Sabtu, 04 Juni 2011

BEA DAN CUKAI TANJUNG PRIOK

Sejak Departemen Keuangan di Nakhodai DR. Sri Mulyani, PHD tahun 2009, banyak terobosan dan reformasi yang dilakukan oleh beliau pada lembaga keuangan Negara ini, Direkorat Pajak, Direktorat Bea dan Cukai dan Lembaga perbankan di reformasi itu ditandai dengan penangkapan beberapa sataf Bea dan Cukai di pelabuhan Tanjung Priok. Upaya meningkatkan pendapatan via pajak, bea, cukai dan pendapatan Negara non pajak terus beliau dorong agar target Anggaran Pendapatan Belanja Negara tercapai. Upaya dan kerja keras Menteri Keuangan Sri Mulyani patut kita acungkan jempol, karena dalam ketegaran dan kecerdasan beliau, beliau rela menanggalkan jabatan Menteri Keuangan sebagai akibat dari kesalahan yang belum tentu dia lakukan.

Ketika Doktor Sri Mulyani meninggalkan Negara yang dia cintai, masih terasa sisa kerja kerasnya, Petugas Pajak relative cepat melakukan pelayanan, petugas Bea dan cukai khususnya di Pelabuhan Utama Tanjung Priok belum berani meminta uang pelicin kepada perusahaan atau individu yang mengurus pengeluaran barang import dari pelabhan Tanjung Priok.
Lebih kurang setahun telah berlu setelah kepergian Sri Mulyani, penyakit lama yang telah ada sejak jaman Purba kembali kambuh, kolusi penggelapan pajak mulai marak, pungutan liar yang dilaksanakan staf dan Bea dan Cukai Tanjung Priok mulai terasa menyakitkan kata petugas ekpedisi.

Atas dasar pengakuan dari beberapa oknum tersebut, kami melakukan penelitian pada skop yang lebih kecil yaitu proses pemindah lokasian Container Import dari Terminal PT. MAL, PT. Tempuran Mas, PT. Jakarta International Container Terminal dan TPK. KOJA. Pada kesempatan ini, pembaca perlu mengetahui secara mendetail bahwa dilakukannya Pemindah Lokasian Container Impor yang masih dibawah pengawasan pabean, karena keterbatasan luas lapangan (yard) penimbunan Container pada Terminal. Idealnya untuk satu terminal YOR lapangan mestinya enampuluh lima persen (65%) dari kapasitas lapangan terpasang agar manuver masuk dan keluar Container tidak terhambat, bila YOR telah mencapai 80% ketika ada eksport dan bongkaran Container maka situasinya pasti akan menghambat gerakan Container Uitlagh (delivery) dan tempat penumpukan Container pasti acak-acakan. Agar kemungkinan lapangan (yard) tidak stagnan maka Container Pindah Lokasi (Overbrengen) dilakukan pada depo Container (TPS) yang telah mendapat ijin dari kantor Bea dan Cukai pelabuhan Tanjung Priok yang letaknya jauh di luar pelabuhan, misalnya PT. Airin, PT. Transporindo di Kali Baru dan beberapa perusahaan DP3 di Jalan Yos Sudarso.

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II sebagai operator tunggal di pelabuhan Tanjung Priok sangat berkepentingan melancarkan arus barang (Container/Gc), itu ditandai dengan membuka Lapangan TPS. 207X Timur, 215X, dan Lapangan TPS 106X Utara tempat penimbunan Container Impor yang belum menyelesaikam pabean, sementara lahan Koja Utara yang yang tadinya diperuntukkan pembangunan Gudang CFS dan Lapangan Penumpukan Container kini digunakan untuk penimbunan Kimia Cair dan perluasan Perkantoran Pertamina.

Pemindah Lokasian Container Import dari PT. JICT, PT. MAL, PT. Tempuran Mas dan TPK. KOJA harus dilakukan bila YOR lapangan (yard) telah mencapai diatas 85% berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor. P-26/BC/2007 tanggal 30 Agustus 2007. Kita asumsikan Terminal JICT dan TPK. KOJA, ketika YOR lapangan telah mencapai delapan puluh persen (80%) dan terminal akan melayani tiga (3) unit Mother Ship Container generasi ke empat, maka terminal akan pontang panting melakukan shifting guna menyediakan ruang penimbunan Container bongkaran dan muatan. Situasi kritis tersebut mesti diselesaikan dengan upaya pemindah lokasian Container bongkaran dari terminal-terminal internasional ke Lapangan TPS yang berada diseputar pelabuhan Tanjung Priok.

Ketika pihak Operator Pelabuhan perusahaan plat merah berinisiatif membangun lapangan penumpukan Container Impor dengan kelengkapan fasilitasnya, pihak Kantor Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok kurang menyambut dengan baik, itu ditandai dengan tertundanya ijin TPS dari beberapa lapangan milik Pelindo II yang berstandar TPS dan lokasi ideal. Pihak Bea dan Cukai mulai dari Kepala Kantor sampai Kepala Seksi Administrasi Manifest Achmad Fatoni, Handoyo dan Ilham terkesan arogan dan mempersulit proses penyelesaian dokumen (PLP) yang dikerjakan oleh Pelindo II tetapi bila penarikan Container Pindah Lokasi yang dilaksanakan oleh pengusaha swasta DP3 (TPS) di luar pelabuhan prosesnya sangat lancar dan cepat, yang menjadi pertanyaan ada apa dibalik itu.

Untuk menyelesaikan penarikan Container Pindah Lokasi dari JICT, PT. MAL dan TPK. KOJA para pengusaha harus merogoh koceknya untuk para petugas Bea dan Cukai di mulai dari pengambilan Segel Kuning dan PLP harus membayar pada hangar Bea dan Cukai Terminal asal sebesar lima belas ribu rupiah (Rp. 15.000,) per Container. Mencetak SP2 (Tila) di biling Terminal, diharuskan membayar sepuluh sampai dua puluh ribu rupiah (Rp. 20.000,-) per Container. Pada gate out, pagi sampai siang pengusaha harus membayar sepuluh ribu (Rp.10.000,-) per Container, diatas pukul 17.00 petugas Bea dan Cukai Gate mewajibkan membayar sebesar lima belas ribu rupiah (Rp. 15.000,-) per Container alasannya lembur, apa pemerintah tidak sanggup membayar lembur petugas Bea dan Cukai ini. Pada lapangan TPS tempat menerima Container Pindah Lokasi, para pengusaha diwajibkan membayar lima belas ribu rupiah per Container lagi-lagi alasan lembur.

Bila seperti ini mental para pegawai Bea dan Cukai sebaiknya dipindahkan saja ke Pulau Irian untuk penggojlokan menthal karena mereka rata-rata terlalu lama di pelabuhan Tanjung Priok bahkan ada yang sudah lebih dari lima tahun.

Dari pengamat


C H A G A D A I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar