Sabtu, 04 Juni 2011

TPK. KOJA

Awalnya, di tahun 1991 pembangunan Terminal Petikemas Koja dikawasan sampur Jakarta Utara kurang disepakati oleh para Direksi PT. PELINDO II pada waktu itu, idealnya pembangunan Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Priok berskala mega proyek adalah kearah laut dengan jalan melakukan reklamasi jauh menjorok ketengah laut sampai memperoleh luas ruang sesuai kebutuhan.
Ide yang brilian itu disalah artikan oleh penguasa Rejim Orde Baru, penggantian para direksi dilaksanakan, Direktur Utama yang sudah malang melintang di pelabuhan, menguasai ilmu ekonomi dan ekonomi kepelabuhanan digantikan oleh Amir Harbani tadinya berkecimpung pada usaha transportasi perkereta apian yang tiap tahun rugi melulu. Setelah melalui perundingan yang alot para penduduk yang telah bermukim di Kelurahan Koja Utara sejak jaman penjajahan Belanda, terpaksa rela digusur dari tanah HPL pemerintah itu takut dituduh “penghambat pembangunan” ekonomi Negara.
Setelah lima ribu lima ratus kepala keluarga tergusur dari pemukiman turun temurun mereka di Koja Utara, pembangunan pelabuhan Terminal Petikemas Koja oleh PT. (Persero) PELABUHAN INDONESIA II berafiliasi (patungan) dengan PT. Humpuss Terminal Petikemas.

Rencana pembangunan Terminal Petikemas Koja berskala Mega Proyek diatas lahan lebih kurang 115 Hektar hanya janji kosong, karena dimulai dari Pemerintahan Rejim Orde Baru sampai Pemerintahan Rejim Reformasih jilid dua, lahan yang digunakan Terminal Petikemas Koja untuk peperluan dermaga, apron dan lapangan penumpukan Petikemas Import dan Eksport 21,80 Hektar dengan panjang dermaga 650 Meter. Padahal bila management PELINDO II memahami Ilmu Ekonomi Perusahaan, Ilmu Ekonomi Mikro dan Ekonomi pembangunan, tentu mendahulukan mana yang perioritas dan mana yang kemudian, mana yang memberi kemanfaatan menengah pendek dan mana yang jangka panjang. Mestinya PELINDO II membangun Terminal Petikemas Koja berskala Mega Proyek dengan panjang dermaga 1.800 Meter (Kalimati Koja - dermaga Pertamina) dengan luas Lapangan 105 Hektar didukung empat (4) unit Gudang CFS dan kelengkapan fasilitas pendukung operasional terminal, tidak menghamburkan dana kurang dari trilinnan rupiah untuk membebaskan lahan ratusan hektar di Bojonegoro yang kini menjadi tidak jelas karena setengahnya kembali dihuni masyarakat. Bila kita hitung cost of capital (biaya modal) dari uang yang tertanam di Banten itu selama 15 tahun, berapa kerugian yang dipikul PT. (Persero) PELABUHAN INDONESIA II (Pemerintah). Bila dana pembebasan Lahan Bojonegoro di investasikan untuk membangun TERMINAL PETIKEMAS KOJA diatas lahan 115 Hektar, maka keuntungan yang didapat selama lima belas (15) tahun minimal mencapai Sembilan puluh (90) triliun rupiah, dan Petikemas tidak perlu acak-acakan di pindah lokasikan (overbrengen) sampai ke tanah merdeka Kali Baru dan Jalan Yos Sudarso Plumpang. Atas dasar kebiasaan perilaku pejabat di Indonesia yang menduduki rating ke 5 Negara terkorup di dunia dan nomor satu (1) di Asia Pasifik, bahwa pembelian barang dan pemberian pekerjaan milik Pemerintah atau BUMN/BUMD sarat dengan muatan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Banyak BUMN/BUMD yang masuk alam kancah persaingan usaha gulung tikar bila tidak disubsidi pemerintah, sementara para pejabatnya hidup serba berkecukupan.

Terminal Petikemas Koja terletak diatas lahan Kelurahan Koja Utara yang tadinya punya lahan cadangan sembilan puluh (90) hektar, kini tinggal kenangan lahannya sebahagian besar telah usahakan oleh PT. AKR, Pertamina Pemasaran III, dan perluasan dan pengembangan PT. Jakarta International Container Terminal (JICT).
Kini TPK. KOJA perusahaan patungan antara PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II dengan PT. Ocean Terminal Petikemas merasa kesulitan menghadapi lonjakan arus Container Import dan Eksport, itu ditandai dengan tingginya YOR lapangan dapat mencapai 105% bila Terminal menerima 2 unit Container Mother Vessel. Untuk mengurang beban lapangan ini, upaya Delivery (uitslagh) dan Pindah Lokasi (Overbreengen) diupayakan hari per hari namun kenyataannya kurang efektif karena ratio Rubber Tyred Gantry Cranes (RTG) kurang sesuai dengan volume kegiatan di lapangan dan RTG pada umumnya sudah tua banyak yang rusak. Agar pelayanan di TPK. KOJA cepat, lancar dan murah, disarankan kepada terminal pada saat menerima bongkaran Kapal Container Generasi ke IV - V terminal harus berani investasi peremajaan alat atau paling tidak menyewa Super Stacker 2 sampai 3 unit tiap kegiatan yang bersamaan (bongkar/muat, delivery dan overbreengen).




Dari kami pengamat,



B E L G H U T A I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar