Rabu, 16 Februari 2011

INFORMASI PENTING

Jakarta, 15/2/2011
Menurut informasi yang kami dapat dari Mitra PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) yang cukup dengan Harijanto dan Achmad Kosim bahwa kenaikan tariff pelayanan dan penumpukam Petikemas Impor yang Pindah Lokasi dari CY. JICT dan TPK. KOJA adalah sepengetahuan dan mendapat restu dari HARIJANTO Manager Logistic dan ACHMAD KOSIM Supervisor Lapangan No. 215X MTI.

Bahwa praktek menaikkan tarif pelayanan dan penum-pukan Petikemas Impor tersebut sudah berlangsung lama sejak mulai awal tahun 2010 tetapi karena kenaikannya relative kecil dan ditempatkan pada posisi pelayanan Imporportir hanya bersungut-sungut dan mengomel. Sejak Akhir tahun 2010 Perusahaan Mitra Binaan Harijanto dan Achmad Kosim menaikkan tarif pelayanan dan penumpukan yang tinggi membuat para importir berang lalu membuat laporan tertulis disampaikan pada Management PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Seksi Administrasi Manifest Kantror Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok. Sebagai bahan ilustrasi agar menjadi jelas disini kami sampaikan contoh tariff yang berlaku (tabel) dan tariff yang direkayasa (dinaikan)

I. Biaya JICT/ TPK. KOJA (DALAM NILAI RP.)
QTY HARGA SATUAN
NO KETERANGAN HARI 20’ 40’ 20’ 40’ JUMLAH
1. STORAGE MASA I 54,400.00 108,800,00
2. LIFT ON TERMINL 187,500.00 281,300.00
3. ADMINISTRASI TPK 10,000.00 10,000.00
4. FOMULIR 10,000.00 10,000.00
SUB TOTAL I

II. Biaya TPS. 215X MTI (DALAM NILAI RP.)
QTY HARGA SATUAN
NO KETERANGAN HARI 20’ 40’ 20’ 40’ JUMLAH
1. STORAGE MASA I 54,400.00 108,800,00
2. STORAGE MASA II 81,600.00 163,200.00
3. RECEIVING 50,000.00 75,000.00
4. MONITORING 50,000.00 75,000.00
5. LIFT OFF TPS 187,500.00 281,300.00
6. LIFT ON TPS 187,500.00 281,300.00
7. KEAMANAN 15,000.00 15,000.00
8. KEBERSIHAN 5,000.00 10,000.00
9. ADMINISTRASI 25,000.00 50,000.00
10. DELIVERY 50,000.00 75,000.00
SUB TOTAL II

III. PT. X L. REKANAN MTI.
1. MOVING TPK - TPS 800,000.00 1,200,000.00
10. ADMINISTRASI 100,000.00 100,000.00
SUB TOTAL II

Tarif yang telah direkayasa (dinaikan) penyebab complain para Importir ke Kantor PT. JICT dan Kantor Bea & Cukai.

III. Biaya JICT/ TPK. KOJA (DALAM NILAI RP.)
QTY HARGA SATUAN
NO KETERANGAN HARI 20’ 40’ 20’ 40’ JUMLAH
1. STORAGE MASA I 85,000.00 120,000,00
2. LIFT ON TERMINL 195,500.00 320,000.00
3. ADMINISTRASI TPK 10,000.00 10,000.00
4. FOMULIR 10,000.00 10,000.00
SUB TOTAL I

IV. Biaya TPS. 215X MTI (DALAM NILAI RP.)
QTY HARGA SATUAN
NO KETERANGAN HARI 20’ 40’ 20’ 40’ JUMLAH
1. STORAGE MASA I 85,000.00 120,000,00
2. STORAGE MASA II 150,000.00 220,000.00
3. RECEIVING 50,000.00 75,000.00
4. MONITORING 150,000.00 250,000.00
5. LIFT OFF TPS 195,500.00 320,000.00
6. LIFT ON TPS 195,500.00 320,000.00
7. KEAMANAN 25,000.00 50,000.00
8. KEBERSIHAN 25,000.00 50,000.00
9. ADMINISTRASI 100,000.00 100,000.00
10. DELIVERY 50,000.00 75,000.00
SUB TOTAL II

III. PT. X L. REKANAN MTI.
1. MOVING TPK - TPS 900,000.00 1,400,000.00
10. ADMINISTRASI 100,000.00 100,000.00
SUB TOTAL II

Dari contoh tabel diatas dapat kita lihat bahwa kenaikan tariff pelayanan dan penumpukan tidak terlalu besar tetapi bila dikalikan dengan jumlah Petikems misalnya party 15 Boxes 20 Feet dan 5 Boxes 40 Feets ditimbun di TPS 215X – MTI selama 20 hari hampir mencapai ratusan juta, selisih tariff rekayasa (dinaikan) dengan tariff resmi tersebut disinyalir menjadi bagian dari Harijanto dan Achmad Kosim selaku penguasa dan pelaksana harian di Lapangan. Terima Kasih.

UDIN PELOR.

Selasa, 15 Februari 2011

PENYALAH GUNAAN LAHAN KOJA UTARA
OLEH DIREKTUR UTAMA PT. PELINDO II



Pada tahun 1993 akhir lahan Kelurahan Koja Utara dibebaskan oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II bekerja sama dengan PT. Humpuss Terminal dan Pemkot Jakarta Utara. Pembebasan Lahan yang dihuni oleh 5500 kepala keluarga penduduk Koja Utara menelan biaya hampir setengah triliun rupiah, kemudian membebaskan lahan ratusan hektar di Bojonogora (Banten) yang kini terbengkalai dan sebagian lahannya telah kembali dihuni oleh masyarakat. Rencana pembangunan Terminal Khusus Penumpang dan pangkalan Marina bekerja sama dengan PT. Pembangunan Jaya pengelola Taman Impian Jaya Ancol berlokasi di sebelah Barat Kantor PT. Pengerukan di petakan pada jaman Orde Baru.

Pembangunan Pelabuhan Bojonegoro dan Terminal Khusus Penumpang dan Marina tinggal menjadi impian walau peletakan batu Pertama pembangunan Bojonegoro telah dilaksanakan oeh Ibu Megawati selaku Presiden ke lima pada waktu itu. Lalu pembangunan TPK. Koja Utara dilaksanakan oleh PT. Pelindo II patungan dengan PT. Humpuss Terminal dan selasai sebelum era reformasi.
Pembangunan TPK. Koja seluas 21,80 Hektar pada lahan bekas Kelurahan Koja Utara menurut kami tidak optimal, karena lahan yang luasnya kurang dari 150 Hektar itu lebih besar yang dianggurkan dan diterlantarkan sehingga menjadi belantara dan tempat tempat pemancingan. Padahal pembebasan tanah yang telah dihuni penduduk Koja Utara sejak jaman Hindia Belanda itu direncanakan untuk membangun Terminal Petikemas Koja Utara dan Lapangan penyanggah Terbesar di Asia Tenggara. Kami memperkirakan bahwa pada Lapangan itu tentu akan dibangun beberapa Unit Gudang CFS karena tiga Unit Gudang CFS yang tadinya ada didermaga TPK. Tanjung Priok (JICT) dibongkar karena tidak sesuai dengan tata ruang dan tata letak.

Kemudian pada era Reformasi tahun 1997, pemerintahan pusat yang dipimpin Presiden J.B. Habibie, kekurangan uang chas, guna kebutuhan uang belanja Negara yang katanya pada waktu itu nihil menurut Menteri BUMN yang saat itu dijabat T. Abeng, maka dijuallah sebahagian saham UTP. Tanjung Priok (unit usaha PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II) sebesar 225 miliar dolar amerika serikat dengan kontrak selama 20 tahun dengan komposisi saham 51% PT. Hutchison Port Holding dan Pemerintah (Pelindo II), Kopegmar sebesar 49% dengan luas lahan keseluruhan Iebih kurang 81 Hectare (UTPK I 72 Hektar dan DUTP II 9 Hektar) pada waktu itu. Kemudian status dan nama pun dirubah, kalau tadinya sebagai unit usaha dengan nama Unit Terminal Petikemas Tanjung Priok berubah menjadi PT. Jakarta International Container Terminal (JICT). Dengan perubahan status dan kepemimpinan yang didominasi Orang Asing itu, berubah pula tingkat kesejahteraan para karyawan PT. JICT jauh melampaui karyawan yang bekerja pada Pelindo II.

Kini 14 Februari tahun 2011 atau setelah dua belas tahun PT. JICT berjalan atau beroperasi, terjadi keanehan yang menggelitik kita semua, kalau tadinya lahan JICT I luasnya 72 hektar, kini telah bertambah menjadi 130 (seratus tiga puluh) Hektar; artinya ada penambahan lahan strategis itu digunakan PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) sebanyak 58 Hektar. Yang menjadi pertanyaan kita sebagai rakyat Indonesia, apakah dengan penambahan lahan seluas itu mempengaruhi atau merubah saham Pemerintah yang tadinya 49% menjadi 50% atau 51%%. Kalau tidak ada pengaruhnya pada saham Pemerintah, apakah lahan strategis tersebut disewa PT. JICT?, mengapa lahan strategis tersebut tidak dikelola oleh Cabang Pelabuhan Tanjung Priok saja, karena usaha penimbunan Petikemas dari tahun 2000 sampai saat ini
sangat menguntungkan. Kami sebagai mantan pengusaha yang telah berkecimpung di Pelabuhan Tanjung Priok sejak tahun tujuh puluhan mengetahui bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok sangat handal karena; SDM Pelindo II banyak yang berasal dari Perguruan Tinggi setingkat Akademi dan Sekolah Tinggi, jadi kami kira disini perlu dipertanyakan ada apa dibalik semua itu.
Karena masalah ini menyangkut harga lahan yang ratusan miliar, perlu diadakan pemeriksaan dari pihak KPK dan kejaksaan Agung untuk klarifikasi agar masyarakat pelabuhan tidak bertanya-tanya.

Pada tanggal 14 April 2010 terjadi tragedi berdarah di lahan makam Mbah Priok kelurahan Koja Utara, korban berjatuhan, dua orang Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOLPP) tewas mengenaskan dihajar masyarakat karena mencoba akan menggusur bangunan dan makam Mbah diareal lahan yang luasnya kurang dari sepuluh hektar. Masyarakat Jakarta Utara sudah cerdas, masyarakat sudah mengetahui bahwa pembebasan lahan tersebut pasti untuk kepentingan perusahaan asing (JICT) atau orang perorang yang akan mendapat komisi dari hasil pembebasan lahan tersebut. Sesudah selesai perang bharatayuda antara Satpol PP dengan masyarakat, orang yang tidak bertanggung jawab, mencoba mencari kesempatan hendak menjarah kantor TPK. Koja dan kantor PT. Graha Segara yang bersebelahan dengan lapangan TPK. KOJA. Tetapi rencana orang-orang (preman) tersebut gagal karena kantor TPK. KOJA dan kantor PT. Graha Segara sudah di jaga oleh satuan Polisi Polres 72, KP3 pelabuhan Tanjung Priok dibantu TNI Angkatan Laut.

Dari peristiwa itu Pemerintah dan Management Pelindo II harus sadar, masyarakat sekarang tidak dapat dibodohi lagi, mereka mengerti mana yang benar-benar untuk kepentingan Negara yang akan memakmurkan rakyat, dan yang mana untuk kepentingan Asing atau individualis. Kami yakin bila diadakan polling secara random misalnya diambil sampel dari beberapa propinsi di Indonesia yang berpendidikan SMU katas, hampir dapat dipastikan seluruh masyarakat akan memilih agar Terminal Petikemas kebanggaan Indonesia itu dikembalikan kepada Negara. Karena rakyat secara umum sudah mengetahui bahwa Terminal Container yang dikuasai JICT itu sebagai penghasil uang Dolar Amerika nomor satu di Indonesia. Kalaupun ada segelintir manusia yang menginginkan agar Terminal Container (JICT I dan JICT II) tetap dikuasai pemodal asing itu biasa, sejak jaman VOC sampai pemerintahan Hindia Belanda, bangsa Indonesia banyak yang berpihak kepada Belanda. Itu ditandai dengan memasang spanduk besar dengan pernyataan “siap mempertahankan Terminal JICT 2 bila diambil oleh Pemerintah (Pelindo II)”. Padahal maksud dari Management Pelindo II untuk mengoperasionalkan Terminal tersebut; “adalah digunakan untuk melayani Petikemas Interinsuler yang dimuat kapal-kapal berukuran feeder”, sementara Terminal JICT 2 telah dianggurkan oleh JICT selama 6 (enam) tahun, karena kapal yang tangani JICT adalah kapal Full Container Generasi ke 3, ke 4 dan Generasi ke 5 yang tidak memungkinkan untuk sandar di JICT 2 karena dirancang memang untuk melayani kapal Feeder.

Dari hasil Investigasi yang kami lakukan dengan menggunakan metoda wawancara dan penelitian langsung pada obyek, perlu KPK atau Kejaksaan Agung untuk memeriksa
perluasan lahan JICT I yang bertambah luas lebih kurang 70 Hektar dan mengapa pada Lahan sebelah Selatan PT. Graha Segara dibangun tanki-tanki kimia cair milik PT. Aneka Kimia Raya (AKR) bukankah perencanaan lahan itu sebagaimana yang disampaikan kepada rakyat penduduk Koja Utara akan digunakan untuk membangun Lapangan Penumpukan dan Penimbunan Petikemas terbesar di Asia Tenggara. ?

Senin, 14 Februari 2011

PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN
PELABUHAN UTAMA TANJUNG PRIOK


Awal tahun 2009, Pelabuhan Tanjung Priok yang di komandani Cipto Pramono mulai melaksanakan pembangunan dan pengembangan pelabuhan Tanjung Priok dengan cara melaksanakan remodeling dan konfigurasi lahan lini 2 yang tadinya digunakan untuk perkantoran Instansi BUMN dan Swasta dibongkar, lalu diatas lahan itu dibangun lapangan Penumpukan Petikemas antara lain Lapangan Penumpukan Ex. Pos IV, Lapangan Penumpukan 216X, Lapangan Ex. Kantor VTP menjadi Lapangan Penumpukan No. 217, Ex kantor PT. Gesury Lloyd menjadi Lapangan No. 218X, Ex. Kantor Cabang PT. Djakarta Lloyd menjadi Lapangan Penumpukan No. 219X dan Kantor PMK akan dipindahkan ke Lapangan sebelah Timur Gudang Logistic dan Lahan Ex. Kantor pemasaran PT. Djakarta Lloyd akan dibangun pula Lapangan Penumpukan Petikemas baru, Gedung Arsip Cabang Pelabuhan, Kantor KP3, Kantor . DHU, LSP dan PT. DAHAN tingal menunggu gilirannya.

Pengembangan Lahan Lini 2 Pelabuhan Tanjung Priok patut mendapat acungan jempol dari semua pihak, pasalnya keterbatasan Lapangan penumpukan Petikemas di pelabuhan Tanjung Priok cepat disikapi oleh management Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dengan cara menggusur semua perkantoran milik pemerintah dan milik swasta keluar pelabuhan.

Pembangunan Lapangan Lini 2 berstandar Lapangan Penumpukan Petikemas Impor sulit diterapkan karena Lapangan Petikemas Interinsuler juga sangat terbatas sementara untuk mendapatkan ijin TPS dari pihak Bea dan Cukai sangat sulit karena alasan kekurangan pegawai Bea dan Cukailah dan sebagainya yang tentu dipahami oleh para pihak di pelabuhan Tanjung Priok.

Akibat sulitnya mendapat ijin TPS dari kantor Bea dan Cukai maka Lapangan Penumpukan Petikemas Lini II itu ditimbuni Petikemas Interinsuler Kosong dan atau Petikemas Isi yang nilai jual pelayanannya tentu tidak sebesar nilai jual pelayanan Petikemas Impor. Sementara traffic Petiemas Import semakin hari semakin meningkat ekstrim itu ditandai dengan peningkatan YOR Lapangan CY/TPS PT. Jakarta Internationa Container Terminal (JICT) sampai pada level YOR 120% dan TPK. KOJA dapat mencapai level 110% itu terjadi pada akhir tahun 2010 sampai kini.

Sesungguhnya bila kondisi itu disikapi oleh Pemerintah (Otoritas Pelabuhan), Bea & Cukai, PT. PELINDO II dengan seksama maka kepadatan Petikemas di CY JICT dan TPK. KOJA tidak perlu mencapai 120% karena kepadatan yang berlebihan itu sangat merugikan semua pihak. Pihak JICT dan KOJA misalnya, dengan kepadatan yang tidak semestinya itu menyebabkan banyak terjadi shifting dan waktu delivery lambat, pergerakan (moving) alat cendrung banyak dan mengundang stress para Operator Alat Berat dan yang memungkinkan tingginya biaya maintenece peralatan. Pihak Importir juga dirugikan, untuk mengeluarkan barangnya dari CY ke luar terminal perlu mengeluarkan uang tip yang cukup lumayan, apabila barangnya terkena Petikemas Jalur Merah, Importir harus merogoh koceknya untuk memberi uang tip kepada supir Truck Terminal dan Operator Tanggo (RTG) sebesar seratus ribu rupiah per Boxes guna memindah lokasikan Petikemas dari CY JICT ke Lapangan No. 221X PT. GRAHA.

Pihak Bea dan Cukai harus cepat tanggap atas keterbatasan Lapangan (CY) yang ada pada JICT dan TP. KOJA, harus segera mencabut Surat Peraturan Derektur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-26/BC/2007 Tanggal 30 Agustus 2007 yang dikeluarkan dan ditantadatangi oleh ANWAR SUPRIADI mantan Dirjen Bea dan Cukai yang berasal dari perkereta-apian itu. Dari Jaman Belanda sampai tahun 2006, masalah kepelabuhanan belum pernah diatur oleh Departemen Keuangan (Bea & Cukai) yang mengatur masalah teknis kepelabuhanan dan transportasi adalah Departemen Perhubungan (Jirjen Perhubungan Laut). Dari awal berdirinya TPK. Tanjung Priok (JICT) tahun 1982, YOR aman Terminal sudah ditetapkan oleh Dirjen Perhubungan Laut sebesar 65% agar kegiatan dalam terminal relatif aman dan lancar, bila YOR CY telah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan, maka Petikemas akan dipindah lokasikan ke Lapangan TPS yang di tunjuk oleh TPK. Tanjung Priok (JICT). Maksud dari aturan yang diberlakukan tersebut tidak lain agar para importir secepatnya mengeluarkan barangnya dari CY Terminal dan latar belakang ini yang tidak diketahui oleh Anwar Supriadi selaku Dirjen Bea dan Cukai waktu itu karena beliau bukan berasal dari Bea dan Cukai karir melainkan dari perkeretapian.

Untuk kelancaran Petikemas dan Barang di Pelabuhan Tanjung Priok mestinya pihak Otoritas Pelabuhan (Adpel) tidak berpangku tangan, harus aktif bekerja sama dengan Operator Tunggal Pelabuhan (PELINDO II) membuat pemetaan pelayanan Kapal dan Barang. Perubahan system angkutan barang domestic kalau tadinya menggunakan angkutan konvensional berubah kesistim angkutan Petikemas harus disikapi dengan serius tidak hanya sekadar menjaga Gate (Pos) dan ikut rajia Pas Pelabuhan tapi harus lebih dari itu. Otoritas Pelabuhan khususnya di Tanjung Priok harus membuat rencana, misalnya; kolam pelabuhan mana yang patut disandari oleh kapal Ocean Going, kapal Samudra Dekat, Nusantara dan Antar Pulau dan Lapangan yang mana yang ditimbuni Petikemas Nusantara, Petikemas Antar Pulau, Petikemas Kosong dan Petikemas Impor. Karena lahan yang di kelola PELINDO II adalah lahan milik pemerintah, artinya pemerintah bertanggung jawab untuk merencanakan pemetaan pengembangan dan pembangunan lahan pelabuhan untuk digunakan secara saksama melayani kegiatan yang berhubungan dengan bongkar/muat barang. Jadi tidak seperti sekarang acak-acakan, car terminal sudah dibangun di Dok Koja Bahari IV tapi di Lapangan Lini II Pelabuhan Tanjung Priok masih terdapat banyak mobil-mobil yang siap dikirim ke tempat lain. Petikemas kosong mestinya tidak ada dalam pelabuhan tapi kenyataannya di timbun dalam Lapangan pelabuhan seperti pada Lapangan Adipurusa, Lapangan 216X, Lapangan 218X , Lapangan Glorius depan Kantor MTI dan lainnya.

Sebagai Operator Tunggal yang dipercayakan Pemerintah mengelola/mengusahan pelabuhan sejak tahun delapan puluhan, mestinya PT. PELINDO II tidak cepat puas dengan apa yang didapat saat ini karena yang didapat sekarang ini adalah hasil cucuran keringat karyawan cabang pelabuhan, karyawan lepas JICT dan TPK. KOJA sementara pihak PELINDO II mulai dari Kantor Pusat sampai Kantor Cabang kerjanya lebih banyak main computer tapi gajinya relative besar dibanding dengan karyawan swasta dan Karyawan Otoritas Pelabuhan. Bila Top Management Kantor Pusat PELINDO II sampai General Manager punya naluri bisnis dan keberanian berusaha, mengapa Lahan KOJA UTARA sebelah selatan Lapangan PT. Graha Segara dan Lahan sebelah Selatan Lahan Mbah Priok tidak diusahakan menjadi Lapangan Penumpukan dan Gudang CFS. Padahal karyawan PELINDO II sudah dididik di Luar Negeri dan Dalam Negeri, jadi menurut hemat kami kalau hanya mengusahakan Lapangan dan Gudang CFS tidak perlu jauh-jauh, Cabang Tanjung Priok dan Kantor Pusat PELINDO II dipenuhi tenaga akhli kepelabuhanan bukan hanya sekadar membangun sana sini manghabis dana. Karyawan Pelabuhan yang berlatar belakang pendidikan Kepelabuhanan dan Transportasi kami dipastikan dapat mengoperasionalkan Lapangan Penumpukan Petikemas Impor dan Gudang CFS yang akan mendatangkan uang berlimpah-limpah tinggal niat baik, kemauan dan kesempatan yang diberikan Top Management PELINDO II.

Dari hasil analisis kami bila Lahan KOJA UTARA mulai dari sebelah selatan Terminal sampai ke Kantor TPK. KOJA dan Lahan sebelah Selatan Mbah Priok sampai ke Jl. Raya Cilincing dibangun dan diusahakan oleh PT. PELINDO II sekaligus dengan unit CFS, maka dalam kurun waktu tiga tahun modal pembangunan dapat dikembalikan dengan margin kontribusi sebesar tega ratus miliar rupiah dan pada tahun ke empat setelah proyek pulang pokok maka prfit net dapat dicapai pada kisaran delapan ratus miliar rupiah. Disinilah kemampuan Top Management diuji, beranikah membuat terobosan baru mencipta mesin uang? tidak hanya sekadar bangun sana bangun sini ciptakan sesuatu tapi tidak laku dijual sebagaimana ketika kita buat pesawat terbang Tutuko yang ditukar dengan beras ketan. Sekarang yang ada didepan mata itu yang digunakan karena pertumbuhan arus Petikemas Impor dan Ekspor pasti akan terus bertumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk Indonesia, masalah pembangunan “dream port” serahkan pada Pemerintah dengan dukungan proposal yang lengkap dan argument masuk akal.

Bila peluang didepan mata ini tidak dimanfaatkan yang menjadi pertanyaan dibenak kami sebagai rakyat Indonesia tentu banyak antara lain: pertama, apakah PELINDO II tidak punya dana untuk membangun Lahan KOJA UTARA menjadi Lapangan Penumpukan Petikemas dan Gudang CFS, yang kedua, apakah tidak ada usulan dari bawahan Direktur Utama (Top Management) untuk mendayagunakan dan mengusahakan Lahan KOJA UTARA karena PT. PELINDO II bukan regulator (Pemerintah) melainkan adalah Pengusaha (Operator), ketiga, apakah Management Top PT. PELINDO II meragukan kemampuan dan kehandalan karyawan kantor Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dan kantor Pusat PELINDO II, yang keempat , apakah Top Management tidak melihat peluang usaha sekaligus berani menanggung resiko, dan yang terakhir, apakah kesamrawutan pelabuhan kini mencerminkan ketidak mampuan Top Management PELINDO II dalam hal mentata kelola pelabuhan.

PAJAK BEA DAN CUKAI

Sejak jaman Kerajaan Mesir Kuno, Babylonia, Media Parsi, Imperium Romawi, Inggris Raya sampai sekarang masalah Pajak, Bea dan Cukai masih menjadi bahan analisis dan diperdebatkan karena pada jaman kuno Negara penakluk mendapat harta kekayaan dari hasil barang jarahan dari Negara taklukan dan kemudia memberlakukan pajak, bea dan cukai pada semua aktifitas kegiatan ekonomi pada Negara taklukan. Itulah sebabnya Maharaja Ahashweros dari Media Parsi meluaskan wilayahnya sampai ke India, Mesir, Etopia, Timur Tengah, Babylonia sampai ke jajirah Balkan menjadi propinsi dari Kerajaannya. Perluasan wilayah menjadi 127 propinsi dilakukan bukan semata untuk gagah-gagahan tapi yang utama untuk mendapat kekayaan dari hasil jarahan, dan hak memungut pajak, bea dan cukai atas propinsi atau Negara taklukan itu. Pajak, bea dan cukai barang yang dipungut oleh Negara, semua harus mengalir ke pusat Kerajaan sementara untuk pembangunan daerah termasuk fasilitas umum diupayakan oleh Gubernur Jenderal dan bantuan pusat. Karena control dan penegakan hukum yang kuat dari pemerintah pusat, para Gubernur, pejabat Daerah maupun pusat tidak berani memanipulasi hasil pajak yang didapat dari rakyat. Pada jaman pemerintahan Ahashweros hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, pelanggaran berat, batok kepala dapat melayang karena dipancung, pelanggaran ringan sampai sedang masuk penjara atau kerja paksa. Masa pemerintahannya rakyat jajahan tidak mau berontak karena kehidupan yang tentram cukup pangan dan sandang, pendapatan Negara dari pajak, bea dan cukai sebahagian besar dikembalikan kepada rakyat.

Pada masa pemerintahan Republik Romawi, pajak, bea dan cukai dari semua barang dagangan menjadi prioritas utama untuk membiayai Negara yang wilayahnya sampai ke Afrika, Jendral Julius Cesar diperintahkan Senat (DPR) untuk berperang ke Utara menaklukan Kerajaan Galia (Anglo Saxon) untuk mendapatkan barang jarahan dan pajak atas Negara dan rakyat yang ditaklukan. Delapan tahun lebih Julius Cesar berperang untuk menaklukkan Galia sementara Senat dan pejabat istana hidup bersenang-senang pesta pora di Roma, pola kehidupan para pejabat dan senat itu membuat berang sang Jenderal karena ia merasa prihatin melihat kelakuan segelintir manusia bejat itu sementara prajurit setianya mencucurkan peluh dan darah di medan perang untuk mendapatkan kekuasaan dan hak atas ekonomi negara bawahannya.

