Kamis, 06 Desember 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR; P.26/BC/2007 TANGGAL 30 AGUSTUS BAGAI PISAU BERMATA DUA Sambungan, ... Era Tahun 1970-an, Sepertinya kongesti sudah menyatu dengan Pelabuhan Tanjung Priok. Pada awal tahun 70-an kongesti kembali melanda pelabuhan Tanjuk Priok. Pertanyaan mendasar yang menggelayut pikiran kita " kenapa pelabuhan Tanjung Priok, begitu rentan terhadap kongesti ". Jawabnya karena keterbatasan fasilitas di pelabuhan dan terpusatnya arus barang impor ke Jakarta dan seputarnya. Pada sisi lain muatan masuk via Pelabuhan Tanjung Priok terus mengalir, sehingga kian meningkatnya barang tidak bertuan di Pelabuhan Tanjung Priok. Barang-barang tak bertuan ini menumpuk sejak lima (5) sampai tujuh (7) tahun yang silam. Akar permasalahannya, karena prosedur dokument sangat berbelit-belit. Akibatnya pemilik barang enggan mengambil barang miliknya. Hal ini disebabkan kian maraknya praktek pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Tanjung Priok. Mulai dari pengurusan dokument sampai bongkar muat maupun angkutan ke luar areal pelabuhan. Ternyata semua instansi pemerintah terlibat praktek pungli di Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk memberantas pungli, pada tahun 1971 Pemerintah membentuk tim penertiban pelabuhan yang dikenal dengan nama "Team Walisongo". Anggota Team terdiri dari Dirjen Perhubungan Laut, Dirjen Bea dan Cukai, Dirjen Perdagangan, seorang Perwira Tinggi dari Departemen Pertahanan, seorang Pejabat Teras dari Bapenas, Ketua Team Walisongo Samet Danudirdjo, yang ketika itu menjabat Deputy Ketua Bapenas. Ketika itu J.E. Habibie menjabat sebagai Sekretaris Pelabuhan. Ketua Team Walisongo Slamet Danudirdjo melihat J.E. Habibie yang lincah dan mudah bergaul, berpotenti mengatasi kemelut yang dihadapi Pelabuhan Tanjung Priok saat itu. Sang Jendral bintang dua itu mengusulkan agar J.E. Habibie diangkat menjadi Administrator (Adpel) Pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Tanjung Priok adalah pintu gerbang perdagangan/perniagaan Indonesia. Sebab itu, JE. Habibiae yang akrab disafa Fanny, harus mampu menyembuhkan penyakit "kengesti" yang melekat pada pelabuhan Tanjung Priok, tugas pokok Adpel adalah melakukan penertiban di bawah pengawasan Team Walisongo. Disamping itu, Adpel harus menyusun rencana pengembangan pelabuhan Tanjung Priok yang diharapkan akan dibiayai oleh Bank Pembangunan Asia (ADB). Fanny mulai menyusun rencana penertiban pelabuhan yang disebut "Operasi Bersih" dan "Operasi Lancar". Sebelum melaksanakan penertiban, JE. Habibie mengamati permasalahan yang dihadapi pelabuhan Tanjung Priok. Ternyata banyak masalah yang dihadapi Pelabuhan Tanjung Priok. Disamping keterbatasan fasilitas pelabuhan, pencurian semakin marak, dan kian menumpuknya barang-barang tidak bertuan. Akibatnya, terjadi keterlambatan bongkar muat di pelabuhan. Kapal terpaksa harus lama berlabuh di luar kolam pelabuhan menunggu giliran untuk sandar di kade. Waiting Time kapal sangat tinggi, sehingga mempengaruhi Turn Round Time (TRT) kapal. Permasalahan pokok adalah keterbatasan fasilitas pelabuhan, seperti alat bongkar muat, gudang dan lapangan penumpukan barang (cargo). Pada tahun 1972, Presiden Soeharto meninjau langsung kondisi Pelabuhan Tanjung Priok yang sedang di landa kongesti. Fanny Habibie mulai melakukan penertiban. Langkah awal adalah mengadakan pendekatan para buruh di pelabuhan. Fanny Habibie mendorong para buruh pelabuhan agar bekerja lebih efektif dan efisien, dan mempercepat kegiatan bongkar muat. Lewat "Operasi Bersih" dan "Operasi Lancar", diharapkan dapat memperlancar dan mempercepat keluarnya bahan pokok seperti; beras, gula dan pupuk dari pelabuhan. Karena beras dan gula sangat dibutuhkan masyarakat, sementara pupuk sangat dibutuhkan para petani. Maksud "Operasi Bersih" adalah agar pengeluaran barang dari pelabuhan sesuai prosedur yang berlaku. Barang-barang yang tidak bertuan, di lelang atau dimusnahkan sehingga upaya pembenahan di pelabuhan dapat dilaksanakan. Pada sisi lain, pihak pelabuhan mulai menyusun perencanaan rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan. Untuk mengembangkan pelabuhan Tanjung Priok dibutuhkan dana. Melalui pintu pendekatan yang dilakukan, akhirnya Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok memperoleh dana dari Bank Pembangunan Asia (ABD) sebesar US $. 5,000,000. yang digunakan untuk proyek rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan. Langkah ini bukan sekedar merupakan awal pembangunan di pelabuhan Tanjung Priok, tetapi mengubah konstelasi warna Pelabuhan Tanjung Priok yang selama suram menjadi terang benderang. Pelaku bisnis di Pelabuhan Tanjung Priok seakan tergelitik dan terangsang untuk ikut membangun pelabuhan Tanjung Priok. Fanny Habibie menyadari, bahwa ia perlu mencetak tenaga-tenaga akhli kepelabuhanan yang handal dan profesional. Kebetulan telah terjalin kerjasama antara pelabuhan Amsterdam Belanda dengan Pelabuhan Tanjung Priok, setelah ditandatanganinya "Priok-Amesterdam-Sistership". Beberapa kali tenaga ahli kepelabuhanan Amsterdam datang ke Pelabuhan Tanjung Priok, memberi masukan dan saran tentang cara mengatasi permasalahan di Pelabuhan Tanjung Priok pada saat itu. Salah seorang pejabat Pelabuhan Amsterdam Drs. Hans de Roo. Ia lahir di Indonesia dan lama tinggal di Ygyakarta. Ia merasa dirinya sebagai orang Indonesia. Hans do Roo mengundang tenaga muda BPP tanjung Priok untuk menimba ilmu pengetahuan kepelabuhanan di Blanda, yaitu dengan mengikuti pembelajaran Port Management Course di Delft yang biasa disebut sebagai embrio lahirnya tenaga-tenaga kepelabuhanan yang profesional di kemudian hari. Diantara para pemuda itu Drs. Sabirin Saiman, ia kemudian dipercayakan menjadi Derektur Utama Perum Pelabuhan II Jakarta, Ir. Sumardi mantan Dirut Pelindo IV dan Pelindo III, Ir. Sadhu Sasmitha mantan Direktur Taknik Perumpel II, Drs. Prayitno mantan Direktur Utama Pelindo II, Drs. Herman Prayitno mantan Direktur Utama Pelindo III dan Dirut Pelindo II, Robert Sianipar mantan Dirut PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) dan Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha Pelindo III dan masih banyak lagi yang tidak disebutkan pada tulisan ini. Era Containerisasi .....................

Sambungan, ... Era Tahun 1970-an, Sepertinya kongesti sudah menyatu dengan Pelabuhan Tanjung Priok. Pada awal tahun 70-an kongesti kembali melanda pelabuhan Tanjuk Priok. Pertanyaan mendasar yang menggelayut pikiran kita " kenapa pelabuhan Tanjung Priok, begitu rentan terhadap kongesti ". Jawabnya karena keterbatasan fasilitas di pelabuhan dan terpusatnya arus barang impor ke Jakarta dan seputarnya. Pada sisi lain muatan masuk via Pelabuhan Tanjung Priok terus mengalir, sehingga kian meningkatnya barang tidak bertuan di Pelabuhan Tanjung Priok. Barang-barang tak bertuan ini menumpuk sejak lima (5) sampai tujuh (7) tahun yang silam. Akar permasalahannya, karena prosedur dokument sangat berbelit-belit. Akibatnya pemilik barang enggan mengambil barang miliknya. Hal ini disebabkan kian maraknya praktek pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Tanjung Priok. Mulai dari pengurusan dokument sampai bongkar muat maupun angkutan ke luar areal pelabuhan. Ternyata semua instansi pemerintah terlibat praktek pungli di Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk memberantas pungli, pada tahun 1971 Pemerintah membentuk tim penertiban pelabuhan yang dikenal dengan nama "Team Walisongo". Anggota Team terdiri dari Dirjen Perhubungan Laut, Dirjen Bea dan Cukai, Dirjen Perdagangan, seorang Perwira Tinggi dari Departemen Pertahanan, seorang Pejabat Teras dari Bapenas, Ketua Team Walisongo Samet Danudirdjo, yang ketika itu menjabat Deputy Ketua Bapenas. Ketika itu J.E. Habibie menjabat sebagai Sekretaris Pelabuhan. Ketua Team Walisongo Slamet Danudirdjo melihat J.E. Habibie yang lincah dan mudah bergaul, berpotenti mengatasi kemelut yang dihadapi Pelabuhan Tanjung Priok saat itu. Sang Jendral bintang dua itu mengusulkan agar J.E. Habibie diangkat menjadi Administrator (Adpel) Pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Tanjung Priok adalah pintu gerbang perdagangan/perniagaan Indonesia. Sebab itu, JE. Habibiae yang akrab disafa Fanny, harus mampu menyembuhkan penyakit "kengesti" yang melekat pada pelabuhan Tanjung Priok, tugas pokok Adpel adalah melakukan penertiban di bawah pengawasan Team Walisongo. Disamping itu, Adpel harus menyusun rencana pengembangan pelabuhan Tanjung Priok yang diharapkan akan dibiayai oleh Bank Pembangunan Asia (ADB). Fanny mulai menyusun rencana penertiban pelabuhan yang disebut "Operasi Bersih" dan "Operasi Lancar". Sebelum melaksanakan penertiban, JE. Habibie mengamati permasalahan yang dihadapi pelabuhan Tanjung Priok. Ternyata banyak masalah yang dihadapi Pelabuhan Tanjung Priok. Disamping keterbatasan fasilitas pelabuhan, pencurian semakin marak, dan kian menumpuknya barang-barang tidak bertuan. Akibatnya, terjadi keterlambatan bongkar muat di pelabuhan. Kapal terpaksa harus lama berlabuh di luar kolam pelabuhan menunggu giliran untuk sandar di kade. Waiting Time kapal sangat tinggi, sehingga mempengaruhi Turn Round Time (TRT) kapal. Permasalahan pokok adalah keterbatasan fasilitas pelabuhan, seperti alat bongkar muat, gudang dan lapangan penumpukan barang (cargo). Pada tahun 1972, Presiden Soeharto meninjau langsung kondisi Pelabuhan Tanjung Priok yang sedang di landa kongesti. Fanny Habibie mulai melakukan penertiban. Langkah awal adalah mengadakan pendekatan para buruh di pelabuhan. Fanny Habibie mendorong para buruh pelabuhan agar bekerja lebih efektif dan efisien, dan mempercepat kegiatan bongkar muat. Lewat "Operasi Bersih" dan "Operasi Lancar", diharapkan dapat memperlancar dan mempercepat keluarnya bahan pokok seperti; beras, gula dan pupuk dari pelabuhan. Karena beras dan gula sangat dibutuhkan masyarakat, sementara pupuk sangat dibutuhkan para petani. Maksud "Operasi Bersih" adalah agar pengeluaran barang dari pelabuhan sesuai prosedur yang berlaku. Barang-barang yang tidak bertuan, di lelang atau dimusnahkan sehingga upaya pembenahan di pelabuhan dapat dilaksanakan. Pada sisi lain, pihak pelabuhan mulai menyusun perencanaan rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan. Untuk mengembangkan pelabuhan Tanjung Priok dibutuhkan dana. Melalui pintu pendekatan yang dilakukan, akhirnya Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok memperoleh dana dari Bank Pembangunan Asia (ABD) sebesar US $. 5,000,000. yang digunakan untuk proyek rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan. Langkah ini bukan sekedar merupakan awal pembangunan di pelabuhan Tanjung Priok, tetapi mengubah konstelasi warna Pelabuhan Tanjung Priok yang selama suram menjadi terang benderang. Pelaku bisnis di Pelabuhan Tanjung Priok seakan tergelitik dan terangsang untuk ikut membangun pelabuhan Tanjung Priok. Fanny Habibie menyadari, bahwa ia perlu mencetak tenaga-tenaga akhli kepelabuhanan yang handal dan profesional. Kebetulan telah terjalin kerjasama antara pelabuhan Amsterdam Belanda dengan Pelabuhan Tanjung Priok, setelah ditandatanganinya "Priok-Amesterdam-Sistership". Beberapa kali tenaga ahli kepelabuhanan Amsterdam datang ke Pelabuhan Tanjung Priok, memberi masukan dan saran tentang cara mengatasi permasalahan di Pelabuhan Tanjung Priok pada saat itu. Salah seorang pejabat Pelabuhan Amsterdam Drs. Hans de Roo. Ia lahir di Indonesia dan lama tinggal di Ygyakarta. Ia merasa dirinya sebagai orang Indonesia. Hans do Roo mengundang tenaga muda BPP tanjung Priok untuk menimba ilmu pengetahuan kepelabuhanan di Blanda, yaitu dengan mengikuti pembelajaran Port Management Course di Delft yang biasa disebut sebagai embrio lahirnya tenaga-tenaga kepelabuhanan yang profesional di kemudian hari. Diantara para pemuda itu Drs. Sabirin Saiman, ia kemudian dipercayakan menjadi Derektur Utama Perum Pelabuhan II Jakarta, Ir. Sumardi mantan Dirut Pelindo IV dan Pelindo III, Ir. Sadhu Sasmitha mantan Direktur Taknik Perumpel II, Drs. Prayitno mantan Direktur Utama Pelindo II, Drs. Herman Prayitno mantan Direktur Utama Pelindo III dan Dirut Pelindo II, Robert Sianipar mantan Dirut PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) dan Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha Pelindo III dan masih banyak lagi yang tidak disebutkan pada tulisan ini. Era Containerisasi ..................... Sambungan, ... Era Tahun 1970-an, Sepertinya kongesti sudah menyatu dengan Pelabuhan Tanjung Priok. Pada awal tahun 70-an kongesti kembali melanda pelabuhan Tanjuk Priok. Pertanyaan mendasar yang menggelayut pikiran kita " kenapa pelabuhan Tanjung Priok, begitu rentan terhadap kongesti ". Jawabnya karena keterbatasan fasilitas di pelabuhan dan terpusatnya arus barang impor ke Jakarta dan seputarnya. Pada sisi lain muatan masuk via Pelabuhan Tanjung Priok terus mengalir, sehingga kian meningkatnya barang tidak bertuan di Pelabuhan Tanjung Priok. Barang-barang tak bertuan ini menumpuk sejak lima (5) sampai tujuh (7) tahun yang silam. Akar permasalahannya, karena prosedur dokument sangat berbelit-belit. Akibatnya pemilik barang enggan mengambil barang miliknya. Hal ini disebabkan kian maraknya praktek pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Tanjung Priok. Mulai dari pengurusan dokument sampai bongkar muat maupun angkutan ke luar areal pelabuhan. Ternyata semua instansi pemerintah terlibat praktek pungli di Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk memberantas pungli, pada tahun 1971 Pemerintah membentuk tim penertiban pelabuhan yang dikenal dengan nama "Team Walisongo". Anggota Team terdiri dari Dirjen Perhubungan Laut, Dirjen Bea dan Cukai, Dirjen Perdagangan, seorang Perwira Tinggi dari Departemen Pertahanan, seorang Pejabat Teras dari Bapenas, Ketua Team Walisongo Samet Danudirdjo, yang ketika itu menjabat Deputy Ketua Bapenas. Ketika itu J.E. Habibie menjabat sebagai Sekretaris Pelabuhan. Ketua Team Walisongo Slamet Danudirdjo melihat J.E. Habibie yang lincah dan mudah bergaul, berpotenti mengatasi kemelut yang dihadapi Pelabuhan Tanjung Priok saat itu. Sang Jendral bintang dua itu mengusulkan agar J.E. Habibie diangkat menjadi Administrator (Adpel) Pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Tanjung Priok adalah pintu gerbang perdagangan/perniagaan Indonesia. Sebab itu, JE. Habibiae yang akrab disafa Fanny, harus mampu menyembuhkan penyakit "kengesti" yang melekat pada pelabuhan Tanjung Priok, tugas pokok Adpel adalah melakukan penertiban di bawah pengawasan Team Walisongo. Disamping itu, Adpel harus menyusun rencana pengembangan pelabuhan Tanjung Priok yang diharapkan akan dibiayai oleh Bank Pembangunan Asia (ADB). Fanny mulai menyusun rencana penertiban pelabuhan yang disebut "Operasi Bersih" dan "Operasi Lancar". Sebelum melaksanakan penertiban, JE. Habibie mengamati permasalahan yang dihadapi pelabuhan Tanjung Priok. Ternyata banyak masalah yang dihadapi Pelabuhan Tanjung Priok. Disamping keterbatasan fasilitas pelabuhan, pencurian semakin marak, dan kian menumpuknya barang-barang tidak bertuan. Akibatnya, terjadi keterlambatan bongkar muat di pelabuhan. Kapal terpaksa harus lama berlabuh di luar kolam pelabuhan menunggu giliran untuk sandar di kade. Waiting Time kapal sangat tinggi, sehingga mempengaruhi Turn Round Time (TRT) kapal. Permasalahan pokok adalah keterbatasan fasilitas pelabuhan, seperti alat bongkar muat, gudang dan lapangan penumpukan barang (cargo). Pada tahun 1972, Presiden Soeharto meninjau langsung kondisi Pelabuhan Tanjung Priok yang sedang di landa kongesti. Fanny Habibie mulai melakukan penertiban. Langkah awal adalah mengadakan pendekatan para buruh di pelabuhan. Fanny Habibie mendorong para buruh pelabuhan agar bekerja lebih efektif dan efisien, dan mempercepat kegiatan bongkar muat. Lewat "Operasi Bersih" dan "Operasi Lancar", diharapkan dapat memperlancar dan mempercepat keluarnya bahan pokok seperti; beras, gula dan pupuk dari pelabuhan. Karena beras dan gula sangat dibutuhkan masyarakat, sementara pupuk sangat dibutuhkan para petani. Maksud "Operasi Bersih" adalah agar pengeluaran barang dari pelabuhan sesuai prosedur yang berlaku. Barang-barang yang tidak bertuan, di lelang atau dimusnahkan sehingga upaya pembenahan di pelabuhan dapat dilaksanakan. Pada sisi lain, pihak pelabuhan mulai menyusun perencanaan rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan. Untuk mengembangkan pelabuhan Tanjung Priok dibutuhkan dana. Melalui pintu pendekatan yang dilakukan, akhirnya Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok memperoleh dana dari Bank Pembangunan Asia (ABD) sebesar US $. 5,000,000. yang digunakan untuk proyek rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan. Langkah ini bukan sekedar merupakan awal pembangunan di pelabuhan Tanjung Priok, tetapi mengubah konstelasi warna Pelabuhan Tanjung Priok yang selama suram menjadi terang benderang. Pelaku bisnis di Pelabuhan Tanjung Priok seakan tergelitik dan terangsang untuk ikut membangun pelabuhan Tanjung Priok. Fanny Habibie menyadari, bahwa ia perlu mencetak tenaga-tenaga akhli kepelabuhanan yang handal dan profesional. Kebetulan telah terjalin kerjasama antara pelabuhan Amsterdam Belanda dengan Pelabuhan Tanjung Priok, setelah ditandatanganinya "Priok-Amesterdam-Sistership". Beberapa kali tenaga ahli kepelabuhanan Amsterdam datang ke Pelabuhan Tanjung Priok, memberi masukan dan saran tentang cara mengatasi permasalahan di Pelabuhan Tanjung Priok pada saat itu. Salah seorang pejabat Pelabuhan Amsterdam Drs. Hans de Roo. Ia lahir di Indonesia dan lama tinggal di Ygyakarta. Ia merasa dirinya sebagai orang Indonesia. Hans do Roo mengundang tenaga muda BPP tanjung Priok untuk menimba ilmu pengetahuan kepelabuhanan di Blanda, yaitu dengan mengikuti pembelajaran Port Management Course di Delft yang biasa disebut sebagai embrio lahirnya tenaga-tenaga kepelabuhanan yang profesional di kemudian hari. Diantara para pemuda itu Drs. Sabirin Saiman, ia kemudian dipercayakan menjadi Derektur Utama Perum Pelabuhan II Jakarta, Ir. Sumardi mantan Dirut Pelindo IV dan Pelindo III, Ir. Sadhu Sasmitha mantan Direktur Taknik Perumpel II, Drs. Prayitno mantan Direktur Utama Pelindo II, Drs. Herman Prayitno mantan Direktur Utama Pelindo III dan Dirut Pelindo II, Robert Sianipar mantan Dirut PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) dan Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha Pelindo III dan masih banyak lagi yang tidak disebutkan pada tulisan ini. Era Containerisasi .....................

