua sampai saat ini masih gress. Bagaimana dengan operasional TPK. KOJA yang dinakhodai PELINDO II, sangat-sangat memperihatinkan. Untuk melaksanakan Delivery dua atau tiga Boxes Container pada saat ada kegiatan bongkaran dan muatan (eksport) butuh waktu delapan belas (18) jam mengeluarkannya dari Lapangan Terminal TPK. KOJA. Karena apa ? sebab sebahagian alatnya (RTG) yang dibeli oleh HTP tahun 1996 banyak rusak, maka proritas pelayanan fokus pada kegiatan bongkaran dan muat sementara Container yang berstatus SPPB numpuk dilapangan.

Hasil penelitian yang kami dapat dari dilapangan dengan menggunakan metode wawancara kepada para EMKL, petugas lapangan Terminal TPK. KOJA, JICT dan PT. MAL dan juga mengamati langsung kegiatan dilapangan dimulai dari Kantor P2, Seksi Administrasi Manifest, Staf Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) sampai Lapangan (Yard) Terminal kami nenemukan hal-hal sebagai berikut :
a. Menumpuknya Container Import di Lapangan (yard) TPK. KOJA dimana YOR dapat mencapai seratus sepuluh persen (110%) saat kedatangan kapal Generasi ke III atau ke IV dua unit sekaligus disebabkan beberapa faktor antara lain :
1) Banyak alat yang rusak (RTG).
2) Ratio luas lapangan kurang memadai di banding dengan panjang dermaga plus volume kunjungan kapal perbulan.
3) Container SPPB (delivery) banyak tertimbun di lapangan sehingga mengacaukan sistem perencanaan.
4) Pemindahan Lokasi Penimbunan Container ke Lapangan TPS PELINDO II dan atau TPS swasta di luar pelabuhan kurang berjalan lancar.
b. Penumpukan Container Import di Lapangan (yard) JICT dapat mencapai YOR 110% pada saat Terminal menerima kedatangan kapal Generasi ke tiga (3) empat (4) unit ) sekaligus disebabkan beberapa faktor antara lain :
1) YOR 85% yang ditetapkan Dirjen. Bea dan Cukai melalui Peraturan Direktur Jenderal Bea an Cukai Nomor: P-26/BC/2007 tanggal 30 Agustus 2007 Tentang Tatacara Pelaksanaan Pindah Lokasi Penimbunan Barang (Container) Impor yang Belum Selesai Kewajiban Pabeannya.
2) Container Impor berstatus SPPB mengendap di Lapangan sehingga pada saat melakukan kegiatan bonkaran di dermaga operator RTG banyak melakukan shifting guna mendapatkan ruang penumpukan.
3) Penumpukan pada kapasitas lapangan 95% menyulitkan alat (RTG) melakukan manuver pindah block karena ruang putaran roda RTG diisi Container.
4) Ongkos penumpukan dilapangan relatif murah dan tidak diberlakukan denda bagi Container SPPB sebgai penyebab Importi berlama-lama menimbun barangnya pada terminal.
c. Terminal PT. MAL. (Ex. SEGORO) Di Kade Nomor 115X kasusnya hampir sama dengan TPK. KOJA, yaitu Lapangan pendukung sangat sempit karena Terminal ini tadinya adalah Terminal General Purpose disulap menjadi Terminal Container.

KESIMPULAN :

1. Pada Terminal TPK. KOJA Jl. Timor No. 2 Koja Utara pelayan Delivery, Overdue sangat lambat terkesan macet karena Alat banyak yang rusak dan Lapangan (yard) sempit dan barang SPPB menumpuk di lapangan.
2. Tingginya YOR rata-rata yang ditetapkan mantan Derektur Jenderal Bea Dan Cukai sebesar 85% menyulitkan pihak Terminal JICT menghadapi lonjakan arus container yang tiap saat dapat booming.
3. Container SPPB yang tetap menumpuk dilapangan menyulitkan Terminal JICT mendapat ruang pada saat kegiatan bongkar dan muat (eksport).
4. Dengan YOR lapangan mencapai sembilan puluh persen (90%) akan berdampak negatif pada Terminal JICT karena banyak kegiatan shifting (pemborosan energy) dan melelahkan karyawan (tenaga kerja).
5. Pada Terminal PT. MAL di Kade 115X, kasusnya hampir mirip dengan UTP. KOJA yaitu: Lapangan (yard) sempit peralatan relatip tua akses masuk sempit.

SARAN.

1. Agar karyawan TPK. KOJA termotivasi dan loyal, seyogyanya status Karyawan dan Terminal di perjelas.
2. Luas Lapangan Penumpukan Terminal ditambah dan Alat yang rusak diganti, untuk melayani kegiatan delivery dan onerdue digunakan Reach Stackers karena mobil.
3. Container SPPB yang tetap menumpuk dilapangan segera dikenakan sanksi denda penumpukan sebesar 500% dari tarif dasar per hari sesuai dengan Keputusan Direksi Pelabuhan Indonesia II (Persero) Nomor: HK.56/1/14/PI-II-11.
4. Agar kegiatan di Terminal JICT cepat, lancar dan efisien (tidak boros), seyogyanya besaran YOR diperkecil sampai 60%.
5. Untuk Container SPPB yang tertimbun di Lapangan Penumpukan segera dipindah lokasikan atau dikenai denda sebesar 500% sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Pelabuhan Indonesia II (Persero).
6. Container Impor yang masih mengalami hambatan atas dokumennya (redress) seyogyanya memindahkan barangnya pada Lapangan TPS. PELINDO II karena tarif pelayanan yang diberlakukan relatif murah.
7. Pihak PELINDO II Cabang Tanjung Priok seyogyanya cepat mengurus ijin TPS (Lapangan 216X, Lapangan 217X Lapangan 218X, Lapangan 219X dan Lapangan 210X) pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai tanjung Priok agar dapat mengurang ekonomi biaya tinggi yang dipikul barang yang dibongkar pada pelabuhan Tanjung Priok.
8. Untuk menngatasi ekonomi biaya tinggi di pelabuhan Tanjung Priok (kemacetan, double handling, pungutan liar) seyogyanya Rencana pembangunan Pelabuhan Impian (Dream Port) dari Kali Baru atau Marunda menjorok ke tengah laut (reklamasi) dua juta (2.000.000) meter persegi segera diwujutkan.
9. Dalam kurun waktu menengah pendek pihak Bea dan Cukai pelabuhan Tanjung Priok seyogyanya jangan berpikiran sempit (mikro) tapi hendaknya berpikir secara agregat seperti menarik “ benang dari tepung” benangnya dapat diambil tepungnya tidak tumpah.


Demikian tulisan ini kami sampaikan kepada Pemerintah Pengambil Keputusan kiranya tulisan ini bermanfaat karena tulisan ini kami buat berdasarkan kondisi yang kami teliti secara langsung di lapangan. Kesimpulan dan saran yang kami sampaikan dapat dilaksanakan, penelitian ini sengaja kami lakukan karena kecintaan kami pada Pelabuhan Tanjung Priok pusat distribusi perdagangan terbesar di Indonesia.



Dari kami,



BELGHUTAI.

TPK KOJA VERSUS TERMINAL JICT

Menurut sejarahnya UTPK. Tanjung Priok mulai dibangun tahun 1974 ketika kemasan berupa Container mulai masuk ke pelabuhan Tanjung Priok pada waktu itu. Terminal selesai dan diresmikan tahun 1982 oleh Bapak Soeharto Presiden Republik Indonesia pada watu itu. Awal peresmian, Porttainer (CC) UTPK. Tanjung Priok berjumlah enam (6) Unit merk Sumitomo dengan sejumlah Trastainer, RTG, Head Truck dan Chasis. Pertumbuhan arus Container yang pesat yang diangkut kapal-kapal Container, Semi Contaiker dan Feeder memaksa Perum Pelabuhan Indonesia II membangun Terminal Petikemas II di Lapangan Lini II Birai Barat Pelabuhan II dengan luas Lapangan penumpukan sembilan (9) Hektar. UTPK. Tanjung Priok merupakan primadona sumber dana segar bagi Perum Pelabuhan II pada waktu itu sehingga banyak pemilik modal merasa tergiur untuk memiliki Terminal Petikemas di Tanjung Priok. Itu ditandai dengan dibangunnya Terminal PT. SEGORO, rencana pembangunan UTPK. KOJA oleh Humpuss Terminal Container berafliasi dengan PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero). (PELINDO II). Bimantara Group berafliasi dengan Group Perusahaan Domestik dan PELINDO II berencana membangun Terminal Container berskala Mega di Bojonegoro Banten dengan menghabiskan uang lebih kurang tujuh ratus miliar rupiah ketika PELINDO II di Nakhodai Ir. Amir Harbani mantan Direktur Jawatan Perkeretapian pada waktu itu.

Pembangunan UTPK. KOJA dapat dilakukan tahun 1993 setelah lahan seluas 115 Hektar atau setara dengan 1.150.000 meter persegi dibebaskan dari penduduk lima ribu lima ratus (5.500) kepala keluarga (KK). Tetapi sayang, Terminal Petikemas KOJA yang tadinya dirancang Humpuss menjadi terminal terbesar di Asia Tenggara tinggal menjadi angan-angan, lahannya kini malah disewakan PELINDO II kepada Pertamina, PT. Aneka Kimia Raya, PT. Djakarta Lloyd, Graha Segara dan sebagaian atau kurang dari sembilan puluh ribu (90.000) meter persegi dioperasionalkan Mbah Priok. Amburadolnya realisasi pembangunan Terminal Petikemas KOJA berskala Mega, kemungkinannya terjadi karena jatuhnya Rejim Orde Baru secara tidak terduga sehingga pembangunan Lapangan Penumpukan dan Gudang CFS sampai batas jalan Raya Cilincing dan dengan panjang Dermaga seribu delapan ratus (1.800) meter terputus.

Kejatuhan Rejim Orde Baru digantikan pemerintah transisi berdampak pada kekacauan moneter, uang satu dolar amerika serikat (US.$.1) dihargai delapan belas ribu rupiah (Rp.18.000,-), para pengusaha penghutang luar negeri kelabakan bayar pinjaman yang jatuh tempo, kas Negara kosong untuk menggaji pegawai dan tentara pemerintah terpaksa minjam uang pada pihak asing. Untuk mengisi kekurangan likuiditas negara, pemerintah dengan terpaksa menjual sebahagian besar saham BUMN kepada pihak asing. UTPK Tanjung Priok unit usaha PELINDO II menjadi sasaran tembak pengusaha asing, karena terminal ini selain pencetak uang Negara (PELINDO II) posisinya dilihat dari sisi ekonomi, sosial dan politik sangat strategis dengan dukungan kawasan Industri dan jumlah penduduk terpadat di Indonesia.

Dengan dijualnya lima puluh satu (51%) persen saham UTPK. Tanjung Priok kepada pihak Asing (Grosbeak Pte. Ltd) dan dengan berubahnya status dan nama terminal menjadi Terminal PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) menjadi perhatian bagi PT. Humpuss Terminal Petikemas (Container) untuk ikut-ikutan menjual sahamnya kepada pihak asing (PT. Ocean Terminal Petikemas). Bila pada Terminal JICT penguasaan saham didominasi pengusaha asing maka pada Terminal TPK. KOJA penguasaan saham termial didominasi oleh Pelindo II (52,12%) sehingga status Terminal adalah Unit Usaha PELINDO II.

Yang kini menjadi pertanyaan bagaimanakah status karyawan yang direkurt PT. HTP, apakah mereka menjadi karyawan BUMN PELINDO II atau karyawan pembeli saham HTP. Secara phisikologi kejelasan status karyawan ini sangat mendorong motifasi dan loyalitas karyawan kepada perusahaan. Kita dapat mencermati status karyawan pada Terminal JICT yang kini di operasionalkan Hutchison Port Holding, group Grosbeak Pte. Ltd, karyawan berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SLTA) yang baru direkrut oleh JICT dihargai dengan upah sebesar delapan juta rupiah (Rp. 8.000.000,00) diluar premium bulanan dan bonus tahunan. Status mereka jelas, yang pensiun hasil rekrutan JICT akan diberikan pesangon lebih dari enam ratus juta rupiah (Rp. 600.000.000,00), mereka sangat termotivasi dan loyal pada perusahaan, mereka luar biasa alat yang tadinya warisan Perum Pelabuhan relatif sudah tua sampai saat ini masih gress. Bagaimana dengan operasional TPK. KOJA yang dinakhodai PELINDO II, sangat-sangat memperihatinkan. Untuk melaksanakan Delivery dua atau tiga Boxes Container pada saat ada kegiatan bongkaran dan muatan (eksport) butuh waktu delapan belas (18) jam mengeluarkannya dari Lapangan Terminal TPK. KOJA. Karena apa ? sebab sebahagian alatnya (RTG) yang dibeli oleh HTP tahun 1996 banyak rusak, maka proritas pelayanan fokus pada kegiatan bongkaran dan muat sementara Container yang berstatus SPPB numpuk dilapangan.

Hasil penelitian yang kami dapat dari dilapangan dengan menggunakan metode wawancara kepada para EMKL, petugas lapangan Terminal TPK. KOJA, JICT dan PT. MAL dan juga mengamati langsung kegiatan dilapangan dimulai dari Kantor P2, Seksi Administrasi Manifest, Staf Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) sampai Lapangan (Yard) Terminal kami nenemukan hal-hal sebagai berikut :
a. Menumpuknya Container Import di Lapangan (yard) TPK. KOJA dimana YOR dapat mencapai seratus sepuluh persen (110%) saat kedatangan kapal Generasi ke III atau ke IV dua unit sekaligus disebabkan beberapa faktor antara lain :
1) Banyak alat yang rusak (RTG).
2) Ratio luas lapangan kurang memadai di banding dengan panjang dermaga plus volume kunjungan kapal perbulan.
3) Container SPPB (delivery) banyak tertimbun di lapangan sehingga mengacaukan sistem perencanaan.
4) Pemindahan Lokasi Penimbunan Container ke Lapangan TPS PELINDO II dan atau TPS swasta di luar pelabuhan kurang berjalan lancar.
b. Penumpukan Container Import di Lapangan (yard) JICT dapat mencapai YOR 110% pada saat Terminal menerima kedatangan kapal Generasi ke tiga (3) empat (4) unit ) sekaligus disebabkan beberapa faktor antara lain :
1) YOR 85% yang ditetapkan Dirjen. Bea dan Cukai melalui Peraturan Direktur Jenderal Bea an Cukai Nomor: P-26/BC/2007 tanggal 30 Agustus 2007 Tentang Tatacara Pelaksanaan Pindah Lokasi Penimbunan Barang (Container) Impor yang Belum Selesai Kewajiban Pabeannya.
2) Container Impor berstatus SPPB mengendap di Lapangan sehingga pada saat melakukan kegiatan bonkaran di dermaga operator RTG banyak melakukan shifting guna mendapatkan ruang penumpukan.
3) Penumpukan pada kapasitas lapangan 95% menyulitkan alat (RTG) melakukan manuver pindah block karena ruang putaran roda RTG diisi Container.
4) Ongkos penumpukan dilapangan relatif murah dan tidak diberlakukan denda bagi Container SPPB sebgai penyebab Importi berlama-lama menimbun barangnya pada terminal.
c. Terminal PT. MAL. (Ex. SEGORO) Di Kade Nomor 115X kasusnya hampir sama dengan TPK. KOJA, yaitu Lapangan pendukung sangat sempit karena Terminal ini tadinya adalah Terminal General Purpose disulap menjadi Terminal Container.

KESIMPULAN :

1. Pada Terminal TPK. KOJA Jl. Timor No. 2 Koja Utara pelayan Delivery, Overdue sangat lambat terkesan macet karena Alat banyak yang rusak dan Lapangan (yard) sempit dan barang SPPB menumpuk di lapangan.
2. Tingginya YOR rata-rata yang ditetapkan mantan Derektur Jenderal Bea Dan Cukai sebesar 85% menyulitkan pihak Terminal JICT menghadapi lonjakan arus container yang tiap saat dapat booming.
3. Container SPPB yang tetap menumpuk dilapangan menyulitkan Terminal JICT mendapat ruang pada saat kegiatan bongkar dan muat (eksport).
4. Dengan YOR lapangan mencapai sembilan puluh persen (90%) akan berdampak negatif pada Terminal JICT karena banyak kegiatan shifting (pemborosan energy) dan melelahkan karyawan (tenaga kerja).
5. Pada Terminal PT. MAL di Kade 115X, kasusnya hampir mirip dengan UTP. KOJA yaitu: Lapangan (yard) sempit peralatan relatip tua akses masuk sempit.

SARAN.

1. Agar karyawan TPK. KOJA termotivasi dan loyal, seyogyanya status Karyawan dan Terminal di perjelas.
2. Luas Lapangan Penumpukan Terminal ditambah dan Alat yang rusak diganti, untuk melayani kegiatan delivery dan onerdue digunakan Reach Stackers karena mobil.
3. Container SPPB yang tetap menumpuk dilapangan segera dikenakan sanksi denda penumpukan sebesar 500% dari tarif dasar per hari sesuai dengan Keputusan Direksi Pelabuhan Indonesia II (Persero) Nomor: HK.56/1/14/PI-II-11.
4. Agar kegiatan di Terminal JICT cepat, lancar dan efisien (tidak boros), seyogyanya besaran YOR diperkecil sampai 60%.
5. Untuk Container SPPB yang tertimbun di Lapangan Penumpukan segera dipindah lokasikan atau dikenai denda sebesar 500% sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Pelabuhan Indonesia II (Persero).
6. Container Impor yang masih mengalami hambatan atas dokumennya (redress) seyogyanya memindahkan barangnya pada Lapangan TPS. PELINDO II karena tarif pelayanan yang diberlakukan relatif murah.
7. Pihak PELINDO II Cabang Tanjung Priok seyogyanya cepat mengurus ijin TPS (Lapangan 216X, Lapangan 217X Lapangan 218X, Lapangan 219X dan Lapangan 210X) pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai tanjung Priok agar dapat mengurang ekonomi biaya tinggi yang dipikul barang yang dibongkar pada pelabuhan Tanjung Priok.
8. Untuk menngatasi ekonomi biaya tinggi di pelabuhan Tanjung Priok (kemacetan, double handling, pungutan liar) seyogyanya Rencana pembangunan Pelabuhan Impian (Dream Port) dari Kali Baru atau Marunda menjorok ke tengah laut (reklamasi) dua juta (2.000.000) meter persegi segera diwujutkan.
9. Dalam kurun waktu menengah pendek pihak Bea dan Cukai pelabuhan Tanjung Priok seyogyanya jangan berpikiran sempit (mikro) tapi hendaknya berpikir secara agregat seperti menarik “ benang dari tepung” benangnya dapat diambil tepungnya tidak tumpah.


Demikian tulisan ini kami sampaikan kepada Pemerintah Pengambil Keputusan kiranya tulisan ini bermanfaat karena tulisan ini kami buat berdasarkan kondisi yang kami teliti secara langsung di lapangan. Kesimpulan dan saran yang kami sampaikan dapat dilaksanakan, penelitian ini sengaja kami lakukan karena kecintaan kami pada Pelabuhan Tanjung Priok pusat distribusi perdagangan terbesar di Indonesia.



Dari kami,



BELGHUTAI.

Selasa, 21 Juni 2011

SEKSI ADMINISTRASI MANIFEST KANTOR BEA DAN CUKAI PELABUHAN TG. PRIOK PENGHAMBAT KEGIATAN CONTAINER PINDAH LOKASI KE LAPANGAN PELINDO II

Upaya Container Pindah Lokasi (overdue) yang dilaksanakan Terminal Container dari Terminal TPK. KOJA, PT. JICT, Terminal TBB, PT. MAL dan Terminal Regional Harbour (RH) bukan prinsif suatu pelabuhan. Tapi karena keterbatasan Lapangan (yard) suatu terminal seperti Terminal PT. Mustika Alam Lestari (MAL), Terminal Besi Bekas (TBB), Terminal Petikemas KOJA, dan Terminal Jakarta International Container Terminal (JICT) maka Container Pindah Lokasi (Overdue) dilaksanakan agar kapasitas Lapangan tidak mencapai YOR yang memungkinkan terjadinya stagnan. Kenyataannya pelaksanaan Container Pindah Lokasi pada Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang dikelola PELINDO II Cabang Tanjung Priok tidak mulus, untuk menyelesaikan clearence Dokumen Container Pindah Lokasi Penumpukan (PLP) butuh waktu sembilan puluh enam (96) jam dengan rincian, di kantor P2 Bea dan Cukai 12 Jam dan pada Kantor Seksi Administrasi Manifest dapat mencapai delapan puluh empat (84) jam modusnya mungkin karena Container yang masuk pada Lapangan PELINDO II tidak menyediakan dana pengurusan sementara pada TPS swasta yang memasang tarif yang relatif tinggi pengurusannya sangat lancar paling lama 18 jam ada apa dibalik itu.