Jaman keemasn Media Parsi, Imperium Romawi akhirnya berakhir dengan tragis semua disebabkan korupsi, kekayaan Negara yang tadinya berlimpah akhirnya terkuras habis, oleh tingkah laku para pejabat korup, pertikaian/peperangan dan bencana alam. Siklus kehidupan memang terus berputar demikian pula kejayaan dan kekayaan tidak ada yang abadi yang abadi hanya kebenaran dan kehidupan. Pada jaman modern ini negara-negara maju dan negara terbelakang tidak lagi saling menyerang karena adanya suatu perserikatan bangsa-bangsa dan tiap negara-negara besar memiliki senjata pemusnah massal yang sangat mengerikan. Untuk kelangsungan hidup negaranya setiap pemimpin punya strategi untuk menjalankan roda pemerintahan dan perekonomian yang dikelola oleh pemerintah dan rakyat, untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan pemerataan pekerjaan dan pendapatan rakyat, tentu Negara menjamin keamanan bagi seluruh rakyatnya, tersedia pula fasilitas seperti bendungan yang cukup untuk mengairi sawah rakyat, tersedianya lahan pembangunan industri pabrikasi dan industry pertanian, listrik yang cukup terjangkau, fasilitas jalan raya, fasilitas distribusi (pergudangan), sarana angkutan jalan raya, udara, laut, pelabuhan yang efisien dan energy (bahan bakar) yang cukup dan murah serta peraturan/undang-undang yang tegas dan keras tapi berpihak pada kepentingan rakyat. Kemudian memungut pajak atas setiap kegiatan institusi swasta, Negara dan rakyat individu yang pantas dan patut dikenakan pajak dengan pengenaan bea masuk pada setiap barang impor guna melindungi produk atau bahan baku yang dibuat dalam negeri selanjutnya mengenakai cukai kepada komoditi yang diproduksi dalam negeri seperti alcohol, tembakau hasil tambang yang dapat mengganggu kesehatan dan sebagainya.

Pelanggaran atas penyelewengan pajak, bea dan cukai dikenakan hukuman badan setimpal dan denda material yang patut. Memang pada awalnya pelaksanaan strategi jangka menengah panjang Negara ini memang mendapat tantangan dari kalangan bermental korup, tapi bila pemimpin suatu Negara yang kuat, beani dan tegas tantangan tersebut bukan menjadi soal karena kebenaran dan rakyat ada dibelakannya ia akan bertindak keras kepada kejahatan memberi penghargaan kepada pejabat dan rakyat yang berjasa pada Negara.

Pendapatan Pajak, Bea dan Cukai suatu Negara merupakan pendapatan inti dari negara-negara yang minus sumber daya alamnya, contohnya Jepang, pada tengahan pemerintahan Shogun Tukugawa ia sadar bahwa jepang tidak akan dapat menyamai negara-negara Barat bila para pendekarnya hanya bersikukuh mengandalkan samurai, para pemuda samurai harus belajar kenegeri eropah untuk menguasai teknologi dan menerapkannya di Jepang dengan disiplin (samurai) tinggi. Para Pejabat dan Samuarai Jepang punya harga diri yang kehormatan yang tinggi, tapi para petinggi negara dan samurai jepang juga manusia yang tidak lepas dari kesalahan doyan duit. Tapi bila mereka tertangkap tangan atau terbukti dalam persidangan melakukan korupsi, maka banyak dari antara mereka memilih jalan harakiri dan sebahagian lagi memilih mengasingkan diri dari dunia ramai karena rasa malu.

Dengan peenguasaan teknologi tinggi didukung dengan moral yang tinggi, jepang berhasil menciptakan beberapa produk unggulan yang laku keras di pasar domestic dan luar negeri sehingga pungutan pajak, bea dan cukai dari semua produk dapat mencukupi semua kebutuhan Negara Jepang.

Tidak demikian pada pejabat dan rakyat negara yang terjajah lama, bila punya kesempatan menjadi pejabat Negara atau menjadi pengusaha yang sukses kerena berkolusi dengan pusat pemerintahan, biasaya memandang bangsanya seperti rakyat jajahan sementara bangsa pendatang yang tadinya pakai celana kolor dianggap sekutu karena dapat memberi kemanfaatan. Kekayaan alam yang berlimpah seperti; kayu, damar, rotan dan hasil tambang yang berlimpah mestinya digunakan untuk kemakmuran rakyat seluas-luasnya tapi hanya dikuasai dan dieksploitasi oleh segelintir orang, rakyat dibiarkan sebagai penonton yang bodoh.

Bila pada jaman kekaisaran kuno pejabat dan petugas pajak menaikan pungutan pajak dari rakyat jajahan agar mereka mendapat kelebihan dari hasil pungutan pajak yang mereka lakukan, tapi pada jaman kemajuan (modern) ini teknik untuk mendapat kelebihan (kekayaan) jadi berubah. Kalau tadinya dinaikan setinggi tingginya agar ada tawar menawar (bargaining) antara pemungut pajak dan objek pajak, kini kebalikannya agar pemungut pajak dapat kelebihan.

Jadi kejahatan pajak ini sudah setua jaman yaitu sejak yang namanya ada pemerintahan ada wilayah dan ada kaula yang diperintah dan dilindungi, terima kasih



RONGGO BILOWO.

Kamis, 10 Februari 2011

PRIFATISASI UTP. TANJUNG PRIOK RUGIKAN NEGARA TRILIUNAN RUPIAH

Penjualan (prifatisasi) TPK. Tanjung Priok menjadi PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada GROSBEAK Pte. graoup Hutchison Port Holdings sebesar 215 Juta Dolar Amerika Serikat dengan kontrak masa kerja selama 20 tahun sangat merugikan Negara Indonesia. Pasalnya modal Grosbeak sebesar 215 juta Dolar Amrerika Serikat itu menurut hitungan kami telah kembali dalam waktu 9 tahun atau Maret 2008 dengan margin keuntungan bersih sepuluh persen pertahun. Dengan demikian keuntungan Hutchison Port Holdings sampai tahun 2019 sangat pantastis kalau kita asumsikan keuntungan bersih rata-rata pertahun sebesar 700 miliar rupiah sesuai dengan pertumbuhan riil Petikemas dari tahun ke tahun, maka keuntungan bersih sampai tahun 2019 adalah sebesar 7,7 triliun rupiah.

Kebodohan menjual Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berlambang bintang kami kira cukup dilangsanakan Pemerintah masa lalu untuk yang akan datang BUMN yang sehat dan sangat strategis jangan dijual kepada pihak Asing karena data yang disajikan oleh Pihak Asing belum tentu benar karena tujuan pihak asing berinvestasi ke Indonesia pastilah mancari keuntungan yang sebesar-besarnya itu terbukti dengan kasus “economian war” yang sudah ada sejak jaman Colonial Belanda (VOC).

Kita memaklumi pasti ada beberapa gelintir masyarakat yang keinginannya hanya menjual asset Negara untuk mendapatkan kemanfaatan dari hasil penjualan asset tersebut dan ada pula yang menginginkan agar asset tersebut diusahakan oleh Pihak Asing karena kelompok atau individu yang turut berkecimpung dalam melegalkan usaha pihak asing itu telah menikmati kehidupan berkecukupan tanpa mau menoleh kehidupan rakyat serba kekurangan.

Inilah penyakit yang diderita sebahagian bangsa saat ini yaitu, rakus, egois, konsumtip dan menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan kekayaan ekonomi sebesar-besarnya dengan cara melawan hati urani dan kebenaran. Padahal sejak Jaman Babylonia, Media Parsi, Imperium Romawi sampai Jaman Kolonial keserakahan segelintir orang yang berkuasa lebih menyengsarakan masyarakat banyak sehingga timbulah teori yang menyatakan bahwa pada Negara-Negara berkembang; “kekayaan suatu Negara Sembilan puluh persennya dikuasai oleh dua puluh persen masyarakat yang ada di Negara itu”. Berarti delapan puluh persen dari jumlah masyarakat/rakyat Negara itu memperebutkan

Sepuluh persen dari jumlah kekayaan (GNP) dari seluruh sember ekonomi (kekayaan) Negara itu.

Ilustrasi sebagaimana dikemukakan diatas terjadi pada Negara-Negara sedang berkembang tapi di Indonesia belum terjadi karena negara ini kaya dengan sumber daya alam dan tanahnya juga subur seperti syair yang dilantunkan Koes Plus tahun tujuh puluhan.

Kami sebagai pengamat ekonomi mikro, ekonomi pembangunan, transportasi dan kepelabuhanan merasa prihatin atas pengerdilan TPK. KOJA versus pengembangan PT. JICT yang kontrak kerja samanya sebentar lagi akan berakhir. Yang menjadi pertanyaan kita sebagai rakyat Indonesia; “ apa maksud dibalik semua ini “ apakah ada maksud orang tertentu untuk menyerahkan JICT kembali ketangan Kapitalis Hutchison Port Hlding setelah tahun 2019 ? ini yang perlu terus kita waspadai, kita sebagai rakyat Indonesia harus cerdas dan waspada untuk menjaga asset-asset Negara yang sangat berharga. Kita tidak anti akan investor asing, tapi kalau mau berinvestasi tidak mengambil atau membeli asset Negara yang strategis dan bernilai bintang, kalau membangun pabrik prosesing dan menggunakan tenaga kerja dalam negeri kita tentu mengatakan monggo sebagaimana yang dilakukan oleh negara China daratan saat ini.

Dimasa mendatang pemerintah harus kuat konsisten untuk mendapatkan pengasilan Negara dari sumber Pajak, Bea, Cukai dan pengasilan non pajak yang bersumber dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan BUMD agar Negara tiap tahun bisa surplus tidak minjam melulu. Kalau PT. JICT yang disorot pada kesempatan ini itu hanya merupakan satu contoh kasus dari bepuluh-puluh kasus yang terjadi dinegara yang kita cintai ini. Wassalam.


PT.  MULTI TERMINAL INDONESIA (PT. MTI)
PENYEBAB EKONOMI BIAYA TINGGI DI TANJUNG PRIOK



Divisi Usaha Terminal (DUT) awalnya didirikan Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok untuk menjadi stabilitator kegiatan bongkar/muar barang di pelabuhan Tanjung Priok dan juga merupakan Unit Usaha.  Seiring dengan perjalanan waktu perubahan status Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok menjadi  Perusahaan Umum (Perum Pelabuhan Indonesia II) tidak serta merta mengubah status Divisi Usaha Terminal Cabang Pelabuhan Tanjung Priok menjadi mandiri seperti saat ini.

Setelah perubahan status pengusahaan pelabuhan dari Perum Pelabuhan Indonesia II menjadi  perusahaan persero,  maka  banyak individu dikantor pusat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) menggagas agar Divisi Usaha Terminal  Cabang Pelabuhan Tanjung Priok  dinaikan statusnya menjadi Perusahaan Persero sebagai anak perusahaan Pelindo II dan secara hirarkis tentu langsung bertanggung jawak ke Kantor Pusat Pelindo II pada bidang operasional, keuangan  dan perencanaan SDM.

Berkat kegigihan  beberapa individu di kantor pusat Pelindo II,  Direksi, Komisaris  Pelindo II dan Menteri BUMN  merasa yakin akan argumentasi  dan proposal dari individu yang berkepentingan  atas Organisasi baru tersebut.

Dengan bergulirnya Surat Persetujuan Menteri BUMN maka PT. Multi Terminal Indonesia  lahir tahun 2002 yang dinakhodai Robert Sianipar dan kawan-kawan. Pada awalnya MTI berusaha pada core bisnis  kegiatan bongkar muat di dermaga seperti di dermaga 009X Terminal Regional Harbour,  dermaga 115X kade Kantor Syahbandar  yang pada akhirnya dibangun Terminal Petikemas PT. SEGORO  merupakan mitra kerja PT. MTI, dermaga  207X Kolam Pelabuhan II, dermaga 113X (Salman Cement), dermaga No. 004,  dermaga No. 005 dan dermaga 007X Utara.  Selain beberapa kede tempat kegiatan  melakukan kegiatannya, PT. MTI juga didukung  dengan beberapa fasilitas  Lapangan penumpukan cargo/barang yang luas seperti Lapangan 207X, Lapangan 113 (salman cement), Lapangan 215X serta didukung fasilitas pergudangan, Lapangan Arung Samudra, Lapangan Ex. Tri Sari Api, Lapangan 006X Barat dan Lapangan 005X Barat.
Besarnya nilai asset yang dimiliki PT. MTI anak perusahaan PT. PELINDO II  menjadikannya sangat eksis bersaing bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Bongkar Muat lainnya di pelabuhan Tanjung Priok.


Sampai  dengan tahun  2005 PT. MTI mengalami kejayaannya walau PT. SEGORO yang mengoperasionalkan Terminal Petikemas SEGORO di Kade 115 mitra kerja PT. MTI tidak pernah mampu membayar kewajibannya kepada PELINDO II sehingga pada tahun 2007 posisi PT. SEGORO digantikan oleh PT. Mustika Alam Lestari (MAL) yang bersedia membayar kewajiban PT. SEGORO kepada PT. PELINDO II via MTI.

Ketika PT. Multi Terminal Indonesia (MTI)  dinakhodai Sudjarwo tahun 2009, perusahaan mengalami kemunduran drastis, bila tadinya Terminal Regional Harbour menerima kunjungan kapal  tiga unit perminggu menjadi turun menjadi satu unit perminggu sehingga YOR Lapangan menurun drastis dari rata-rata 75% menjadi  50%.  Lapangan 215X dan Lapangan Arung Samudra (Arsa) yang tadinya  menerima limpahan Petikemas Impor dari  Terminal Petikemas Regional Harbour dan  Terminal PT. MAL,  menjadi sepi seperti landasan pacu pesawat  capung.

Untuk meningkatkan bisnis MTI, management mengambil keputusan untuk menyewakan atau menkerjasamakan fasilitas lapangan yang dikuasainya kepada para pengusaha swasta termasuk Lapangan Inggom seluas  10,8 Hektar di Jl. Industri pelabuhan Tanjung Priok.  Khususnya Lapangan penumpukan Petikemas Impor No. 215X,  management MTI melakukan kerja sama dengan PT. Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK. KOJA dalam hal menerima limpahan Petikemas Pindah Lokasi dari kedua terminal tersebut.

Informasi kerjasama penanganan Petikemas yang ditebar oleh MTI tentu mendapat  sambutan yang hangat dari  dari para pengusaha mantan rekanan PELINDO II.  Persyaratan yang diberlakukan management MTI sebenarnya berat sebelah, tetapi diterima  para rekanan  karena tidak ada pilihan lain. Puluhan rekanan harus  mendepositokan uangnya  sebesar 50 puluh juta rupiah pada kasir MTI  dengan harapan akan mendapat pekerjaan penarikan Petikemas dari JICT atau TPK. KOJA.

Malangnya  sebagian besar para rekanan yang berharap mendapat pekerjaan  yang adil dari HARIJANTO  Manager Logistic PT. MTI, mendapat perlakuan sebaliknya hanya empat atau lima perusahaan yang mendominasi semua pekerjaan penarikan Petikemas Pindah Lokasi dari JICT dan TPK. KOJA. Puluhan perusahaan Mitra yang  menerima persyaratan yang sama dengan perusahaan Mitra  Istimewa tersebut,  tinggal menjadi penonton melihat perlakuan yang tidak adil itu. Ada beberapa perusahaan diberi pekerjaan hanya satu kali selama enam bulan padahal  perusahaan tersebut mendepositokan uangnya pada MTI dengan jumlah yang sama.  


Setelah Sudjarwo lengser digantikan oleh Arief kodisi perusahaan belum berubah, yang menjadi andalan MTI tetap bertumpu pada PT. MAL sebagi pemberi kontribusi terbesar  pada perusahaan  sementara Lapangan 215X  yang dikendalikan HARIJANTO dan Achmad Kosim belum berubah malah semakin menjadi-jadi.  Perusahaan  yang di anak emaskan oleh Manager Logistic Lapangan 215X  tersebut  menaikan tarif pelayanan Petikemas  setinggi-tingginya untuk mendapakan keuntungan besar dari pelayanan Petikemas Pindah Lokasi dari JICT.
    
Penerapan tarif  yang tidak terkendaki itu menurut informasi yang kami dapat direstui oleh HARIJANTO selaku pimpinan dilapangan, akibatnya  para Importir melakukan complain ke management PT. JICT dan pada Kepala Seksi Administrasi Manifest  Bea dan Cukai.  Untuk mengantisipasi keresahan para Importir karena terjadi  “ekonomi biaya tinggi”  di Lapangan  215X  maka untuk sementara  waktu yang tidak terbatas pelayanan Petikemas Impor Pindah Lokasi dari JICT dan TPK. KOJA  dihentikan.


    









PT.  MULTI TERMINAL INDONESIA (PT. MTI)
PENYEBAB EKONOMI BIAYA TINGGI DI TANJUNG PRIOK



Divisi Usaha Terminal (DUT) awalnya didirikan Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok untuk menjadi stabilitator kegiatan bongkar/muar barang di pelabuhan Tanjung Priok dan juga merupakan Unit Usaha.  Seiring dengan perjalanan waktu perubahan status Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok menjadi  Perusahaan Umum (Perum Pelabuhan Indonesia II) tidak serta merta mengubah status Divisi Usaha Terminal Cabang Pelabuhan Tanjung Priok menjadi mandiri seperti saat ini.

Setelah perubahan status pengusahaan pelabuhan dari Perum Pelabuhan Indonesia II menjadi  perusahaan persero,  maka  banyak individu dikantor pusat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) menggagas agar Divisi Usaha Terminal  Cabang Pelabuhan Tanjung Priok  dinaikan statusnya menjadi Perusahaan Persero sebagai anak perusahaan Pelindo II dan secara hirarkis tentu langsung bertanggung jawak ke Kantor Pusat Pelindo II pada bidang operasional, keuangan  dan perencanaan SDM.