Rabu, 05 Desember 2012

GUDANG DAN LAPANGAN 207X PT. ADI CARAKA TIRTA CONTAINERLINE DIPAYUNGI OLEH BERITA ACARA NOMOR: UM.339/36/15/CTPK-11

Gudang dan Lapangan TPS 207X milik Negara yang diusahakan oleh PT. Adi Caraka Tirta Containerline dilihat dari sisi hukum, sangat memprihatinkan. Karena Gudang dan Lapangan 207X yang tata letaknya sangat strategis, hanya di payungi oleh selembar kertas yang namanya Berita Acara Nomor: UM.339/36/15/CTPK-11 yang tentunya ditandatangani oleh Manager atau Deputy General Manager. Menurut beberapa karyawan di Terminal 3, hal seperti kasus Gudang dan Lapangan 207X biasanya hanya dilaksanakan dalam jangka pendek kurang dari satu tahun menunggu dilaksanakannya penataan infrastruktur dan atau fasilitas pelabuhan. Berita Acara biasanya diberikan kepada rekanan penyewa Gudang/ Lapangan yang telah habis tenggang waktunya kontraknya dimana fasilitas tersebut tidak dikontrakan lagi kepada Badan Usaha Swasta karena akan dikelola sendiri untuk melayani kepentingan umum, ujar mereka. Bila Berita Acara pengoperasian/pengusahaan fasilitas pelabuhan milik negara diberikan secara terus menerus, misalnya dua tahun sampai tiga tahun itu sangat berbahaya kata mereka, karena kontrolnya sangat susah dan biasanya sarat dengat muatan KKN, ujar mereka pada penulis. Ketika penulis bertanya lebih jauh tentang nilai jual sewa Gudang dan Lapangan 207X, para karyawan operasional serempak menjawab bahwa mereka tidak tahu menahu besaran harga jual sewa Gudang/Lapangan tersebut, hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya, yaitu orang dalam ujar mereka. Lantas penulis membathin, bukankah untuk bekerjasama dengan pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal mengelola aset negara yang bernilai puluhan miliar rupiah harus dilandasi Keputusan Menteri dan Kontrak yang jelas (tender), kalau hanya dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi tidak diketahui umum, itu namanya KKN. Apakah semangat memberantas KKN yang selama ini didengungkan oleh para reformis telah hilang gaungnya di telan hiruk pikuk korupsi di negara tercinta ini. Ini yang jadi pekerjaan rutin (PR) bagi semua anak bangsa, para pemuda apakah itu karyawan atau pemuda pejuang reformasi, tidak perlu takut dan malu-malu menyuarakan pemberantasan KKN dari negara tercinta ini, karena KKN sangat merugikan moral dan ekonomi negara dimana pada gilirannya merugikan rakyat banyak. Menurut beberapa pengusaha Jasa Transportasi di Jakarta, bahwa mereka juga sanggup untuk menyewa Lahan dan Gudang 207X milik Pelindo II asal di tenderkan sebagaimana yang dilaksanakan PT. Berdikari (Persero) atas beberapa Gudang TPS yang di kuasainya. Itu namanya fair dan jujur ujar mereka. Siapa yang berani menawar pada harga yang tertinggi tentu dia yang menang dan berhak sebagai pengelola tidak bermain dibelakang layar.

Minggu, 02 Desember 2012

GUDANG DAN LAPANGAN 207X PT. ADI CARAKA TIRTA CONTAINERLINE DIPAYUNGI OLEH BERITA ACARA NOMOR: UM.339/36/15/CTPK-11 Gudang dan Lapangan TPS 207X milik Negara yang diusahakan oleh PT. Adi Caraka Tirta Containerline dilihat dari sisi hukum, sangat memprihatinkan. Karena Gudang dan Lapangan 207X yang tata letaknya sangat strategis, hanya di payungi oleh selembar kertas yang namanya Berita Acara Nomor: UM.339/36/15/CTPK-11 yang tentunya ditandatangani oleh Manager atau Deputy General Manager. Menurut beberapa karyawan di Terminal 3, hal seperti kasus Gudang dan Lapangan 207X biasanya hanya dilaksanakan dalam jangka pendek kurang dari satu tahun menunggu dilaksanakannya penataan infrastruktur dan atau fasilitas pelabuhan. Berita Acara biasanya diberikan kepada rekanan penyewa Gudang/ Lapangan yang telah habis tenggang waktunya kontraknya dimana fasilitas tersebut tidak dikontrakan lagi kepada Badan Usaha Swasta karena akan dikelola sendiri untuk melayani kepentingan umum, ujar mereka. Bila Berita Acara pengoperasian/pengusahaan fasilitas pelabuhan milik negara diberikan secara terus menerus, misalnya dua tahun sampai tiga tahun itu sangat berbahaya kata mereka, karena kontrolnya sangat susah dan biasanya sarat dengat muatan KKN, ujar mereka pada penulis. Ketika penulis bertanya lebih jauh tentang nilai jual sewa Gudang dan Lapangan 207X, para karyawan operasional serempak menjawab bahwa mereka tidak tahu menahu besaran harga jual sewa Gudang/Lapangan tersebut, hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya, yaitu orang dalam ujar mereka. Lantas penulis membathin, bukankah untuk bekerjasama dengan pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal mengelola aset negara yang bernilai puluhan miliar rupiah harus dilandasi Keputusan Menteri dan Kontrak yang jelas (tender), kalau hanya dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi tidak diketahui umum, itu namanya KKN. Apakah semangat memberantas KKN yang selama ini didengungkan oleh para reformis telah hilang gaungnya di telan hiruk pikuk korupsi di negara tercinta ini. Ini yang jadi pekerjaan rutin (PR) bagi semua anak bangsa, para pemuda apakah itu karyawan atau pemuda pejuang reformasi, tidak perlu takut dan malu-malu menyuarakan pemberantasan KKN dari negara tercinta ini, karena KKN sangat merugikan moral dan ekonomi negara dimana pada gilirannya merugikan rakyat banyak. Menurut beberapa pengusaha Jasa Transportasi di Jakarta, bahwa mereka juga sanggup untuk menyewa Lahan dan Gudang 207X milik Pelindo II asal di tenderkan sebagaimana yang dilaksanakan PT. Berdikari (Persero) atas beberapa Gudang TPS yang di kuasainya. Itu namanya fair dan jujur ujar mereka. Siapa yang berani menawar pada harga yang tertinggi tentu dia yGUDANG DAN LAPANGAN 207X PT. ADI CARAKA TIRTA CONTAINERLINE DIPAYUNGI OLEH BERITA ACARA NOMOR: UM.339/36/15/CTPK-11

Gudang dan Lapangan TPS 207X milik Negara yang diusahakan oleh PT. Adi Caraka Tirta Containerline dilihat dari sisi hukum, sangat memprihatinkan. Karena Gudang dan Lapangan 207X yang tata letaknya sangat strategis, hanya di payungi oleh selembar kertas yang namanya Berita Acara Nomor: UM.339/36/15/CTPK-11 yang tentunya ditandatangani oleh Manager atau Deputy General Manager. Menurut beberapa karyawan di Terminal 3, hal seperti kasus Gudang dan Lapangan 207X biasanya hanya dilaksanakan dalam jangka pendek kurang dari satu tahun menunggu dilaksanakannya penataan infrastruktur dan atau fasilitas pelabuhan. Berita Acara biasanya diberikan kepada rekanan penyewa Gudang/ Lapangan yang telah habis tenggang waktunya kontraknya dimana fasilitas tersebut tidak dikontrakan lagi kepada Badan Usaha Swasta karena akan dikelola sendiri untuk melayani kepentingan umum, ujar mereka. Bila Berita Acara pengoperasian/pengusahaan fasilitas pelabuhan milik negara diberikan secara terus menerus, misalnya dua tahun sampai tiga tahun itu sangat berbahaya kata mereka, karena kontrolnya sangat susah dan biasanya sarat dengat muatan KKN, ujar mereka pada penulis. Ketika penulis bertanya lebih jauh tentang nilai jual sewa Gudang dan Lapangan 207X, para karyawan operasional serempak menjawab bahwa mereka tidak tahu menahu besaran harga jual sewa Gudang/Lapangan tersebut, hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya, yaitu orang dalam ujar mereka. Lantas penulis membathin, bukankah untuk bekerjasama dengan pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal mengelola aset negara yang bernilai puluhan miliar rupiah harus dilandasi Keputusan Menteri dan Kontrak yang jelas (tender), kalau hanya dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi tidak diketahui umum, itu namanya KKN. Apakah semangat memberantas KKN yang selama ini didengungkan oleh para reformis telah hilang gaungnya di telan hiruk pikuk korupsi di negara tercinta ini. Ini yang jadi pekerjaan rutin (PR) bagi semua anak bangsa, para pemuda apakah itu karyawan atau pemuda pejuang reformasi, tidak perlu takut dan malu-malu menyuarakan pemberantasan KKN dari negara tercinta ini, karena KKN sangat merugikan moral dan ekonomi negara dimana pada gilirannya merugikan rakyat banyak. Menurut beberapa pengusaha Jasa Transportasi di Jakarta, bahwa mereka juga sanggup untuk menyewa Lahan dan Gudang 207X milik Pelindo II asal di tenderkan sebagaimana yang dilaksanakan PT. Berdikari (Persero) atas beberapa Gudang TPS yang di kuasainya. Itu namanya fair dan jujur ujar mereka. Siapa yang berani menawar pada harga yang tertinggi tentu dia yang menang dan berhak sebagai pengelola tidak bermain dibelakang layar.

Minggu, 25 November 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA & CUKAI NOMOR ; P. 26/BC/2007 TANGGAL 30 AGUSTUS 2007 BAGAI PISAU BERMATA DUA MASA PENJAJAHAN JEPANG HINGGA TAHUN 1970, Sambungan, ................................. Perang Dunia ke-II meletus, setelah Nippong melumpuhkan Pearl Harbour di Hawai pada tanggal 9 Desember 1941, Jepang menyatakan perang terhadap Amerika Serikat. Tentara Jepang menyerang Asia termasuk Indonesia. Gerak invasi tentara Jepang ke Indonesia dimulai dengan menguasai daerah-daerah strategis yang pada waktu itu masih dikuasai Belanda. Pada 11 Januari 1942, tentara Jepang mendarat di Tarakan Kalimantan Timur menyusul Balikpapan, Samarinda, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Minahasa, Makasar, Bali dan Ambon. Setelah menduduki daerah-daerah ini Jepang menyerang pusat kekuatan Belanda di Jawa. Dalam waktu relatif singkat Jepang berhasil membuat Belanda bertekuk lutut dan sebagian tentaranya mengungsi ke Australia. Kemudian tentara Dai Nippon mendarat di Banten, Eretan Wetan dan Kragan untuk kemudian mengepung Batavia. Pada tanggal, 5 Maret 1942 tentara Jepang menyerang Batavia, masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok. Masuknya tentara Jepang merupakan awal melapetaka bagi pelabuhan Tanjung Priok, karena fasilitas yang dibangun padatahun 1877 dibumi hanguskan oleh Korps Pengrusak Tentara Belanda. Karena serangan tentara Jepang, Korps Pengrusak Tentara Belanda menutup alur perairan dengan cara menenggelamkan kapal-kapal yang sedang berada di pelabuhan. Kapal-Kapal Belanda telah dikepang rapat sehingga tidak mungkin dapat bergerak keluar palebuhan. Cara yang terbaik adalah menenggelamkan kapal-kapal sekaligus menutup alur pelabuhan Tanjung Priok. Bahkan instalasi minyak (BBM) milik BPM dan Stanvac juga dihancurkan. Hncurnya semua fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok, mendorong pemerintah Jepang untuk membangun kembali fasilitas pelabuhan sekaligus mengangkat kapal-kapal yang tenggelam. Ternyata Jepang kekurangan tenaga kerja dan pasukan keamanan. Untuk mendukung pasukang Dai Nippong, Jepang melatih Haiho dan Peta, sebagai tenaga sukarela pembangunan diambil Romusha sebagai tenaga kerja pembangunan jalan raya, benteng Jepang dan melayani kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Jepang banyak membutuhkan tenaga pelaut, maka Jepang mendirikan sekolah pelayaran agar mampu mengatasi keadaan pelabuhan yang sudah poranda. Keadaan di Pelabuhan Tanjung Priok setelah masuknya tentara Nippong, ibarat negara tidak bertuan. Kotoran manusia, sampah berserakan di sana-sini. Akibat kebakaran, sampahpun menggunung. Kondisi waktu itu sangat tidak elok dipandang mata. Semula kedatangan Jepang dianggap sebagai penyelamat bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Jepang dianggap sebagai saudara tua yang dapat memberikan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Ternyata, Jepang tiodak berbeda dengan bangsa Belanda. Mereka mengeruk kekayaan alam Indonesia, akibatnya rakyat semakin miskin dan menderita. Pada tanggal 14 Ahustus 1945, tentara Nippong menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu. Berita gembira bagi bangsa Indonesia ini dirahasiakan oleh pemerintah tentara Jepang di wilayah Indonesia. Tapi berita tentang bertekuk lututnya tentara Jepang kepada Sekutu, cepat diketahui oleh para pemuda pejuang bangsa Indonesia di kota Bandung. Mereka mendengar dari siaran radio BBC London pada tanggal 15 Agustus 1945. Para pemuda pejuang mendesak Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945 Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta pukul 10.00 wib. Kendati Indonesia telah merdeka, Belanda tetap tidak mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia. Belanda dengan begundalnya masih ingin menguasai wilayah Indonesia yang kaya dengan sumber daya alamnya. Maka pada waktu itu meletuslah revolusi phisik. Bagi bangsa Indonesia, masa revolusi phisik merupakan masa-masa yang sangat sulit. Bangsa Indonesia harus berjuang sendiri mempertahankan kemerdekaan dan mewujutkan negara kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Desember tahun 1949 Belanda menyerahkan kedaulatan kepada bangsa Indonesia. Setelah kedaulatan wilayah dan pemerintahan, pemerintah Indonesia mulai menguasai pelabuhan dan pusat perdagangan strategis. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan masih kacau. Kondisi ini berdampak pada kegiatan di pelabuhan Tanjung Priok. Keadaan tidak stabil, bongkar muat berjalan lamban. Barang-barang menumpuk di dermaga dan lapangan. Akibatnya pelabuhan Tanjung Priok mengalamai kongesti. Pada tahun 1951 kongesti semakin tidak terkendali. Lapangan penumpukan dan Gudang warisan Belanda, tidak mampu menampung arus barang. Barang-barang (cargo) kian menggunung di dermaga dan lapangan, untuk jangka pendek, diambil langkah memindahkan barang ke Lapangan Banteng dan dilelang. Stagnasi dan Kongesti dipelabuhan Tanjung Priok karena, fasilitas pelabuhan sangat terbatas pada waktu itu. Sisa-sisa perang Jepang Belanda dan Indonesia Belanda masih tersisa di Pelabuhan Tanjung Priok. Langkah yang perlu di ambil Pemerintah adalah menambah fasilitas pelabuhan. Pemerintah membangun pelabuhan Nusantara agar dapat menampung kapal-kapal berbendera Indonesia maksimam 1.000 Gross Register Ton. Disamping itu pemerintah membangun bagian selatan terusan Koja. Pada tahun 1955 Pelabuhan Nusantara diresmikan pemakaiannya oleh Wakil Presiden DR. Moh. Hatta. Untuk melengkapi fasilitas pelabuhan yang rusak akibat perang kemerdekaan, pada tahun 1952, pemerintah mendatangkan cutterdredge " Musi". Diharapkan "Musi" dapat menyemprot rawa-rawa di Kramat Tunggak, Rawa Badak dan seputarnya. Kini, daerah tersebut telah menjadi daerah pemukiman para penduduk urban. Pada tahun 1955, tanggul laut di perpanjang sampai ke Cilincing. Dermaga barat Kolam Pelabuhan Tiga diikuti dengan pembangunan gudang dan lapangan penumpukan. Dengan demikian dermaga barat Kolam Pelabuhan Tiga, dapat melayani penyandaran kapal dan kegiatan bongkar muat barang luar negeri (impor), karena kedalaman kolam mencapai diatas 10 meter LWS, sehingga memungkinkan dapat melayani kapal diatas 5.000 DWT. Selama lebih kurang tiga puluh tahun, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan perusahaan Indische Bedrijven Wet (IBW) di bawah cengkraman Pemerintah Hindia Belanda. Sejak tahun 1963, Pelabuhan Tanjung Priok ditetapkan menjadi Perusahaan Negara Biasa. Sebagai upaya menjaga keamanan di pelabuhan, dibangun pagar tembok tinggi mengelilingi pelabuhan. Atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor: 18 Tahun 1964, organisasi kepelabuhanan dirubah. Penguasa Tunggal dipelabuhan setelah Peraturan Pemerintah Nomor: 18 Tahun 1964 adalah " Komandan Penguasa Pelabuhan ". Di dalamnya bergabung Kesyahbandaran sebagai Staf Operasi keselamatan dan kelaikan pelayaran, sebagai staf operasi yang melayani kegiatan bongkar muat dan fasilitas pelabuhan di bentuk Staf Jasa. Pada tahun 1969 status Perusahaan Negara Pelabuhan dikembalikan seperti semula. Dengan demikian organisasi Pengusahaan Pelabuhan lebih diarahkan pada aspek ekonomi dan perdagangan. Sedang nama penguasa pelabuhan dirubah menjadi Administrator Pelabuhan (ADPEL). Fungsi Adpel selaku penanggung jawab tunggal di pelabuhan dan berada dalam organisasi Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP), dibantu Badan Musyawarah Pelabuhan (BMP) yang berfungsi sebagai penasehat. Kedudukan Adpel Tanjung Priok berada dibawah pengawasan Kepala Daerah Pelayaran III yang berkedudukan di Tanjung Priok dan bertanggung jawab langsung pada Presiden. Daerah Pelayaran III melipPERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA & CUKAI NOMOR ; P. 26/BC/2007 TANGGAL 30 AGUSTUS 2007 BAGAI PISAU BERMATA DUAat

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA & CUKAI NOMOR ; P. 26/BC/2007 TANGGAL 30 AGUSTUS 2007 BAGAI PISAU BERMATA DUA MASA PENJAJAHAN JEPANG HINGGA TAHUN 1970, Sambungan, ................................. Perang Dunia ke-II meletus, setelah Nippong melumpuhkan Pearl Harbour di Hawai pada tanggal 9 Desember 1941, Jepang menyatakan perang terhadap Amerika Serikat. Tentara Jepang menyerang Asia termasuk Indonesia. Gerak invasi tentara Jepang ke Indonesia dimulai dengan menguasai daerah-daerah strategis yang pada waktu itu masih dikuasai Belanda. Pada 11 Januari 1942, tentara Jepang mendarat di Tarakan Kalimantan Timur menyusul Balikpapan, Samarinda, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Minahasa, Makasar, Bali dan Ambon. Setelah menduduki daerah-daerah ini Jepang menyerang pusat kekuatan Belanda di Jawa. Dalam waktu relatif singkat Jepang berhasil membuat Belanda bertekuk lutut dan sebagian tentaranya mengungsi ke Australia. Kemudian tentara Dai Nippon mendarat di Banten, Eretan Wetan dan Kragan untuk kemudian mengepung Batavia. Pada tanggal, 5 Maret 1942 tentara Jepang menyerang Batavia, masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok. Masuknya tentara Jepang merupakan awal melapetaka bagi pelabuhan Tanjung Priok, karena fasilitas yang dibangun padatahun 1877 dibumi hanguskan oleh Korps Pengrusak Tentara Belanda. Karena serangan tentara Jepang, Korps Pengrusak Tentara Belanda menutup alur perairan dengan cara menenggelamkan kapal-kapal yang sedang berada di pelabuhan. Kapal-Kapal Belanda telah dikepang rapat sehingga tidak mungkin dapat bergerak keluar palebuhan. Cara yang terbaik adalah menenggelamkan kapal-kapal sekaligus menutup alur pelabuhan Tanjung Priok. Bahkan instalasi minyak (BBM) milik BPM dan Stanvac juga dihancurkan. Hncurnya semua fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok, mendorong pemerintah Jepang untuk membangun kembali fasilitas pelabuhan sekaligus mengangkat kapal-kapal yang tenggelam. Ternyata Jepang kekurangan tenaga kerja dan pasukan keamanan. Untuk mendukung pasukang Dai Nippong, Jepang melatih Haiho dan Peta, sebagai tenaga sukarela pembangunan diambil Romusha sebagai tenaga kerja pembangunan jalan raya, benteng Jepang dan melayani kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Jepang banyak membutuhkan tenaga pelaut, maka Jepang mendirikan sekolah pelayaran agar mampu mengatasi keadaan pelabuhan yang sudah poranda. Keadaan di Pelabuhan Tanjung Priok setelah masuknya tentara Nippong, ibarat negara tidak bertuan. Kotoran manusia, sampah berserakan di sana-sini. Akibat kebakaran, sampahpun menggunung. Kondisi waktu itu sangat tidak elok dipandang mata. Semula kedatangan Jepang dianggap sebagai penyelamat bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Jepang dianggap sebagai saudara tua yang dapat memberikan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Ternyata, Jepang tiodak berbeda dengan bangsa Belanda. Mereka mengeruk kekayaan alam Indonesia, akibatnya rakyat semakin miskin dan menderita. Pada tanggal 14 Ahustus 1945, tentara Nippong menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu. Berita gembira bagi bangsa Indonesia ini dirahasiakan oleh pemerintah tentara Jepang di wilayah Indonesia. Tapi berita tentang bertekuk lututnya tentara Jepang kepada Sekutu, cepat diketahui oleh para pemuda pejuang bangsa Indonesia di kota Bandung. Mereka mendengar dari siaran radio BBC London pada tanggal 15 Agustus 1945. Para pemuda pejuang mendesak Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945 Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta pukul 10.00 wib. Kendati Indonesia telah merdeka, Belanda tetap tidak mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia. Belanda dengan begundalnya masih ingin menguasai wilayah Indonesia yang kaya dengan sumber daya alamnya. Maka pada waktu itu meletuslah revolusi phisik. Bagi bangsa Indonesia, masa revolusi phisik merupakan masa-masa yang sangat sulit. Bangsa Indonesia harus berjuang sendiri mempertahankan kemerdekaan dan mewujutkan negara kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Desember tahun 1949 Belanda menyerahkan kedaulatan kepada bangsa Indonesia. Setelah kedaulatan wilayah dan pemerintahan, pemerintah Indonesia mulai menguasai pelabuhan dan pusat perdagangan strategis. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan masih kacau. Kondisi ini berdampak pada kegiatan di pelabuhan Tanjung Priok. Keadaan tidak stabil, bongkar muat berjalan lamban. Barang-barang menumpuk di dermaga dan lapangan. Akibatnya pelabuhan Tanjung Priok mengalamai kongesti. Pada tahun 1951 kongesti semakin tidak terkendali. Lapangan penumpukan dan Gudang warisan Belanda, tidak mampu menampung arus barang. Barang-barang (cargo) kian menggunung di dermaga dan lapangan, untuk jangka pendek, diambil langkah memindahkan barang ke Lapangan Banteng dan dilelang. Stagnasi dan Kongesti dipelabuhan Tanjung Priok karena, fasilitas pelabuhan sangat terbatas pada waktu itu. Sisa-sisa perang Jepang Belanda dan Indonesia Belanda masih tersisa di Pelabuhan Tanjung Priok. Langkah yang perlu di ambil Pemerintah adalah menambah fasilitas pelabuhan. Pemerintah membangun pelabuhan Nusantara agar dapat menampung kapal-kapal berbendera Indonesia maksimam 1.000 Gross Register Ton. Disamping itu pemerintah membangun bagian selatan terusan Koja. Pada tahun 1955 Pelabuhan Nusantara diresmikan pemakaiannya oleh Wakil Presiden DR. Moh. Hatta. Untuk melengkapi fasilitas pelabuhan yang rusak akibat perang kemerdekaan, pada tahun 1952, pemerintah mendatangkan cutterdredge " Musi". Diharapkan "Musi" dapat menyemprot rawa-rawa di Kramat Tunggak, Rawa Badak dan seputarnya. Kini, daerah tersebut telah menjadi daerah pemukiman para penduduk urban. Pada tahun 1955, tanggul laut di perpanjang sampai ke Cilincing. Dermaga barat Kolam Pelabuhan Tiga diikuti dengan pembangunan gudang dan lapangan penumpukan. Dengan demikian dermaga barat Kolam Pelabuhan Tiga, dapat melayani penyandaran kapal dan kegiatan bongkar muat barang luar negeri (impor), karena kedalaman kolam mencapai diatas 10 meter LWS, sehingga memungkinkan dapat melayani kapal diatas 5.000 DWT. Selama lebih kurang tiga puluh tahun, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan perusahaan Indische Bedrijven Wet (IBW) di bawah cengkraman Pemerintah Hindia Belanda. Sejak tahun 1963, Pelabuhan Tanjung Priok ditetapkan menjadi Perusahaan Negara Biasa. Sebagai upaya menjaga keamanan di pelabuhan, dibangun pagar tembok tinggi mengelilingi pelabuhan. Atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor: 18 Tahun 1964, organisasi kepelabuhanan dirubah. Penguasa Tunggal dipelabuhan setelah Peraturan Pemerintah Nomor: 18 Tahun 1964 adalah " Komandan Penguasa Pelabuhan ". Di dalamnya bergabung Kesyahbandaran sebagai Staf Operasi keselamatan dan kelaikan pelayaran, sebagai staf operasi yang melayani kegiatan bongkar muat dan fasilitas pelabuhan di bentuk Staf Jasa. Pada tahun 1969 status Perusahaan Negara Pelabuhan dikembalikan seperti semula. Dengan demikian organisasi Pengusahaan Pelabuhan lebih diarahkan pada aspek ekonomi dan perdagangan. Sedang nama penguasa pelabuhan dirubah menjadi Administrator Pelabuhan (ADPEL). Fungsi Adpel selaku penanggung jawab tunggal di pelabuhan dan berada dalam organisasi Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP), dibantu Badan Musyawarah Pelabuhan (BMP) yang berfungsi sebagai penasehat. Kedudukan Adpel Tanjung Priok berada dibawah pengawasan Kepala Daerah Pelayaran III yang berkedudukan di Tanjung Priok dan bertanggung jawab langsung pada Presiden. Daerah Pelayaran III meliputi Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Propinsi Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Bengkulu, Propinsi Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. ....... selanjutnya. ....................................

Kamis, 08 November 2012

PRAKTIK KARTEL SEWA GUDANG CFS DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK GAGAL

Mengukur kekuatan dengan memperhatikan brand PT. Pelabuhan Indonesia II, PT. Multi Terminal Idonesia (MTI), menggagas kenaikan jasa pergudangan CFS di pelabuhan Tanjung Priok dan seputarnya. Dengan mengatas namakan asosiasi jasa pergudangan dan DP3 pelabuhan Tanjung Priok serta nama besar PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero), PT. MTI anak perusahaan plat merah itu menaikan tarif jasa gudang secara gila-gilaan. Sejak tanggal, 1 Agustus 2012, PT. MTI diikuti oleh para perusahaan Operator Gudang CFS, menaikkan tarif jasa gudang dua ratus persen (200%), bila tadinya tarif penanganan Kontener LCL dari Terminal Kontener ke Gudang dua ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah untuk Kontener 20 Feet, kini menjadi satu juta lima puluh ribu rupiah (Rp. 1.050.000), penanganan barang (cargo) bila tadinya sebesar empat puluh lima ribu rupiah per meter kubik, kini menjadi seratus lima puluh ribu rupiah (Rp.150.000) per meter kubik. Sewa gudang tadinya seribu lima ratus rupiah per meter kubik per hari kini menjadi dua ribu tujuh ratus lima puluh ribu rupiah per meter kubik per hari belum termasuk tarif progressif dan pungli pekerja gudang. Pada awalnya, 1 Agustus 2012, komando PT. MTI untuk menaikan jasa pergudangan secara serempak. Praktik kartel ini diikuti oleh para perusahaan Operator Gudang karena takut pada nama besar PT. Pelindo II perusahaan persero plat merah milik negara itu. Semua gudang CFS milik perusahaan swasta dan BUM menaikan tarif sesuai instruksi MTI yang mengatas namakan Asosiasi dan Pelindo II Persero. Para Cosolidator dan sub kontraktor merasa ditekan dan dizolimi MTI, tapi sebahagian perusahaan operator gudang mentertawakan gagasan dan tindakan MTI itu. Tidak lama kemudian kurang lebih hanya tigapuluh hari berselang, gagasan dan tindakan MTI menaikkan tarif jasa pergudangan itu, dimanfaatkan oleh perusahaan operator swasta seperti PT. Adi Caraka Containerline yang menguasai Gudang 207X, PT. Tri Bintang Lautan yang menguasai Gudang PT. Perdikari, dan perusahaan lainnya yang tidak perlu penulis sebutkan satu persatu disini. Para perusahaan operator gudang milik swasta itu, mencoba menguasi market share jasa pergudangan dengan jalan memberikan discount sebesar lima puluh sampai seratus persen (50% - 100%) dari tarif yang diberlakukan MTI. Kebodohan management MTI itu menjadi peluang emas bagi pesaingnya. Para pengusaha operator gudang tentu berhitung, dengan tarif lama saja dan menyewa gudang (PT. TBL dan PT. Adi Caraka)masih profit, apa lagi dengan menaikan dua ratus persen (200%) dari pendapatan yang tadinya mereka terima tentu untuk meraih pasar persaingan sempurna, mereka berani memberi discount seratus sampai seratus lima puluh persen (100% - 150%). Keputusan bisniss yang di praktikan perusahaan swasta seperti itu wajar saja. Karena mereka hidup pada lingkungan negara yang mempraktekan perdagangan pasar persaingan sempurna (kapatalis liberal). Lain halnya bila perusahaan hidup di negara sosial komunis, RRT (china daratan) misalnya, negara atau melalui perusahaannya dapat mengendalikan pasar (kartel) sesuai udel penguasanya. Tindakan MTI menaikan harga penanganan cargo maupun kontener ditantang oleh para pemakai jasa Gudang dengan jalan hengkang dari Gudang CDC MTI sehingga gudang menjadi sepi ditinggal para pelanggannya. Para pejabatnya tidak kehilangan akal, dengan mengatas namakan Management Pelindo II mereka berihtiar untuk membangun gudang dan membangun pelayanan satu atap di pelabuhan Tanjung Priok agar semua pergudangan milik swasta atau BUMN diluar pelabuhan mati suri atau mati total. Penulis berfikir dan menyarankan, tindakan bodoh mengurusi businiss ikan gembung tidak perlu melibatkan management PT. Pelindo II (Persero) sampai turun tangan, apakah karena lambang PT. Pelindo II yang tadinya simbol tambatan kapal kini berubah menjadi ikan Lumba-lumba yang suka makan ikan gembung ini yang perlu dipertanyakan, atau apakah dibalik rencana itu ada sesuatu kemanfaatan yang akan didapat oleh oknom atau golongan biar rakyat dan para ahli yang menganalisa. Menurut beberapa pengamat dan perkiraan penulis, permintaan penggunaan Container LCL akan menurun drastis bila fasilitas dan harga pelayanan pelabuhan akan bersaing. Misalnya dengan dibangunnya pelabuhan khusus Container Kalibaru yang punya fasilitas standar internasional dan dengan tarif bersaing tentu permintaan jasa cargo consolidasi akan menurun drastis, buat apa para copnsignee menggunakan jasa consolidator bila tarif yang diberlakukan pada Full container relatif sama dengan menggunakan jasa agent. Dari pembelajaran kita diatas, penulis menyimpulkan, bahwa parktik perdagangan monopoli, monopsoni, oligopoli dan kartel, tidak dapat dan tidak cocok diterapkan pada situasi perdagangan persaingan sempurna seperti di Indonesia. Negara tidak dapat dan tidak boleh mengeluarkan Perpu atau Peraturan Pemerintah tanpa seijin rakyat untuk membatasi hak berusaha dan atau hak hidup dari lembaga usaha milik swasta dan perorangan. Perusahaan Negara (BUMN) pada hakikatnya merupakan agen pembangunan yang menstimulir pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan perusahaan mikro berbasis produksi dan jasa guna menyerap tenaga kerja, yang pada gilirannya meningkatkan daya beli masyarakat dan meredam keresahan sosial. Penulis adalah pengagum penggagas ekonomi sosial.