Menurut informasi yang kami dapat di lapangan, bahwa saudara Ilham dan Handoko sengaja memperlambat selesainya dokumen PLP agar Importir/ EMKL relasi mereka dapat segera mengurus SPBB Container. Dengan dikeluarkannya SPBB dari Kantor Bea dan Cukai maka Container Impor yang di timbun pada Lapangan Terminal tidak dapat dipindahkan sementara kapasitas lapangan telah meningkat sampai seratus persen (100%) sehingga kegiatan muat, bongkar, dan delivery terganggu (macet).

Atas dasar pengamatan kami situasi dan kondisi apapun yang terjadi di Terminal Khusus Container tidak menjadi perhatian bagi Ilham, Handoko dan Achmad Fatoni selaku kepala seksi yang membawahi ke dua oknum Bea dan Cukai tersebut. Mungkin Achmad Fatoni dan stafnya terlalu lama di seksi administrasi manifest sehingga dimungkinkan punya jaringan khusus dengan pemilik TPS swasta di dalam maupun di luar pelabuhan. Selain itu, Handoko dan Achmad Fatoni diperkirakan juga punya hubungan kuat dengan para Importir karena kedua oknum tersebut jarang ada ditempat tetapi lebih banyak diluar kantor.


Pengamat,


J A M U K A

Sabtu, 04 Juni 2011

TPK. KOJA

Awalnya, di tahun 1991 pembangunan Terminal Petikemas Koja dikawasan sampur Jakarta Utara kurang disepakati oleh para Direksi PT. PELINDO II pada waktu itu, idealnya pembangunan Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Priok berskala mega proyek adalah kearah laut dengan jalan melakukan reklamasi jauh menjorok ketengah laut sampai memperoleh luas ruang sesuai kebutuhan.
Ide yang brilian itu disalah artikan oleh penguasa Rejim Orde Baru, penggantian para direksi dilaksanakan, Direktur Utama yang sudah malang melintang di pelabuhan, menguasai ilmu ekonomi dan ekonomi kepelabuhanan digantikan oleh Amir Harbani tadinya berkecimpung pada usaha transportasi perkereta apian yang tiap tahun rugi melulu. Setelah melalui perundingan yang alot para penduduk yang telah bermukim di Kelurahan Koja Utara sejak jaman penjajahan Belanda, terpaksa rela digusur dari tanah HPL pemerintah itu takut dituduh “penghambat pembangunan” ekonomi Negara.
Setelah lima ribu lima ratus kepala keluarga tergusur dari pemukiman turun temurun mereka di Koja Utara, pembangunan pelabuhan Terminal Petikemas Koja oleh PT. (Persero) PELABUHAN INDONESIA II berafiliasi (patungan) dengan PT. Humpuss Terminal Petikemas.

Rencana pembangunan Terminal Petikemas Koja berskala Mega Proyek diatas lahan lebih kurang 115 Hektar hanya janji kosong, karena dimulai dari Pemerintahan Rejim Orde Baru sampai Pemerintahan Rejim Reformasih jilid dua, lahan yang digunakan Terminal Petikemas Koja untuk peperluan dermaga, apron dan lapangan penumpukan Petikemas Import dan Eksport 21,80 Hektar dengan panjang dermaga 650 Meter. Padahal bila management PELINDO II memahami Ilmu Ekonomi Perusahaan, Ilmu Ekonomi Mikro dan Ekonomi pembangunan, tentu mendahulukan mana yang perioritas dan mana yang kemudian, mana yang memberi kemanfaatan menengah pendek dan mana yang jangka panjang. Mestinya PELINDO II membangun Terminal Petikemas Koja berskala Mega Proyek dengan panjang dermaga 1.800 Meter (Kalimati Koja - dermaga Pertamina) dengan luas Lapangan 105 Hektar didukung empat (4) unit Gudang CFS dan kelengkapan fasilitas pendukung operasional terminal, tidak menghamburkan dana kurang dari trilinnan rupiah untuk membebaskan lahan ratusan hektar di Bojonegoro yang kini menjadi tidak jelas karena setengahnya kembali dihuni masyarakat. Bila kita hitung cost of capital (biaya modal) dari uang yang tertanam di Banten itu selama 15 tahun, berapa kerugian yang dipikul PT. (Persero) PELABUHAN INDONESIA II (Pemerintah). Bila dana pembebasan Lahan Bojonegoro di investasikan untuk membangun TERMINAL PETIKEMAS KOJA diatas lahan 115 Hektar, maka keuntungan yang didapat selama lima belas (15) tahun minimal mencapai Sembilan puluh (90) triliun rupiah, dan Petikemas tidak perlu acak-acakan di pindah lokasikan (overbrengen) sampai ke tanah merdeka Kali Baru dan Jalan Yos Sudarso Plumpang. Atas dasar kebiasaan perilaku pejabat di Indonesia yang menduduki rating ke 5 Negara terkorup di dunia dan nomor satu (1) di Asia Pasifik, bahwa pembelian barang dan pemberian pekerjaan milik Pemerintah atau BUMN/BUMD sarat dengan muatan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Banyak BUMN/BUMD yang masuk alam kancah persaingan usaha gulung tikar bila tidak disubsidi pemerintah, sementara para pejabatnya hidup serba berkecukupan.

Terminal Petikemas Koja terletak diatas lahan Kelurahan Koja Utara yang tadinya punya lahan cadangan sembilan puluh (90) hektar, kini tinggal kenangan lahannya sebahagian besar telah usahakan oleh PT. AKR, Pertamina Pemasaran III, dan perluasan dan pengembangan PT. Jakarta International Container Terminal (JICT).
Kini TPK. KOJA perusahaan patungan antara PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II dengan PT. Ocean Terminal Petikemas merasa kesulitan menghadapi lonjakan arus Container Import dan Eksport, itu ditandai dengan tingginya YOR lapangan dapat mencapai 105% bila Terminal menerima 2 unit Container Mother Vessel. Untuk mengurang beban lapangan ini, upaya Delivery (uitslagh) dan Pindah Lokasi (Overbreengen) diupayakan hari per hari namun kenyataannya kurang efektif karena ratio Rubber Tyred Gantry Cranes (RTG) kurang sesuai dengan volume kegiatan di lapangan dan RTG pada umumnya sudah tua banyak yang rusak. Agar pelayanan di TPK. KOJA cepat, lancar dan murah, disarankan kepada terminal pada saat menerima bongkaran Kapal Container Generasi ke IV - V terminal harus berani investasi peremajaan alat atau paling tidak menyewa Super Stacker 2 sampai 3 unit tiap kegiatan yang bersamaan (bongkar/muat, delivery dan overbreengen).




Dari kami pengamat,



B E L G H U T A I

BEA DAN CUKAI TANJUNG PRIOK

Sejak Departemen Keuangan di Nakhodai DR. Sri Mulyani, PHD tahun 2009, banyak terobosan dan reformasi yang dilakukan oleh beliau pada lembaga keuangan Negara ini, Direkorat Pajak, Direktorat Bea dan Cukai dan Lembaga perbankan di reformasi itu ditandai dengan penangkapan beberapa sataf Bea dan Cukai di pelabuhan Tanjung Priok. Upaya meningkatkan pendapatan via pajak, bea, cukai dan pendapatan Negara non pajak terus beliau dorong agar target Anggaran Pendapatan Belanja Negara tercapai. Upaya dan kerja keras Menteri Keuangan Sri Mulyani patut kita acungkan jempol, karena dalam ketegaran dan kecerdasan beliau, beliau rela menanggalkan jabatan Menteri Keuangan sebagai akibat dari kesalahan yang belum tentu dia lakukan.

Ketika Doktor Sri Mulyani meninggalkan Negara yang dia cintai, masih terasa sisa kerja kerasnya, Petugas Pajak relative cepat melakukan pelayanan, petugas Bea dan cukai khususnya di Pelabuhan Utama Tanjung Priok belum berani meminta uang pelicin kepada perusahaan atau individu yang mengurus pengeluaran barang import dari pelabhan Tanjung Priok.
Lebih kurang setahun telah berlu setelah kepergian Sri Mulyani, penyakit lama yang telah ada sejak jaman Purba kembali kambuh, kolusi penggelapan pajak mulai marak, pungutan liar yang dilaksanakan staf dan Bea dan Cukai Tanjung Priok mulai terasa menyakitkan kata petugas ekpedisi.

Atas dasar pengakuan dari beberapa oknum tersebut, kami melakukan penelitian pada skop yang lebih kecil yaitu proses pemindah lokasian Container Import dari Terminal PT. MAL, PT. Tempuran Mas, PT. Jakarta International Container Terminal dan TPK. KOJA. Pada kesempatan ini, pembaca perlu mengetahui secara mendetail bahwa dilakukannya Pemindah Lokasian Container Impor yang masih dibawah pengawasan pabean, karena keterbatasan luas lapangan (yard) penimbunan Container pada Terminal. Idealnya untuk satu terminal YOR lapangan mestinya enampuluh lima persen (65%) dari kapasitas lapangan terpasang agar manuver masuk dan keluar Container tidak terhambat, bila YOR telah mencapai 80% ketika ada eksport dan bongkaran Container maka situasinya pasti akan menghambat gerakan Container Uitlagh (delivery) dan tempat penumpukan Container pasti acak-acakan. Agar kemungkinan lapangan (yard) tidak stagnan maka Container Pindah Lokasi (Overbrengen) dilakukan pada depo Container (TPS) yang telah mendapat ijin dari kantor Bea dan Cukai pelabuhan Tanjung Priok yang letaknya jauh di luar pelabuhan, misalnya PT. Airin, PT. Transporindo di Kali Baru dan beberapa perusahaan DP3 di Jalan Yos Sudarso.

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II sebagai operator tunggal di pelabuhan Tanjung Priok sangat berkepentingan melancarkan arus barang (Container/Gc), itu ditandai dengan membuka Lapangan TPS. 207X Timur, 215X, dan Lapangan TPS 106X Utara tempat penimbunan Container Impor yang belum menyelesaikam pabean, sementara lahan Koja Utara yang yang tadinya diperuntukkan pembangunan Gudang CFS dan Lapangan Penumpukan Container kini digunakan untuk penimbunan Kimia Cair dan perluasan Perkantoran Pertamina.

Pemindah Lokasian Container Import dari PT. JICT, PT. MAL, PT. Tempuran Mas dan TPK. KOJA harus dilakukan bila YOR lapangan (yard) telah mencapai diatas 85% berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor. P-26/BC/2007 tanggal 30 Agustus 2007. Kita asumsikan Terminal JICT dan TPK. KOJA, ketika YOR lapangan telah mencapai delapan puluh persen (80%) dan terminal akan melayani tiga (3) unit Mother Ship Container generasi ke empat, maka terminal akan pontang panting melakukan shifting guna menyediakan ruang penimbunan Container bongkaran dan muatan. Situasi kritis tersebut mesti diselesaikan dengan upaya pemindah lokasian Container bongkaran dari terminal-terminal internasional ke Lapangan TPS yang berada diseputar pelabuhan Tanjung Priok.

Ketika pihak Operator Pelabuhan perusahaan plat merah berinisiatif membangun lapangan penumpukan Container Impor dengan kelengkapan fasilitasnya, pihak Kantor Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok kurang menyambut dengan baik, itu ditandai dengan tertundanya ijin TPS dari beberapa lapangan milik Pelindo II yang berstandar TPS dan lokasi ideal. Pihak Bea dan Cukai mulai dari Kepala Kantor sampai Kepala Seksi Administrasi Manifest Achmad Fatoni, Handoyo dan Ilham terkesan arogan dan mempersulit proses penyelesaian dokumen (PLP) yang dikerjakan oleh Pelindo II tetapi bila penarikan Container Pindah Lokasi yang dilaksanakan oleh pengusaha swasta DP3 (TPS) di luar pelabuhan prosesnya sangat lancar dan cepat, yang menjadi pertanyaan ada apa dibalik itu.

Untuk menyelesaikan penarikan Container Pindah Lokasi dari JICT, PT. MAL dan TPK. KOJA para pengusaha harus merogoh koceknya untuk para petugas Bea dan Cukai di mulai dari pengambilan Segel Kuning dan PLP harus membayar pada hangar Bea dan Cukai Terminal asal sebesar lima belas ribu rupiah (Rp. 15.000,) per Container. Mencetak SP2 (Tila) di biling Terminal, diharuskan membayar sepuluh sampai dua puluh ribu rupiah (Rp. 20.000,-) per Container. Pada gate out, pagi sampai siang pengusaha harus membayar sepuluh ribu (Rp.10.000,-) per Container, diatas pukul 17.00 petugas Bea dan Cukai Gate mewajibkan membayar sebesar lima belas ribu rupiah (Rp. 15.000,-) per Container alasannya lembur, apa pemerintah tidak sanggup membayar lembur petugas Bea dan Cukai ini. Pada lapangan TPS tempat menerima Container Pindah Lokasi, para pengusaha diwajibkan membayar lima belas ribu rupiah per Container lagi-lagi alasan lembur.

Bila seperti ini mental para pegawai Bea dan Cukai sebaiknya dipindahkan saja ke Pulau Irian untuk penggojlokan menthal karena mereka rata-rata terlalu lama di pelabuhan Tanjung Priok bahkan ada yang sudah lebih dari lima tahun.

Dari pengamat


C H A G A D A I

Selasa, 12 April 2011

BILA AKU JADI DIREKTUR UTAMA PT. PELINDO II

Setelah selesai saya dilantik Menteri BUMN, saya akan melakukan rapat kordinasi dan inventarisasi dengan para direksi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II dengan agenda rapat sebagai berikut :
1. Untuk mengumpulkan para General manager Cabang Pelabuhan Pelindo II
2. Menerima laporan langsung dari para General Manager Cabang Pelabuhan tentang jumlah fasiitas yang dimiliki, trend pertumbuhan arus barang, hubungan dengan para pengusaha pengguna jasa kepelabuhanan, Pemerintah Daerah dan peta kekuatan sumber daya manusia yang dimiliki.
3. Menetapkan target pencapaian usaha dan mengevaluasi visi dan misi perusahaan sampai lima tahun mendatang.

Kepada para manager ditetapkan target pencapaian usaha (pendapatan) mulai diterbitkannya surat sampai akhir tahun berjalan, selain itu kepada para General Manager dimintai ide-ide brilian utuk meningkatkan efisiensi pelayanan berkorelasi dengan peningkatan pendapatan perusahaan. Bagi General Manager yang berprestasi (pendapatan melampaui target yang ditetapkan), jujur, bersih dan bermoral tinggi akan diberikan penghargaan/hadiah (reward) dan bagi general Manager yang tidak berprestasi dan suka menerima suap dari pengusaha jasa pelabuhanan akan diberikan hukuman (punishment) di lantai tujuhkan menjadi staf direksi.

Untuk pelabuhan kelas satu seperti Palembang, Panjang khususnya pelabuhan Tanjung Priok langsung dibawah pengawasan saya selaku Direktur Utama PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Pada pelabuhan Tanjung Priok, saya bersama dengan Direktur Usaha dan General Manager pelabuhan, akan melakukan invetarisir seluruh asset cabang tanjung priok mulai dari; luas dan kedalaman kolam pelabuhan, luas daerah labuh jangkar, panjang dermaga, jumlah gudang dan luasnya, jumlah lapangan dan luasnya, jumlah lahan yang disewakan kepada para pengusaha dan berapa luas yang didayagunakan untuk kepentingan pelayanan kepelabuhanan (lapangan dan pergudangan), untuk perbaikan kapal, untuk industry pabrikasi, dan untuk pelayanan migas. Setelah itu dibuatkan pemetaan lahan serta penyewanya mulai dari sebelah Timur dimulai dari kali baru, lahan yang disewa PT. Dharma Karya Perdana, Lahan yang disewa PT. Estern Pelymer, lahan Koja bhari III, lahan yang disewa PT. Airin (anak perusahaan Koja Bahari), lahan yang disewa PT. Bogasari fluor mill Tbk, lahan yang disewa Pertamina (persero), dan lahan Koja Utara yang disewa PT. Graha Segara, PT. Aneka Kimia Raya (AKR), lahan yang disewa PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) sebelah Timur Koja Kanal, lahan yang dikuasai Mbah Priok, dan lahan sebelah selatan lahan Mbah Priok. Sebelah Barat dimulai dari Lahan yang di sewa PT. Eka Nuri Jl. Ancol Timur, lahan yang disewa PT. Eka Nuri sebelah selatan Kantor Pengerukan, lahan PT. Sindulang dan Harapan Jaya sebelah Timur Kantor Pengerukan, Lahan di Jl. Industri II sebelah Timur Kali Japat, lahan di Jl. Industri I dimulai dari Pabrik Cat Nippon Paoint, Lahan yang dikontrak PT. Koja Bahari I, Lahan yang dikontrak PT. Eka Nuri, Lahan yang dikontrak PT. Bimoli, lahan yang dikontrak oleh PT. Pulau Kuda Laut, lahan ex. Inggom Shipyard (diusahakan PT. MTI), lahan yang berada di Jl. Paliat, lahan yang dikontrak Yon Air, lahan ex. arung samudra, lahan PT. Cetot, lahan yang dikontrak KOTERM (AD) Jl. Padamarang dan seluruh lahan perkantoran lingkungan kerja pelabuhan Tanjung Priok.
Kemudian saya akan membuat rencana (study kelaiyakan) pembangunan “pelabuhan impian” (dream port) dimulai dari Kali Baru menjorok ke tengah laut (reklamasi) dengan luas darat 200 hektar dan pembangunan lahan Koja Utara menjadi Lapangan penumpukan Petikemas Impor berstatus Jalur Hijau dan Jalur Merah guna meningkatkan pelayanan dan pendapatan (profit) usaha dengan lebih dahulu melaksanakan kordinasi dan kerjasama dengan :
1. Melakukan kordinasi dan kerja sama dengan Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta guna kelancaran arus barang dan Petikemas dari pelabuhan sampai ke gudang penerima atau sebaliknya.
2. Kerja sama dengan pihak PT. Bina Marga guna pembangunan Tol akses masuk pelabuhan Tanjung Priok.
3. Mendorong pihak Pemerintah Pusat (Departemen Perhubungan dan Bapenas) agar segera membangun pelabuhan “impian” menjorok kearah laut (reklamasi) mulai dari Kali Baru sampai tengah laut dengan luas lebih kurang dua ratus hektar dengan panjang dermaga lima puluh ribu meter dengan lebar apron tiga puluh meter jalan.
4. Saya akan melakukan kerja sama dengan Direktur Utama PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) agar semua Petikemas Impor Jalur Hijau yang telah lebih lima hari penumpukannya di Lapangan (CY) PT. JICT akan dipindahkan kelapangan No. 200X atau ke Lapangan No. 201X.
5. Melaksanakan kerjasama dengan Durektur Jendral Bea dan Cukai agar YOR tiap terminal dipertahankan tujuh puluh lima persen (75%), lebih dari itu Petikemas Impor harus dipindah Lokasikan ke Lapangan Nomor. 200X, Nomor. 201X dan lapangan Penumpukan Petikemas di Lapangan Lini II lingkungan kerja pelabuhan Tanjung Priok, sementara Lapangan Nomor. 202X (Ex. Graha Segara) tetap dipertahankan sebagai Lapangan Petikemas Impor Jalur Merah.