Berkat kegigihan  beberapa individu di kantor pusat Pelindo II,  Direksi, Komisaris  Pelindo II dan Menteri BUMN  merasa yakin akan argumentasi  dan proposal dari individu yang berkepentingan  atas Organisasi baru tersebut.

Dengan bergulirnya Surat Persetujuan Menteri BUMN maka PT. Multi Terminal Indonesia  lahir tahun 2002 yang dinakhodai Robert Sianipar dan kawan-kawan. Pada awalnya MTI berusaha pada core bisnis  kegiatan bongkar muat di dermaga seperti di dermaga 009X Terminal Regional Harbour,  dermaga 115X kade Kantor Syahbandar  yang pada akhirnya dibangun Terminal Petikemas PT. SEGORO  merupakan mitra kerja PT. MTI, dermaga  207X Kolam Pelabuhan II, dermaga 113X (Salman Cement), dermaga No. 004,  dermaga No. 005 dan dermaga 007X Utara.  Selain beberapa kede tempat kegiatan  melakukan kegiatannya, PT. MTI juga didukung  dengan beberapa fasilitas  Lapangan penumpukan cargo/barang yang luas seperti Lapangan 207X, Lapangan 113 (salman cement), Lapangan 215X serta didukung fasilitas pergudangan, Lapangan Arung Samudra, Lapangan Ex. Tri Sari Api, Lapangan 006X Barat dan Lapangan 005X Barat.
Besarnya nilai asset yang dimiliki PT. MTI anak perusahaan PT. PELINDO II  menjadikannya sangat eksis bersaing bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Bongkar Muat lainnya di pelabuhan Tanjung Priok.


Sampai  dengan tahun  2005 PT. MTI mengalami kejayaannya walau PT. SEGORO yang mengoperasionalkan Terminal Petikemas SEGORO di Kade 115 mitra kerja PT. MTI tidak pernah mampu membayar kewajibannya kepada PELINDO II sehingga pada tahun 2007 posisi PT. SEGORO digantikan oleh PT. Mustika Alam Lestari (MAL) yang bersedia membayar kewajiban PT. SEGORO kepada PT. PELINDO II via MTI.

Ketika PT. Multi Terminal Indonesia (MTI)  dinakhodai Sudjarwo tahun 2009, perusahaan mengalami kemunduran drastis, bila tadinya Terminal Regional Harbour menerima kunjungan kapal  tiga unit perminggu menjadi turun menjadi satu unit perminggu sehingga YOR Lapangan menurun drastis dari rata-rata 75% menjadi  50%.  Lapangan 215X dan Lapangan Arung Samudra (Arsa) yang tadinya  menerima limpahan Petikemas Impor dari  Terminal Petikemas Regional Harbour dan  Terminal PT. MAL,  menjadi sepi seperti landasan pacu pesawat  capung.

Untuk meningkatkan bisnis MTI, management mengambil keputusan untuk menyewakan atau menkerjasamakan fasilitas lapangan yang dikuasainya kepada para pengusaha swasta termasuk Lapangan Inggom seluas  10,8 Hektar di Jl. Industri pelabuhan Tanjung Priok.  Khususnya Lapangan penumpukan Petikemas Impor No. 215X,  management MTI melakukan kerja sama dengan PT. Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK. KOJA dalam hal menerima limpahan Petikemas Pindah Lokasi dari kedua terminal tersebut.

Informasi kerjasama penanganan Petikemas yang ditebar oleh MTI tentu mendapat  sambutan yang hangat dari  dari para pengusaha mantan rekanan PELINDO II.  Persyaratan yang diberlakukan management MTI sebenarnya berat sebelah, tetapi diterima  para rekanan  karena tidak ada pilihan lain. Puluhan rekanan harus  mendepositokan uangnya  sebesar 50 puluh juta rupiah pada kasir MTI  dengan harapan akan mendapat pekerjaan penarikan Petikemas dari JICT atau TPK. KOJA.

Malangnya  sebagian besar para rekanan yang berharap mendapat pekerjaan  yang adil dari HARIJANTO  Manager Logistic PT. MTI, mendapat perlakuan sebaliknya hanya empat atau lima perusahaan yang mendominasi semua pekerjaan penarikan Petikemas Pindah Lokasi dari JICT dan TPK. KOJA. Puluhan perusahaan Mitra yang  menerima persyaratan yang sama dengan perusahaan Mitra  Istimewa tersebut,  tinggal menjadi penonton melihat perlakuan yang tidak adil itu. Ada beberapa perusahaan diberi pekerjaan hanya satu kali selama enam bulan padahal  perusahaan tersebut mendepositokan uangnya pada MTI dengan jumlah yang sama.  


Setelah Sudjarwo lengser digantikan oleh Arief kodisi perusahaan belum berubah, yang menjadi andalan MTI tetap bertumpu pada PT. MAL sebagi pemberi kontribusi terbesar  pada perusahaan  sementara Lapangan 215X  yang dikendalikan HARIJANTO dan Achmad Kosim belum berubah malah semakin menjadi-jadi.  Perusahaan  yang di anak emaskan oleh Manager Logistic Lapangan 215X  tersebut  menaikan tarif pelayanan Petikemas  setinggi-tingginya untuk mendapakan keuntungan besar dari pelayanan Petikemas Pindah Lokasi dari JICT.
    
Penerapan tarif  yang tidak terkendaki itu menurut informasi yang kami dapat direstui oleh HARIJANTO selaku pimpinan dilapangan, akibatnya  para Importir melakukan complain ke management PT. JICT dan pada Kepala Seksi Administrasi Manifest  Bea dan Cukai.  Untuk mengantisipasi keresahan para Importir karena terjadi  “ekonomi biaya tinggi”  di Lapangan  215X  maka untuk sementara  waktu yang tidak terbatas pelayanan Petikemas Impor Pindah Lokasi dari JICT dan TPK. KOJA  dihentikan.


    







Sabtu, 05 Februari 2011

KORUPSI MENGGURITA DI PT. PELINDO II



Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor. KEP-108/ MBU/2009 pada tanggal 8 Mei 2009  kepemimpinan Abdullah Syaifuddin sebagai Direktur Utama pada PT. (Persero )  Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II)  berakhir, digantikan oleh Richard J. LINO yang berasal dari Project Director (konsultan)  PT. AKR di Nanking China daratan dan juga pernah bekerja di Pelabuhan Tanjung Priok sampai tahun 1984.

Setelah pengangkatan, R.J. LINO  segera melakukan  kosolidasi kedalam dengan cara menata struktur organisasi Perusahaan dan merampingkan anak perusahaan(TPK. KOJA) yang tadinya besar diciutkan menjadi Unit. Dia juga mengembangkan ketrampilan dan kebolehan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan cara mengirim mereka mengikuti pendidikan/ training ke luar negeri.

Tidak lama kemudian pada tahun yang sama (2009) Richard J. LINO mulai menggulirkan scenario baru guna membentuk opini publik Tanjung Priok khususnya masyarakat pelabuhan dengan cara melontarkan wacana akan  mengambil alih Terminal Petikemas PT. Jakarta International Container Terminal II (JICT II) untuk digunakan melayani Petikemas Interinsuler, gagasan tersebut tentu ditentang Serikat Pekerja Pelabuhan JICT (SPPI) dengan cara memasang spanduk besar bertuliskan: “ Rapatkan barisan, Karyawan JICT siap mempertahankan Terminal JICT II  sampai titik darah penghabisan”.

Umpan yang ditebar R.J. LINO termakan masyarakat dan karyawan PELINDO II, iapun dianggap sebagai pejuang dan punya integritas yang tinggi kepada Pemerintah dan Perusahaan yang 100% sahamnya dimiliki Negara. Kemudian R. J. LINO melaksanakan rencananya untuk membangun wilayah Lini II menjadi Lapangan Penumpukan Cargo/Container, perkantoran milik swasta, BUMN dan Pemerintah digusur dan akan digusur kemudian.

Dengan mengatas namakan kepentingan perluasan pelabuhan, lapangan penumpukan Petikemas dibangun dengan menggunakan uang Negara (PELINDO II) yang jumlahnya puluhan miliar rupiah,  kemudian sistim informasi kepabeanan secara electronic (National Single Window) tidak dimanfaatkan malah membuat proyek baru layanan teknologi komunikasi informasi (ICT)  dan memesan alat berat Rail-Mounted Gantry Crane dari perusahaan China daratan ‘ Wuxi Hua Dong Heavy Machinery ’  tanpa melalui prosedur tender (pelelangan).

Pada tengahan semester dua tahun 2009,  disinyalir R.J. LINO  mengadakan pertemuan dengan petinggi “ Hutchison Port Holding Ltd. dan petinggi AKR di luar negeri untuk merundingkan penggunaan Lahan KOJA UTARA demi kepentingan perluasan Lapangan Penumpukan PT. JICT ke sebelah Timur JICT menyeberangi Kali Koja Kanal luasnya diperkirakan  700.000 M2 dan PT. Aneka Kimia Raya (AKR) mendapat bagian 150.000 M2.

2


Pada tanggal 14 April 2010 di Lahan Mbah Priok (Sebelah Barat Jl. Timor Raya Lahan KOJA UTARA)  terjadi tragedi berdarah, dengan uang sebesar  324 juta rupiah Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOLPP) berusaha membebaskan Lahan Mbah Priok dengan paksa, “ tapi untung tidak dapat diraih malang tidak dapat ditolak “ upaya SATPOLPP mendapat perlawanan keras para pengawal Lahan  dibantu masyarakat Tanjung Priok, korban berjatuhan 3 orang anggota SATPOLPP tewas bersimbah darah tanpa ada yang disalahkan dan bertanggung jawab atas perisriwa Tanjung Priok tersebut. Sementara ketika penulis tanyakan kepada Dewan Pengurus SPPI PELINDO II dan SPPI JICT serta para karyawan secara random, tidak ada yang merespon  perintiwa KKN  yang dimotori oleh R.J. LINO Direktur Utama PT. PELINDO II.

Ketika penulis tanyakan masyarakat banyak yang turut membantu para pengawal Lahan Mbah Priok, mereka mengatakan : “ Bahwa Lahan Mbah Priok yang telah dibangun oleh ahli warisnya lima belas tahun yang lalu pasti akan diserahkan pada orang asing, ujar mereka.“  Jadi kami menyimpulkan bahwa rencana R.J. LINO membebaskan Lahan Mbah Priok guna dijadikan Lapangan Penimbunan Container JICT telah tercium masyarakat banyak yang sumbernya pasti dari orang dalam.

Awal bulan Oktober 2010, Lapangan Penumpukan Petikemas diatas Lahan KOJA UTARA sebelah timur Koja Kanal dengan luas lebih kurang 400.000 M2 mulai dioperasikan sementara Lahan sebelah Utara seluas 300.000 M2 dalam tahap pembangunan. Untuk memudahkan para pembaca maka Lapangan Penumpukan Petikemas (Container) seluas empat ratus ribu meter persegi itu kita inisialkan Lapangan No. 220X dan Lapangan Penumpukan Petikemas sebelah Utara Lapangan No. 220X kita namakan Lapangan 224X. Lapangan Petikemas No. 220X dapat menerima Petikemas sebanyak 183.084 TEUS per bulan dengan asumsi bahwa rata-rata waktu penumpukan sepuluh hari dan pada Lapangan No. 224X (tahap pembangunan) dapat menerima Petikemas sebanyak 137.302 TEUS per bulan dengan lama penumpukan maksimal sepuluh hari sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-26/BC/2007 tanggal  10 Agustus 2007.Tidak lama kemudian pada tengahan bulan Januari 2010 Lahan KOJA UTARA sebelah Selatan Lapangan Petikemas PT. GRAHA SEGARA dibangun untuk kepentingan Tanki-Tanki berisia Kimia Cair  PT. Aneka Kimia Raya (AKR) dengan luas 150.000 meter persegi selesai akhir Agustus 2010. Lapanan PT. AKR tersebut kita beri inisial Lapangan No. 222X merupakan Lapangan yang sangat strategis bila digunakan untuk  menerima Petikemas Overdue dari PT. JICT dan TPK. KOJA dapat menerima Petikemas sebanyak 46.800 TEUS per bulan dengan rata-rata waktu penumpukan sepuluh hari.

Pada bulan November 2010, R.J. LINO direktur utama PT. PELINDO II memperpanjang Kontrak Lapangan Penumpukan Petikemas No. 221X (Graha Segara) sampai tahun 2013. Lapangan TPS. No. 221X (Graha Segara)  dikotrak PT. GRAHA SEGARA sejak tanggal 19 Januari 2001 sampai tanggal 18 Januari 2011. Lapangan No. TPS. No. 221X (GS) luasnya 55.000 M  persegi  sangat  strategis  karena  peruntukannya menerima  Petikemas  Impor

Jalur Merah  yang wajib dibahandle atas kesepakatan bersama antara mantan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Supriadi dengan Isya Wahyudin Anwar  Direktur Utama PT. Graha Segara, dan Maman Wirjiawan mantan Direktur Utama PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) pada tahun 2005. Lapangan TPS No. 221X tersebut mampu menerima Container Jalur Merah sebanyak 24.640 per bulan dan rata-rata penumpukan 6 hari. Guna memudahkan lembar periksa dan analisis para pembaca dan pengambil keputusan di Negara ini, penulis sajikan pertumbuhan arus Petikemas via Terminal JICT dan TPK. KOJA dari tahun 1999 sampai  tahun 2019  dengan asumsi Petikemas 40 Feet ditetapkan sebesar 25% berdasarakan data empiris dilapangan.




  TABEL  I   ARUS CONTAINER DI PT. JICT


NO

TAHUN
CONTAINER
PETMB
%
CONTAINER
JUMLAH
BOXES
JUMLAH
TEUS.
20’
40’
20’
40’
  
1.

1999.

-

-

-

725.000

362.500

1.087.500

1.450.000
2.
2000.
725.000
362.500
9.7%
795.326
397.662
1.192.988
1.590.650
3.
2001.
795.326
397.662
10 %
874.858
437.428
1.312.286
1.749.914
4.
2002.
874.858
437.428
10 %
962.344
481.170
1.443.514
1.924.684
5.
2002.
962.344
481.170
10 %
1.058.578
529.287
1.587.865
2.117.152
6.
2003.
1.058.578
529.287
10 %
1.164.466
582.216
1.746.682
2.328.898
7.
2004.
1.164.466
582.216
10 %
1.280.913
640.438
1.921.351
2.561.789
8.
2005.
1.280.913
640.438
15 %
1.473.050
736.504
2.209.554
2.946.058
9.
2006.
1.473.050
736.504
15 %
1.694.008
846.980
2.540.988
3.387.968
10.
2007.
1.694.008
846.980
15 %
1.948.109
974.027
2.922.136
3.896.163
11.
2008.
1.948.109
974.027
5 %
2.045.514
1.022.728
3.068.242
4.090.970
12.
2009.
2.045.514
1.022.728
10 %
2.250.065
1.125.000
3.375.065
4.500.065
13.
2010.
2.250.065
1.125.000
20 %
2.700.078
1.350.000
4.050.078
5.400.078
14.
2011.
2.700.078
1.350.000
20 %
3.240.094
1.620.000
4.860.094
6.480.094
15.
2012.
3.240.094
1.620.000
20 %
3.888.113
1.944.000
5.832.113
7.776.113
16.
2013.
3.888.113
1.944.000
20 %
4.665.736
2.332.800
6.998.536
9.331.336
17.
2014.
4.665.736
2.332.800
 5 %
4.899.023
2.449.440
7.348.463
9.797.903
18.
2015.
4.899.023
2.449.440
10 %
5.388.925
2.694.384
8.083.309
10.777.693
19.
2016.
5.388.925
2.694.384
10 %
5.927.818
2.963.822
8.891.640
11.855.462
20.
2017.
5.927.818
2.963.822
10 %
6.520.600
3.260.204
9.780.804
13.041.008
21.
2018.
6.520.600
3.260.204
5 %
6.846.630
3.423.214
10.269.844
13.693.058
22.
2019.
6.846.630
3.423.214
5 %
7.188.966
3.594.375
10.783.341
14.377.716

-           Harian Kompas tanggal  30 Agustus 2010  halaman 19,  Laporan Tahunan  PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II  Tahun 2000 dan Humas, Pelabuhan Tanjung Priok : 1877  -  2008.


Pertumbuhan arus Petikemas tahun 2008 menjadi 5%  karena adanya krisis ekonomi/ moneter dunia dan berimbas ke Indonesia, dan pertumbuhan arus Petikemas tahun 2014 menjadi 5% karena masa transisi perubahan kepemimpinan Republik Indonesia. 




TABEL  II   ARUS CONTAINER DI  TPK. KOJA


NO

TAHUN
CONTAINER
PERTB.
%
CONTAINER
JUMLAH
BOXES
JUMLAH
TEUS.
20’
40’
20’
40’

1.

1999

-

-

-

194.500

97.250

291.750

389.000
2.
2000
194.500
97.250
27,2 %
247.404
123.702
371.106
494.808
3.
2001
247.404
123.702
15 %
284’515
142.257
426.772
569.029
4.
2002
284.515
142.257
15 %
327.192
163.595
490.787
654.382
5.
2003
327.192
163.395
10 %
359.911
179.735
539.646
719.381
6.
2004
359.911
179.735
10 %
395.902
197.708
593.610
791.318
7.
2005
395.902
197.708
10 %
435.492
217.479
652.971
870.450
8.
2006
435.492
217.479
10 %
479.042
239.226
718.268
957.494
9.
2007
479.042
239.226
10 %
526.946
263.148
790.094
1.053.242
10.
2008
526.946
263.148
10 %
579.641
289.463
869.104
1.158.567
11.
2009
579.641
289.463
10 %
637.605
318.409
956.014
1.274.423
12.
2010
637.605
318.409
10 %
701.366
350.250
1.051.616
1.401.866
13.
2011
701.366
350.250
10 %
771.503
385.275
1.156.778
1.542.053
14.
2012
771.503
385.275
10 %
848.653
423.803
1.272.456
1.696.259
15.
2013
848.653
423.803
10 %
933.518
466.183
1.399.701
1.865.884
16.
2014
933.518
466.183
5 %
980.194
489.492
1.469.686
1.959.178
17.
2015
980.194
489.492
10 %
1.078.213
538.441
1.616.654
2.155.095
18.
2016
1.078.213
538.441
10 %
1.186.034
592.285
1.778.319
2.370.604
19.
2017
1.186.034
592.285
10 %
1.304.637
651.514
1.956.151
2.607.665
20.
2018
1.304.637
651.514
10 %
1.435.101
716.665
2.151.766
2.868.431
21.
2019
1.435.101
716.665
10 %
1.578.611
788.332
2.366.943
3.155.275

   -  Kompas tgl. 30 Agustus 2010 hla. 19,  Humas,  Pelabuhan Tanjung Priok :  1877 – 2008

Lonjakan pertumbuhan Petikemas telah diantisipasi  oleh Management JICT  dengan cara membangun Lapangan Penumpukan No. 220X Lapangan No. 224X dan merencanakan pembangunan Lapangan 223X (Lahan Mbah Priok) sampai ke belakang Mesjid Alfu’dolah Jl. Raya Cilincing dan apabila lahan Emas tersebut dibangun oleh PELINDO II untuk Lapangan Petikemas FCL dan LCL maka Petikemas yang dapat ditimbum diperkirakan sebanyak 141.872 TEUS per bulan dengan asumi penimbunan Petikemas FCL, LCL selama 15 hari dan untuk fasilitas Gudang CFS, fasilitas perkantoran, tempat parkir menggunakan lahan 20.000 meter persegi.

Pada tanggal 13 November 2010 terjadi beda pendapat antara R. J. LINO dengan Dian M. Noor Direktur Keuangan PT. PELINDO II pasalnya Nota Dinas R.J. LINO selaku Direktur Utama Nomor : KU.26/45/17/DIT-PUM-10 tanggal 11 November 2010 yang isinya perintah membayar tagihan PT. Tekom atas pemasangan Information Communication Technology (ICT) sebesar 105 miliar rupiah,  ditolak oleh Direktur Keuangan dengan mengeluarkan Nota Dinas Nomor : KU.20/3/7/DITKEU-10 tanggal 13 November 2010 yang intinya menolak pembayaran jasa pemasangan ICT dan Uang Muka sebesar 20%  atau 3,3 juta Dolar Amerika Serikat atas pemesanan 3 Unit alat berat Rail Mounted Gantry Crane (RMGC) dari perusahaan China Daratan ‘Wuxi Hua Dong Heavy Machinery’ (HDHM).
5
Sikap Direktur Keuangan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II patut mendapat acungan jempol dari semua pihak yang punya hati nurani dan taat asas, karena pembayaran atas pembelian suatu produk atau jasa dengan menggunakan uang Negara dalam jumlah  500 juta rupiah sampai 1 miliar rupiah harus melalui tender terbatas, 1 miliar lebih melalui tender terbuka mengacu kepada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa dimana BUMN, BUMD Pemerintah Kota, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa harus tunduk pada Kepres ini tidak terkecuali PT. PELINDO II.

Ketidak mampuan R.J. LINO dalam menjalankan amanat Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP-108/MBU/2009 sehingga  Negara berpotensi di rugikan triliunan rupiah bila sepenuhnya dibebankan pada pundak saudara R.J. LINO itu namanya tidak fair,  karena kesalahan tersebut tentu turut dipikul oleh orang yang mengangkatnya atau orang yang mengusulkannya untuk diangkat sebagai Direktur Utama PT. PELINDO II (Persero). Semua masyarakat pelabuhan mengetahuinya bahwa R.J. LINO belum pernah memangku jabatan sebagai General Manager atau Administrator Pelabuhan di Indonesia jadi wajar kalau beliau belum mengetahui system dan prosedur penggunaan uang Negara dan tidak mengetahui bisnis pelabuhan masa kini yang dapat member margin keuntungan optimal.
Ketidak tahuan prosedur penggunaan uang Negara dan ketidak mengertian tentang usaha Pengelolaan Pelabuhan,  itu dapat dibuktikan dengan penggunaan uang Negara tanpa skala perioritas,  pemberian Lahan KOJA UTARA  sebelah Barat TPK. KOJA kepada PT. JICT dan megubah peruntukan Lahan KOJA UTARA sebelah Timur, bila tadanya Lahan tersebut diperuntukan untuk pembangunan Lapangan Penunpukan/Penimbunan Petikemas Impor/Ekspor,  diubah oleh PELINDO II  menjadi Lapangan Penumpukan Kimia Cair dan atau sejenisnya agar Lahan Mahal tersebut dapat digunakan oleh PT. Aneka Kimia Raya (AKR) untuk menimbum Kimia Cair diareal itu.

Akibat dari kesalahan mengambil keputusan dan kelalaian membelanjakan uang Negara, PELINDO II (Negara) yang tadinya berpotensi mendapat keuntungan sebesar 1,58 triliun rupiah dari ke lima Lapangan Penumpukan/Penimbunan (Lapangan 220X, Lapangan 221X, Lapangan 222X, Lapangan 223X dan Lapangan 224X) Petikemas Impor dan 123,55 miliar rupiah dari pembelanjaan ICT dan 3 unit Alat.  Untuk mengklarifikasi besaran kerugian Negara riil maka dipandang perlu investigasi dari pihak Kemite Pemberantasan Korupsi (KPK) atau dari Pihak Kejaksaan Agung agar didapat besaran bagi hasil atau sewa dari keempat Lapangan penumpukan Petikemas dimaksud diatas sekaligus untuk mengetahui berapa besar kemanfaatan yang didapat oleh individu di PELINDO II dari upaya pembelanjaan dana dan pemberian Lahan kepada  PT. JICT dan PT.  AKR.
Pembangunan “ Dream Port “  Tanjung Priok mulai dari Kali Baru sampai ke Tengah Laut  pasti akan menimbulkan pro dan kontra dari  beberapa kalangan karena masalah dana dan kepadatan kota Jakarta, pada point ini  penulis  mendukung pengadaan Pelabuhan Impian
diteluk Jakarta,  alasannya karena penulis melihat pembangunan “pelabuhan impian” dari sudut pandang ilmu kepelabuhanan dan transportasi dimana dalam teori tersebut : pelabu-han dan segala fasilitasnya dibangun guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan semangat kewirausahaan dari kalangan investor domestic dan luar negeri.  Jadi pada hakikatnya pelabuhan tidak boleh dikuasai Pemodal Asing karena dapat mempengaruhi pengaturan tarif dan akan berkorelasi pada kecenderungan ‘ ekonomi biaya tinggi ‘ contoh kasusnya seperti Terminal PT. Jakarta International Container Terminal (JICT),  PT. Mustika Alam Lestari (MAL)  dan PT. Aneka Kimia Raya (AKR).  Pada ketiga perusahaan penguasa pelabuhan itu  apakah pemerintah dapat mengatur tarifnya,  mereka pasti akan berdalih bahwa penetapan tarif  berdasarkan harga pasar, akhirnya pemerintah tidak dapat berbuat banyak dalam menekan “ ekonomi biaya tinggi “  dipelabuhan.  Yang penulis anggap aneh adalah pembangunan Lapangan Petikemas Lini II,  lapangan dibangun dengan mengguna-kan standar Lapangan Penumpukan Petikemas Impor dengan segala fasilitasnya ternyata digunakan untuk penumpukan Petikemas Domestik dan Petikemas kosong  yang nilai ekonominya relatif rendah.  Lonjakan traffic Petikemas yang meningkat terkadang ekstrim mestinya dijadikan peluang dan kesempatan dengan cara membangun Lahan Koja Utara sebelah Selatan Lahan Mbah Priok menjadi Lapangan TPS Penumpukan Petikemas Impor FCL/LCL, membangun Lapangan Kantor KP3 dan Ex. Djakarta Lloyd dan mengurus ijin TPS Lapangan Penumpukan No. 216X, Lapanan No. 217X, Lapangan No. 218X, Lapangan No. 219X,  Lapangan Pos IV, Lapangan Jl. Pasoso (Adi Purusa),  dan  mendayagunakan Lapangan TPS. 106X Selatan Terminal Penumpang.  Dari  sembilan Lapangan itu saja PELINDO II akan mendapat pendapatan (revenue) lebih dari 3 (tiga) triliun rupiah perbulan bila Lapangan tersebut dikelola secara professional.  Pembangunan itu baik artinya ada investasi,  tetapi tidak melulu melihat sisi makronya karena PELINDO II itu Badan Usaha Milik Negara bukan Departemen,  kalau sebagai Badan Usaha harus memperhatikan sisi Makro dan Mikro secara simultan artinya  investasi  dilakukan tetapi tetap memperhatikan “turn on”  maupun “turn over”  dari investasi tersebut,  mengapa pemilik modal mayoritas (Huchison Port Holding Ltd.)  PT. Jakarta International Container Terminal (JICT)  getol melakukan investasi seperti;  memperpanjang dermaga sampai ke TPK. KOJA, membeli Portainer,  membangun perluasan Lapangan Penumpukan (Lapangan 220X, Lapangan 224X)  dan mengadakan fasilitas lainnya  sementara kontrak kerjasama tinggal sembilan tahun.  


Pengamat dan Penulis,


KORNELIS   S.  M.