PRAKTIK KARTEL SEWA GUDANG CFS DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK GAGAL

Mengukur kekuatan dengan memperhatikan brand PT. Pelabuhan Indonesia II, PT. Multi Terminal Idonesia (MTI), menggagas kenaikan jasa pergudangan CFS di pelabuhan Tanjung Priok dan seputarnya. Dengan mengatas namakan asosiasi jasa pergudangan dan DP3 pelabuhan Tanjung Priok serta nama besar PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero), PT. MTI anak perusahaan plat merah itu menaikan tarif jasa gudang secara gila-gilaan. Sejak tanggal, 1 Agustus 2012, PT. MTI diikuti oleh para perusahaan Operator Gudang CFS, menaikkan tarif jasa gudang dua ratus persen (200%), bila tadinya tarif penanganan Kontener LCL dari Terminal Kontener ke Gudang dua ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah untuk Kontener 20 Feet, kini menjadi satu juta lima puluh ribu rupiah (Rp. 1.050.000), penanganan barang (cargo) bila tadinya sebesar empat puluh lima ribu rupiah per meter kubik, kini menjadi seratus lima puluh ribu rupiah (Rp.150.000) per meter kubik. Sewa gudang tadinya seribu lima ratus rupiah per meter kubik per hari kini menjadi dua ribu tujuh ratus lima puluh ribu rupiah per meter kubik per hari belum termasuk tarif progressif dan pungli pekerja gudang. Pada awalnya, 1 Agustus 2012, komando PT. MTI untuk menaikan jasa pergudangan secara serempak. Praktik kartel ini diikuti oleh para perusahaan Operator Gudang karena takut pada nama besar PT. Pelindo II perusahaan persero plat merah milik negara itu. Semua gudang CFS milik perusahaan swasta dan BUM menaikan tarif sesuai instruksi MTI yang mengatas namakan Asosiasi dan Pelindo II Persero. Para Cosolidator dan sub kontraktor merasa ditekan dan dizolimi MTI, tapi sebahagian perusahaan operator gudang mentertawakan gagasan dan tindakan MTI itu. Tidak lama kemudian kurang lebih hanya tigapuluh hari berselang, gagasan dan tindakan MTI menaikkan tarif jasa pergudangan itu, dimanfaatkan oleh perusahaan operator swasta seperti PT. Adi Caraka Containerline yang menguasai Gudang 207X, PT. Tri Bintang Lautan yang menguasai Gudang PT. Perdikari, dan perusahaan lainnya yang tidak perlu penulis sebutkan satu persatu disini. Para perusahaan operator gudang milik swasta itu, mencoba menguasi market share jasa pergudangan dengan jalan memberikan discount sebesar lima puluh sampai seratus persen (50% - 100%) dari tarif yang diberlakukan MTI. Kebodohan management MTI itu menjadi peluang emas bagi pesaingnya. Para pengusaha operator gudang tentu berhitung, dengan tarif lama saja dan menyewa gudang (PT. TBL dan PT. Adi Caraka)masih profit, apa lagi dengan menaikan dua ratus persen (200%) dari pendapatan yang tadinya mereka terima tentu untuk meraih pasar persaingan sempurna, mereka berani memberi discount seratus sampai seratus lima puluh persen (100% - 150%). Keputusan bisniss yang di praktikan perusahaan swasta seperti itu wajar saja. Karena mereka hidup pada lingkungan negara yang mempraktekan perdagangan pasar persaingan sempurna (kapatalis liberal). Lain halnya bila perusahaan hidup di negara sosial komunis, RRT (china daratan) misalnya, negara atau melalui perusahaannya dapat mengendalikan pasar (kartel) sesuai udel penguasanya. Tindakan MTI menaikan harga penanganan cargo maupun kontener ditantang oleh para pemakai jasa Gudang dengan jalan hengkang dari Gudang CDC MTI sehingga gudang menjadi sepi ditinggal para pelanggannya. Para pejabatnya tidak kehilangan akal, dengan mengatas namakan Management Pelindo II mereka berihtiar untuk membangun gudang dan membangun pelayanan satu atap di pelabuhan Tanjung Priok agar semua pergudangan milik swasta atau BUMN diluar pelabuhan mati suri atau mati total. Penulis berfikir dan menyarankan, tindakan bodoh mengurusi businiss ikan gembung tidak perlu melibatkan management PT. Pelindo II (Persero) sampai turun tangan, apakah karena lambang PT. Pelindo II yang tadinya simbol tambatan kapal kini berubah menjadi ikan Lumba-lumba yang suka makan ikan gembung ini yang perlu dipertanyakan, atau apakah dibalik rencana itu ada sesuatu kemanfaatan yang akan didapat oleh oknom atau golongan biar rakyat dan para ahli yang menganalisa. Menurut beberapa pengamat dan perkiraan penulis, permintaan penggunaan Container LCL akan menurun drastis bila fasilitas dan harga pelayanan pelabuhan akan bersaing. Misalnya dengan dibangunnya pelabuhan khusus Container Kalibaru yang punya fasilitas standar internasional dan dengan tarif bersaing tentu permintaan jasa cargo consolidasi akan menurun drastis, buat apa para copnsignee menggunakan jasa consolidator bila tarif yang diberlakukan pada Full container relatif sama dengan menggunakan jasa agent. Dari pembelajaran kita diatas, penulis menyimpulkan, bahwa parktik perdagangan monopoli, monopsoni, oligopoli dan kartel, tidak dapat dan tidak cocok diterapkan pada situasi perdagangan persaingan sempurna seperti di Indonesia. Negara tidak dapat dan tidak boleh mengeluarkan Perpu atau Peraturan Pemerintah tanpa seijin rakyat untuk membatasi hak berusaha dan atau hak hidup dari lembaga usaha milik swasta dan perorangan. Perusahaan Negara (BUMN) pada hakikatnya merupakan agen pembangunan yang menstimulir pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan perusahaan mikro berbasis produksi dan jasa guna menyerap tenaga kerja, yang pada gilirannya meningkatkan daya beli masyarakat dan meredam keresahan sosial. Penulis adalah pengagum penggagas ekonomi sosial.

Minggu, 22 Juli 2012

GUDANG 207X DAN LAPANGAN PT. ADI CARAKA TIRTA CONTAINERLINE PENGHAMBAT REMODELING TERMINAL TIGA CABANG TANJUNG PRIOK Masa kini, sudah menjadi rahasia umum di pelabuhan Tanjung Priok. Direksi pelabuhan pengelola perusahaan negara ini punya visi dan misi yang besar untuk membangun pelabuhan Tanjung Priok ke arah pelabuhan terkemuka di Asia Tenggara. Membangun Pelabuhan Khusus Container di Kali Baru menjorok ke laut suatu keniscayaan yang harus diwujutkan. Bila visi ini tidak terwujut karena gangguan segelintir manusia yang pesimistis, pelabuhan Tanjung Priok akan mengalami kongesti. Direksi PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero), RJ. LINO, SAPTONO RI, CIPTO PRAMONO, anak bangsa pejuang, harus berani berkorban dalam perjuangan. Mungkin kamu dicemoh, banyak wong asing dan bangsa dewe mejibirkan bibir walau tidak sumbing, itu bukan soal, namamu akan tertoreh dihati bangsa dan pertiwi. Sebelum pekerjaan besar dalaksanakan, penataan pelabuhan konvensional warisan belanda ini masuk katagori prioritas. Remodeling Terminal Satu, Terminal Dua, dan Terminal Tiga, merupakan upaya meminimais kemacetan dan kekumuhan Terminal. Dalam pekerjaan besar pasti banyak hambatan, itu bukan soal. Management pelabuhan harus berani bertindak tegas, lugas tanpa pilih kasih untuk pekerjaan yang lebih besar. Bila tidak dilaksanakan dari sekarang, maka kemacetan dan kesamrawutan terus akan berlangsung. Management bahkan Menteri dapat melaksanakan observasi, pada hari Kamis, Jumat sampai hari Sabtu. Pada hari-hari itu, seluruh pelabuhan dan seputarnya akan mengalami kemacetan. Kemacetan dimulai dari jalan raya cilincing sampai pergudangan cakung, di jalan Yos Soedarso sampai Sunter, di jalan RE. Martadinata sampai jembatan Volker, dan di dalam pelabuhan macet total, utamanya di jalan Raya Pelabuhan. Mungkin sampai enam bulan kedepan, kemacetan akan lebih parah lagi sampai pembangunan jalan Tol Layang selesai. Selesai pembangunan jalan tol, kemacetan akan sedikit berkurang di jalan raya tapi, dalam pelabuhan khususnya TerminaL Tiga, kesemrawutan dan kemacetan akan terus berlanjut bila Terminal PT. MAL dan Gudang 207X tetap berdiri pada tempatnya. Secara visual, penulis mengamati tata letak Gudang 207X dan Lapangannya, gudang tersebut terkesan kumuh dan tata letaknya menjorok ke Barat sehingga mengganggu menuver tarailler yang berlalu lalang. Sementara lapangan sebelah utara gudang, diberi berpagar besi bersinggungan dengan pagar PT. MAL menutup jalan melingkar dari kade ke jalan Bitung. Mestinya bila Terminal Tiga yang mengelola Lapangan 207X Utara dan Lapangan PT. MAL, truck atau trailler yang datang dari kade Gudang 208 menuju kade 300, dapat terus berputar ke jalan Bitung menuju gate dan keluar terminal. Tapi karena kedua areal itu dikuasai oleh PT. Adi Caraka Tirta Containerline dan PT. MAL, maka trailler harus bergerak mundur putar haluan menuju arah semula. Pada kegiatan yang padat, gerakan mundur dan berputar ini menyebabkan kemacetan. Demikian pula halnya di jalan Bitung, jalan ini persis ditengan-tengan birai Timur dermaga Kolam Pelabuhan Dua dan birai Barat Kolam Pelabuhan Tiga. Idealnya jalan ini adalah jalan melingkar Trailler dari kade 304, 302 dan kade 208, 209. Tapi terbentur ada Lapangan PT. Adi Caraka Tirta Containerline serta Lapangan Terminal PT. MAL yang diberi berpagar, jadi jalan itu menjadi jalan buntu. Trailler atau truck harus mundur bila akan keluar terminal. Bila ada kegiatan Export/Import di Terminal PT. MAL dan pada Terminal TBB Terminal Tiga, maka jalan Bitung akan macet total, jalan yang idealnya dilalui dua trailer, menjadi penuh sesak berdesakan. Kami sebagai anak bangsa pecinta si “ Denok Bandarwati “, mengusulkan agar Gudang 207X dan Lapangannya dibongkar dan ditata ulang kembali sehingga kemacetan dan kekumuhan dalam Terminal Tiga dapat diminimais. Kontrak Terminal PT. MAL agar ditinjau kembali, selain menimbulkan kemacetan dalam terminal, juga mendatangkan kerugian finansiil yang cukup besar karena arus Container via PT. MAL tidak sesuai lagi dengan apa yang diperjanjikan. Demikian, terima kasih, penulis adalah anak bangsan pecinta pelabuhan, Belgutai.

Sabtu, 21 Juli 2012

TERMINAL PT. MUSTIKA ALAM LESTARI (MAL) DAN PT. ADI CARAKA TIRTA CONTENERLINE HAMBAT KONFIGURASI DAN REMODELING TERMINAL TIGA PELABUHAN TANJUNG PRIOK

Tata ruang dan tata kelola Terminal PT. Mustika Alam Lestari (MAL) dan PT. Adi Caraka Kontainerline menghambat konfigurasi dan remodeling dermaga Terminal Tiga Pelabuhan Tanjung Priok. Menurut staf Cabang Tanjung Priok yang tidak bersedia disebut namanya bahwa PT. MAL yang terletak di dermaga Tiga Ratus Kolam Pelabuhan Tiga masih dilindungi kontrak jangka panjang dua puluh tahunan dengan PELINDO II (Persero) sebagai konvensasi melunasi hutang Operator sebelumnya sebesar “ Delapan Puluh Miliar Rupiah “ katanya. Bila pada tahun 1998 diprediksi arus container via Terminal PT. MAL yang luas yard backup pendukungnya Terminal hanya lebih kurang delapan hektar dengan trougput 100.000 TEUS pertahu itu wajar. Tapi setelah lima tahun kemudian pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap bertahan pada level enam persen dengan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali sebagai penyebab tingginya mobilitas barang domestik, barang import dan barang export di Indonesia. Bila tahun 1998 kompensasi yang diberikan pada PT. MAL adalah dua puluh tahun dengan asumsi pertumbuhan arus Container tetap, itu menyesatkan dan harus dikaji ulang untuk mengetahui kebenaran dan kepatutannya, kata staf Pelindo II yang relatif masih muda. Para manager muda Pelindo II yang telah mengecap pendidikan luar negeri, punya visi dan misi yang mengagumkan, tapi karena jumlah mereka relatif masih kecil dibanding pejabat ex. Orde baru, mereka belum dapat berbuat banyak terhadap pengembangan pelabuhan. Menurut mereka, di negeri Belgia dan Belanda, Otoritas Pelabuhan (permerintah) yang menjadi regulator (pengatur) pelabuhan bertindak sangat tegas dan rasional mengacu pada peraturan (hukum) jelas. Tidak perduli itu perusahaan asing atau perusahaan dalam negeri, harus taat pada aturan main yang dibuat pemerintah, jadi tidak ada perusahaan yang kebal hukum. Bila pemerintah membuat rencana pengembangan pelabuhan tahunan atau tiga tahunan, tidak ada operator pelabuhan yang berani membantah. Apakah karena Belgia dan Belanda masih menganut Monarki Parlementer, kita kurang tau tapi yang jelas karakter orang eropah pada umumnya khususnya Belgia dan Belanda taat pada hukum sepanjang itu rasional. Bagaimana di Indonesia, khususnya pelabuhan Utama Tanjung Priok sebagai Barometer pelabuhan Indonesia. Sulit diatur, contohnya Terminal PT. MAL, PT. Adi Caraka Tirta Containerline, areal ini perlu ditata. Direksi pelabuhan telah membuat rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, tapi direksi pelabuhan terbentur dengan perjanjian yang dibuat oleh direksi lama, oleh karena itu Pemerintah yang harus turun tangan agar perjanjian ini dapat dibatalkan demi kepentingan Negara dan Rakyat. Misalnya untuk kepentingan yang lebih besar, Terminal JICT Dua dapat dijadikan menjadi terminal pelayanan Kapal Container Domestik karena terminal tersebut kurang laik melayani kapal Ocean Going atau Samudra Dekat. Dalam hal ini Pemerintah dapat mengesampingkan segala macam isi klausa perjanjian demi untuk kepentingan yang lebih besar. Bung Karno dapat menasionalisasi sebagian besar perusahaan asing menjadi perusahaan Negara bila perusahaan itu dirasakan tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional, ujar mereka. Menurut analisis penulis, bila kini arus container via Terminal PT. MAL mencapai 300.000 sampai 350.000 TEUS pertahun, dalam waktu kurun waktu lima tahun saja PT. Mustika Alam Lestari (MAL) telah pulang pokok (break event) plus keuntungan, bagaimana bila sampai dua puluh tahun ? Keuntungan finansil yang didapat PT. MAL luar biasa, tapi malapetaka bagi Negara khususnya PELINDO II (Persero). Disamping kerugian finansiil yang besar, terlambat pula dalam hal penataan Terminal Tiga yang pada gilirannya menjadi penyebab kemacetan dan kesumpekan. Demikian juga Gudang 207X yang dinakhodai PT. Caraka Tirta Containerline. Gudang ini telah masuk dalam lelang negara, karena gudang ini tidak laik lagi berdiri disuatu terminal modern. Dilihat dari sisi tata ruang dan ekonomi, Gudang 207X penyebab kemacetan dan terkesan kumuh. Selain itu, umur gudang telah mencapai level empat puluh delapan tahun, jadi Gudang 207X termasuk gudang berumur panjang di areal verlengstek lini satu Terminal Tiga. Karena gudang model seperti Gudang 207X sejak tahun 1992 telah dihapuskan agar tidak menghambat konfigurasi dan remodeling terminal. Penulis adalah adalah anak bangsa Belguthai.

Senin, 16 Juli 2012

PISAU BERMATA DUA. ........ Akibatnya kongesti tidak terelakkan, karena Kolam Pelabuhan Satu kekurangan sarana dan fasilitas seperti dermaga, gudang dan alur pelabuhan yang terasa sempit. Upaya pemecahan masalah harus segera diambil. Pada tahun 1912 alur pelabuhan diperluas, yang tadinya 250 meter menjadi 350 meter dengan kedalaman – 8 meter LWS menjadi 9,5 meter LWS. Dermaga dibangun sepanjang 121 meter jalan. Gudang sebanyak 7 (tujuh) unit diperluas agar mampu menampung arus barang yang terus membludak, kendati hal itu belum mampu memecahkan masalah. Karea pelayanan dilaut harus ditunjang dengan pelayanan didarat secara seimbang. Oleh karena itu dibangun pula satu stasion kereta api (spur) di Tanjung Priok. Letaknya di depan pelabuhan. Dengan demikian kereta api diharapkan dapat memperlancar angkutan barang keluar pelabuhan. Dengan konsep transportasi terpadu yang akan diterapkan, diharapkan dapat mempercepat kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan. Maka, di bangun pula jalur kereta api sampai ke dermaga. Ketika itu angkutan barang dari pelabuhan Tanjung Priok belum menggunakan angkutan truck, karena jasa angkutan jenis ini belum dikenal. Jalan raya di Batavia belum selebar masa kini. Angkutan sungai memegang peranan penting. Muatan dari pelabuhan Tanjung Priok diangkut dengan phonton, rakit dan perahu yang melintasi kali Ciliwung dan terusan Ancol. Setelah itu diangkut dengan kereta kuda, kereta kebo menuju ketempat tujuannya. Agar lalu litas air berjalan lancar, jembatan penyeberangan kali dibangun melengkung untuk mempermudah tongkang, rakit dan perahu melintasinya. Pada tahun 1914, pemerintah Belanda mulai membangun Kolam Pelabuhan Dua sepanjang 100 meter dengan kedalaman perairan kolam - 9,5 meter LWS. Karena sangat dirasakan fasilitas Kolam Pelabuhan Satu masih sangat terbatas, sebab itu pembangunan dikebut agar dapat rampung sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pada tahun 1917, “Volker” sebagai pemborong pembangunan mampu menyelesaikan pekerjaannya. Pada tahun1917 dibangun tempat penyimpanan batubara (arang stengkol) oleh NISHM dan tempat penyimpanan bahan bakar minyak. Jalan raya dalam pelabuhan diperbanyak sehingga dapat langsung dihubungkan ke Jalan Raya Ancol. Setelah Kolam Pelabuhan Dua rampung, pada tahun 1921 dilanjutkan dengan pembangunan Kolam Pelabuhan Tiga. Hanya saja pembangunan Kolam Pelabuhan Tiga terhenti karena terjadi depresi (malaise) akibat Perang Dunia I. Setelah melewati masa depresi, pembangunan Kolam Pelabuhan Tiga dilanjutkan dan rampung tahun 1932 dengan panjang dermaga 550 meter. Sejak dimulainya pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok, administrasi keuangan dilaksanakan menurut peraturan ICW (Indische Comtabilitiets Wet) sesuai dengan Staatblad No. 164. Karena menerapkan pola ICW, seluruh operasional pelabuhan dibiayai oleh pemerintah. Sebab itu komisi Kraus de Jong mengusulkan merubah peraturan tersebut karena Pelabuhan Tanjung Priok Commercial Port. Berdasarkan Staatblat tahun 1934 No. 139, Pelabuhan Tanjung Priok ditetapkan sebagai Perusahaan Negara sesuai peraturan IBW (Indische Berdrijven Wet) Staatsblad 1924 No.419. Batas pelabuhan berdasarkan IBW ditetapkan secara global yaitu sebelah Timur adalah Cilincing, sebelah Selatan dengan Sunter, sebelah Barat adalah Bintang Mas dan sebelah Utara adalah Teluk Jakarta. Pada tahun 1935, dibangun bendungan “Delapan” di Sunter. Dengan demikian dapat secara teratur mendistribusikan air irigasi ke sawah-sawah di daerah itu. Juga dibangun terusan Sunter yang bermuara di Kali Legoa Terusan. Maksudnya untuk mengeringkan rawa-rawa di Sunter dan Plumpang di sebelah Tenggara Pelabuhan Tanjung Priok. Pada tahun 1936 dibangun Siphon berpintu dibawah terusan Ancol di Bintang Mas. Pembangunan Siphon dimaksudkan agar lumpur dari kali Gunung Sahari tidak masuk ke kolam pelabuhan Tanjung Priok. Disamping itu untuk mengeringkan rawa-rawa di selatan daerah pelabuhan.