Pemetaan (inventarisasi) pelabuhan Tanjung Priok selesai satu bulan dilanjutkan dengan pendidikan pelatihan SDM di Singapura dan dalam negeri tiga bulan, study kelaikan selesai tiga bulan dan rapat koordinasi diselesaikan satu bulan. Bulan kedua setelah pemetaan tanah diselesaikan, maka standar harga persewaan tanah luar dan tanah dalam lingkugan kerja pelabuhan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II tentu setelah mendapat rekomendasi persetujuan dari Menteri BUMN dan Menteri Keuangan Republik Indonesia. Tanah Luar sebelah Timur mulai dari Kali Baru sampai Kali Kresek (Bogasari) diharga tiga dolar amerika serikat (U$.3.00) per meter per bulan. Tanah dalam mulai dari Kali Kresek sampai Jalan Timor pelabuhan Tanjung Priok dihargai empat dolar amerika serikat (U$.4.00) per meter perbulan (Pertamina PT. Graha Segara dan PT. AKR). Dari Jalan Timor ke sebelah Barat sampai ke jalan Sulawesi dihargai empat setengah dolar amerika serikat (U$.4.50) per meter per bulan. Dari Jalan Sulawesi Barat (PT. Dwipa dan Kolinlamil) sampai kantor Kins Bea & Cukai, dihargai lima dolar amerika serikat (U$.5.00) per meter per bulan. Tanah mulai dari Kantor Pusat dan Cabang Pelindo II ke Barat dimulai dari Lapangan PT. Adi Purusa sampai Jl. Padamarang Timur dihargai lima dolar amerika serikat (U$.5.00) per meter per bulan, Tanah jalan Pademarang Barat sampai Kantor Batalion Yon Air ke Utara dihargai empat dolar amerika serikat (U$.4.00) per meter per bulan. Tanah dari Jalan paliat sampai ke Jalan Industri II (Kali Japat) dihargai tiga setengan (U$.3,5) dolar amerika serikat (U$.3.50)per meter per bulan. Tanah yang terletak pada Kali Japat Barat (PT. Sindulang, PT. Harapan Jaya sampai pada lahan yang terletak di Jalan Ancol Timur (PT. Eka Nuri, PT. Karya Tara Cemara Indah) dihargai tiga dolar amerika serikat (U$.3.00) per meter per bulan. Harga tanah dimaksud diatas belum termasuk biaya administrasi 0,5% PPN sebesar 10%, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tiap tahun dibayarkan oleh para penyewa. Besaran harga kontrak/sewa tanah terstandar yang ditawarkan managemet Pelindo II ini sudah kompetitif bila merujuk pada harga tanah per meter yang ditawarkan oleh negara Malaysia, Singapura dan Miyanmar. Tanah yang telah terlanjur disewakan dengan harga murah (Dharma Karya Perdana, PT. Airin, Estern Polymer, Bogasari, Pertamina, PT. AKR, PT. Graha Segara, PT. JICT, PT. Dwipa, PT. Samin. PT. Agung Raya, PT. Adi Phurusa, Koterm, Yon Air, PT. Koja Bahari 1, Nippont Paint, PT. Bimoli, PT. DKF, PT. Wiyata, PT. Daya Radar, PT. Eka Nuri Kali Japat, PT. Sindulang Hondot, PT. Harapan Jaya, PT. Eka Nuri dan PT. Karya Tara Cemara Indah Ancol Timur) segera di addendum, harganya disesuaikan dengan harga standar yang telah ditetapkan. Keputusan dan tindakan menaikan harga kontrak tanah ini, pasti akan mendapat tantang dari para pengontrak (pengusaha) yang sudah lama keenakan menikmati sewa tanah yang rendah dipelabuhan. Tantangan ini akan dihadapi dengan tegar karena saya berperinsif bahwa tindakan yang dilakukan ini semata untuk kepentingan Negara dan Perusahaan.

Bulan keenam setelah study kalayakan pembangunan pelabuhan “impian” diserahkan pada pemerintah (Menteri BUMN/Bapenas), pendidikan dan pelatihan para SDM selesai, dengan berpedoman pada kekuatan, ancaman, kesempatan/peluang dan kelemahan perusahaan saya akan membangun tanah Koja Utara menjadi Lapangan Penumpukan Petikemas import dan tiga unit Gudang CFS. Lahan sebelah Utara Mbah Priok dengan luas lebh kurang empat puluh hektar akan dibangun Lapangan penumpukan Petikemas Jalur Hijau dan Jalur Merah, lahan sebelah Utara, diserahkan pada PT. JICT untuk perpanjangan dermaga. Lahan sebelah Selatan Mbah Priok sampai Jl. Raya Cilincing dibangun Lapangan Penumpukan Petikemas dan tiga Unit Gudang CFS (2 x 75 x 40 m). Untuk mendapatkan ruang yang lebih luas, lahan yang menamakan dirinya Mbah Priok dikurang menjadi dua hektar. Saya dan tim akan bernegosiasi dengan habib penggarap lahan ini, saya yakin bila pewaris lahan garapan ini diberi ganti rugi miliaran rupiah dan lahan ini digunakan untuk pembangunan Lapangan Penumpukan Petikemas dan Gudang CFS milik Pemerintah yang diusahakan Pelindo II Cabang Tanjung Priok, maka pihak habib (penggarap) akan menyerahkan lahan dengan lapang dada. Bila tadinya lahan Mbah Priok kurang dari sembilan hektar dijadikan sekitar dua hektar sehingga lahan yang akan digunakan membangun Lapangan Penumpukan Petikemas Impor Nomor: 201X dan tiga unit Gudang CFS menjadi dua puluh delapan hektar. Lapangan Nomor 202X (Graha Segara) tidak akan saya kontrakan lagi karena lapangan ini merupakan salah satu Mesin Uang Cabang Tanjung Priok dan akan tetap digunakan sebagai Lapangan penerima Petikemas Impor status Jalur Merah. Lapangan Nomor 203X (Aneka Kimia Raya) belum dapat dioperasionalkan untuk menerima Petikemas Impor karena kontraknya sedang berjalan, tapi besaran sewa kontrak per bulan atau pertahun akan disesuaikan menjadi empat puluh delapan dolar amerika serikat (U$. 48.00) per Meter per Tahun.
Bersamaan dengan pembangunan Lapangan 201X, dibangun (remodelin/konfigurasi) pula lapangan penumpukan Petikemas pada daerah lini dua lingkungan kerja pelabuhan Tanjung Priok dengan cara membongkar semua kantor swasta atau pemerintah yang posisinya terletak sebelah selatan Jl. Raya Pelabuhan (kecuali kantor Bea dan Cukai). Semua petikenas kosong (empty container) yang selama ini ditimbun di lapangan lini satu dan lini dua pelabuhan, dikeluarkan, ditumpuk pada depo petikemas kosong diluar pelabuhan karena petikemas kosong bukan barang niaga melainkan sampah.
Sementara pembangunan Lapangan No. 200X, Lapangan Np. 201X, Lapangan Nomor. 202X (Graha Segara) dan Lapangan Lini dua pelabuhan Tanjung Priok dilaksanakan, kontrak Lapangan No. 203X (AKR) di addendum harganya menjadi empat puluh delapan dolar amerika serikat (U$.48.00) per Meter per Tahun, selanjutnya bila kontrak lahan berakhir, maka kontrak lapangan ini tidak diperpanjang lagi karena tidak sesuai dengan peruntukannya. Lahan yang terlanjur dikontrak Pertamina (Persero), akan ditinjau kembali luasnya, kerena pendayagunaannya tidak optimal dan tidak sesuai peruntukannya.

Pada bulan ke delapan setelah rencana dan program saya berjalan, saya akan menghitung pendapatan perusahaan (PT. PELINDO II) khususnya dari lingkungan kerja dan lingkungan kepentingan Pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan kelas satu mulai dari pelabuhan Sunda Kelapa, pelabuhan Banten, pelabuhan Panjang, pelabuhan Palembang, pelabuhan Cirebon, pelabuhan Pontianak dan seterusnya urusan pendapatannya dan pelayanan saya serahkan pada Direktur Usaha, Direktur Keuangan, dan Direktur Umum Personalia untuk menetapkan misi dan target laba usaha perusahaan, tingkat pelayanan efisien dan cita rasa yang patut.
PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) yang tadinya berasal dari Divisi Usaha Terminal (DUT) Cabang Tanjung Priok pada awalnya didirikan bukan semata untuk mencari keuntungan (laba), melainkan diperioritaskan sebagai stabilisator kegiatan bongkar/muat di pelabuhan Tanjung Priok. Kini PT. MTI telah diproklamirkan tahun dua ribuan sebagai anak perusahaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Bila tadinya MTI (DUT) terbatas bergerak pada usaha bongkar/muat barang/petikemas di pelabuhan Tanjung Priok, kini mengembangkan usaha pada bidang freight forwarding (penanganan/pengiriman barang) antar pulau/nusantara dan atau luar negeri. Setelah saya analisis core bisnis dan diversivikasi usaha MTI, saya melihat ada manipulasi/penyimpangan usaha yang seharusnya tidak dilakukan management MTI. Saya akan membatalkan kegiatan persewaan tanah/lapangan penumpukan barang di pelabuhan daerah Lini Satu atau Lini Dua yang dilaksanakan oleh MTI. Saya akan membatasi lahan yang dioperasionalkan MTI seperti Terminal Petikemas PT. Mustika Alam Lestari (MAL), lahan ex. PT Inggom Shipyard, Lapangan Nomor 215X semua akan saya serahkan pada Cabang Tanjung Priok pengusahaannya agar memudahkan pengendalian dan pengawasan operasionalnya.

Dari investasi sebesar “dua ratus enambelas miliar delapan ratus dua puluh juta rupiah (Rp. 216.820.000.000,00) yang saya gunakan untuk membangun Lapangan penumpukan Petikemas status Jalur Hijau dan Merah Nomor; 200X sebelah Utara lahan Mbah Priok, perusahaan (Pelindo II) akan memperoleh margin net “lima ratus sembilan puluh tujuh miliar seratus empat puluh juta rupiah” (Rp. 597.140.000.000,00) sudah termasuk mengeluarkan biaya intertain, biaya management dan bonus karyawan seribu persen dari pendapatan diluar premi (insentif) karyawan.
Investasi pembangunan Lapangan Nomor; 201X (Graha Segara) untuk pengcoran lantai Lapangan dan pengadaan perkantoran butuh dana “dua puluh lima miliar rupiah (Rp. 25.000.000.000,00) dengan return on (laba bersih sebelum pajak) “delapan puluh miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah” (Rp. 80.750.000.000,00) per tahun sudah termasuk pembayaran bonus karyawan 1000 persen dari gaji dan tunjangan, intertain, dan biaya management.
Investasi yang digunakan untuk membangun Lapangan Nomor 202X dan tiga (3) unit Gudang CFS di lahan sebelah Selatan Mbah Priok, butuh dana sebesar “dua ratus lima belas miliar rupiah” (Rp. 215.000.000.000,00) sudah termasuk pengadaan perkantoran, tiga (3) unit Reach Stackers, dan enam (6) unit Forklift kap. 2,5 Ton. Laba bersih minimal yang saya hitung dari Lapangan ini (No. 202X) sebesar “dua ratus dua puluh miliar dua ratus lima puluh juta (Rp. 220.250.000.000,00) per tahun didapat setelah membayar bonus karyawan sebesar 1000 persen dari gaji dan tunjangan, biaya management dan biaya intertain. Dari Lapangan Nomor; 203X (PT. AKR), perusahaan (Pelindo II) akan menerima uang kontrak lahan per tahun sebesar 130.000 meter persegi dikali US.48.00 dikurang rupiah yang telah diterima dimuka.
Bila total investasi yang saya gunakan untuk membangun tiga (3) Unit lapangan dan fasilitasnya sebesar “empat ratus lima puluh enam miliar delapan ratus dua puluh juta rupiah” (Rp. 456.820.000.000,00) dengan diimbangi perolehan laba bersih “delapan ratus sembilan puluh delapan miliar seratus empat puluh juta rupiah” (Rp. 898.140.000.000,00) ditambahkan dengan akumulasi penyusutan lapangan, gudang, alat, perkantoran dan perlengkapannya.

Lapangan penumpukan Petikemas di wilayah Lini Satu pelabuhan Tanjung Priok diatur secara saksama, sebelah Barat birai Kolam Pelabuhan Dua sampai Regional Garbur (005, 006, 007) menerima penumpukan Petikemas Interinsule dan Lokal. Sebelah Timur birai Kolam Pelabuhan Dua sampai lapangan sebelah Barat birai Timur Kolam Pelabuhan Tiga, digunakan untuk penumpukan Petikemas/Cargo samudra dekat dan samudra jauh. Lapangan Lini Dua di mulai dari Lapngan Nomor; 106X, Lapangan Nomor; 107X (Ex. Pos IV), Lapangan Nomor: 108X (Ex. Kantor KP3, Kantor Djakarta Lloyd, Gedung Arsip), Lapangan Nomor; 116X, 117X, 118X, digunakan untuk penumpukan Petikemas Interinsulair. Lapangan Nomor; 119X (Kantor Djakarta Lloyd, Pulau Laut), Lapangan Nomor: 215X (Ex. MTI) jangka menengah panjang direncanakan untuk penumpukan Petikemas Impor, sementara untuk Lapangan MKT (PosIX), Lapangan PT. Swipa, dan Lapangan PT. Agung Raya kontrak per meter per tahun disesuaikan menjadi US.$. 60.00 (enam puluh dolar amerika serikat) per meter per tahunnya.
Dengan kekuatan dan peluang yang saya miliki, maka saya akan mengerahkan dan memotifasi seluruh sumber daya manusia yang ada di kantor Pusat dan Cabang Tanjung Priok untuk menangani Petikemas pindah lokasi dari PT. JICT dan TP. KOJA, saya percaya bahwa SDM yang dimiliki oleh Cabang Tanjung Priok dan Kantor Pusat merupakan SDM yang sangat handal dan terlatih. Mereka mampu mengerjakan apapun bentuk usaha kepelabuhanan asal diberi kesempatan dan kepercayaan pasti menghasilkan profit.
Setiap rupiah uang pelabuhan yang saya keluarkan untuk usaha dan atau untuk investasi, harus saya pertanggung jawabkan besaran return on (profit) yang didapat dari pembelanjaan dana perusahaan. Visi, misi, dan target yang saya tetapkan pasti akan berhasil karena dukungan dari semua karyawan PT. Pelindo II yang saya cintai dan kami akan berjuang bersama, bekerja sama bahu membahu dilapangan, Insya Allah, Tuhan akan menolong kami.


Wassalam…


MUKHALI.