Kamis, 05 Juli 2012

TERMINAL PT. MUSTIKA ALAM LESTARI (MAL) PENYEBAB “ EKONOMI BIAYA TINGGI “ Lajutan . ...

Semua aset Negara bila dikelola oleh anak bangsa dengan standar tertentu, dan hukum yang jelas, pasti akan mencapai hasil yang optimal dan efisien. Masih banyak anak bangsa ini yang punya integritas yang tinggi dan cerdas. Kita bangsa Indonesia terlanjur membuat stigma, bila perusahaan negara dikelola oleh bangsa sendiri pasti akan mengalami inefisien dan sarang penyelewengan. Stigma itu sengaja dibangun oleh orang asing dengan membentuk opini melalui siaran pers atau isyu. Negara Indonesia dikepung oleh para petualang asing yang haus akan kekayaan alamnya seperti Srigala melihat bangkai yang masih segar. Kita jangan terlena dalam pembohongan publik yang sebenarnya adalah praktik pembodohan, sergah mereka. Untuk PT. Mustika Alam Lestari (MAL), pemerintah pusat harus cepat bertindak mengambil alih asset negara itu, jangan dibiarkan tetap dikuasai oleh bangsa asing. Terminal tersebut sepatutnya dikelola oleh Terminal III (tiga), agar tata ruang dapat diatur laiknya sebuah terminal. Mulai dari Kade Meter 300 (tiga ratus) sampai kade meter 307 (tiga ratus tujuh) berbentuk huruf L, dapat didesain sebaik mungkin sehingg kemaceta dan kenyamanan para pemakai jasa pelabuhan dapat dihindarkan, kata mereka. Menurut pejabat Pelindo II Cabang Tanjung Priok yang namanya tidak mau disebut, awalnya pengelolaan Terminal MAL merupakan kesalahan management terdahulu. Berawal dari “ PT. SEGORO “ yang menunggak hutang pada Pelindo II. Jadi ketika PT. Segoro dinyatakan pailit dan tidak mampu bayar hutang, datanglah investor asing menawarkan diri sanggup membayar hutang PT. Segoro pada Pelindo II. Padahal PT. Segoro merugi bukan karena usaha, melainkan karena salah urus alias management yang merampok hasil usaha perusahaan. Ia menambahkan, awalnya saja Terminal Container yang namanya Terminal MAL itu, tidak laik menjadi satu terminal karena menggantung pada Kolam Pelabuhan II dan Kolam Pelabuhan III, tapi karena dipaksakan ya begitu hasilnya, ibuhnya. Dari beberapa pendapat dan himbauan para praktisi pelabuhan, penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa sesungguhnya keberadaan Terminal PT. MAL tidak memberi kemanfaatan bagi Terminal Tiga (3) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok khususnya bagi pemakai jasa pelabuhan. Bila Terminal PT. MAL diusahakan oleh Terminal Tiga (3) Cabang Tanjung Priok, tata ruang dapat didisain laiknya sebuah Terminal sepanjang kade Tiga Ratus (300) sampai ke kade Tiga Ratus Tuju (307) membentuk huruf L terbalik dengan dukungan Lapangan (yard) yang cukup luas. Dengan dermaga yang cukup dan dukungan lapangan yang memadai, dapat dibuat disain terminal yang patut dan tidak penyebab kemacetan pada gilirannya merugikan pengguna jasa pelabuhan. Kami menyarankan pada Pemerintah pusat khususnya Menteri BUMN dan Ketua KPK agar kontark kerja antara Pelindo II dengan PT. Mustika Alam Lestari kiranya dibatalkan karena tata letak dan tata ruang terminal tidak sesuai dengan laiknya sebuah Terminal Khusus Container. BELGUTHAI.

Kamis, 28 Juni 2012

LANJUTAN SEBELUMNYA. ... PISAU BERMATA DUA

... Pada Mei 1877 Belanda memulai pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok. Pilihan jatuh pada tanjung Priok, karena lahan pendukung dan pengembangan pelabuhan lusa. Ketika itu lahan pelabuhan Tanjung Priok meliputi daerah Senen, Cempaka Putih, Rawa Badak sampai pesisir pantai Marunda dan Ancol Barat. Kemayoran pada waktu itu merupakan daerah perkebunan. Para pekerja perkebunan adalah para budak belian yang kian marak sejak jaman VOC. Pembangunan pelabuhan Tanjung Priok dimulai dari Kolam Pelabuhan Satu. Belanda membangun Kolam Pelabuhan Satu untuk mempercepat pemindahan kegiatan pelabuhan Sunda Kelapa (Pasar Ikan) ke pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Sunda Kelapa tidak dapat menampung arus kapal, karena keterbatasan infra struktur dan fasilitas. Pelaksana pembangunan adalah Ir. JA de Gelder dari departemen BOW (Departemen Pekerjaan Umum Belanda). Perencanaan Kolam Pelabuhan Satu dibuat oleh Ir. J.A.A. Waldrop. Pembangunan Pelabuhan Satu menelan biaya sebesar kurang lebih satu Gulden Belanda. Mula-mula dikerjakan bendungan penahan gelombang (break water). Bendungan penahan gelombang hingga kini masih berfungsi, dibangun secara convergrend yang menjorok yang menjorok ke laut sampai kedalaman - 12 Meter LWS (Lower Water Scale). Dengan demikian, kapal yang sandar di kade pelabuhan tidak diganggu gelombang laut karena lokasi pelabuhan berhadapan dengan laut lepas. Bendungan sebelah Barat sepanjang 1.765 meter dan bendungan sebelah Timur panjang 1.963 meter masih bertahan sampai sekarang. Berdasarkan konstruksi, dibutuhkan batu sebagai pemecah gelombang, batu pemecah gelombang, dibuat dari batu granit yang didatangkan dari Merak dengan perahu. Batu-batu disusun sedemikian rupa (menjorok ke laut) sehingga dapat bertahan ratusan tahun. Tanggul pemecah gelombang direhabilitasi pada tahun 1969 sampai tahun 1972. Pembangunan kolam pelabuhan Satu menggunakan peralatan yang sangat sederhana pada waktu itu dan melibatkan ribuan tenaga kerja. Mereka adalah budak belian dan orang buangan. Sejak abad tujuh belas, Batavia dikenal sebagai kota budak belian. Nasib para budak belian sangat memprihatinkan dan tidak menentu. Pekerjaan mereka terbilang berat, tidak ada perlindungan hukum dan perlakuan terhadap mereka terkadang sangat kejam. Akibatnya banyak budak belian meninggal dunia pada profesinya. Menurut laporan Haven Commisie Kraus de Jong, para pekerja dipaksa kerja siang dan malam. Mereka disiksa, dinista, akibatnya banyak yang meninggal dunia. Tidak mengherankan bila pembangunan kolam pelabuhan satu selama enam tahun hingga tahun 1883, menelan ribuan korban jiwa tenaga kerja yang meninggal. Setelah kolam pelabuhan satu rampung, seluruh kegiatan pelayanan kapal dan muat bongkar dipindahkan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Sejak itu arus kunjungan kapal terus meningkat. Kolam pelabuhan Satu yang semula diprediksi akan mampu menampung arus kunjungan kapal dari berbagai negara dirasakan semakin kurang. Penyebabnya, karena keterbatasan fasilitas, membanjirnya arus kunjungan kapal karena terusan Suez di Mesir telah dibuka bagi jalur pelayaran dari Eropah menuju Asia tahun 1896. Kapal-Kapal berbondong-bondong datang ke Indonesia (Hindia Belanda) untuk membeli rempah-rempah. Ketika itu, nilai rempah-rempah seperti, cengkih, pala, lada, dan kulit manis sangat tinggi. Pada tahun 1912, pelabuhan Tanjung Priok dilanda kongesti. Kesibukan di pelabuhan mencapai puncaknya. Fasilitas pelabuhan tidak mampu menampung arus kunjungan kapal dan barang. Penundaan kapal yang akan masuk mencapai 85 unit kapal. Akibatnya, lanjut. ....

Rabu, 27 Juni 2012

TERMINAL PT. MUSTIKA ALAM LESTARI (MAL) PENYEBAB “ EKONOMI BIAYA TINGGI “

Menurut pendapat beberapa pengamat dan pejabat pelabuhan Tanjung Priok tidak bersedia disebut jati dirinya, mengatakan, bahwa pelabuhan Tanjung Priok sebagai penyebab “ ekonomi biaya tinggi ” dewasa ini. Pasalnya, akses masuk terminal macet total, pembangunan “ terminal petikemas “ asal-asalan tidak terencana dan menurut tata ruang dan waktu. Contohnya, kata mereka, Terminal PT. Mustika Alam Lestari (MAL), untuk saat ini, jelas tidak memenuhi persyaratan dan standar sebagai sebuah terminal khusus Petikemas. Alatnya sudah kuno tentu gerakannyapun lamban, kemudian lapangan sempit dan akses jalan masuk mengganggu kegiatan Terminal III. Sehingga, bila ada kegiatan di MAL dan Terminal III akan menimbulkan kesamrawutan dan kemacetan total, karena pola perencanaan antara dua terminal berbeda. Keadaan tersebut, tentu akan merugikan terminal III dan PT. MAL , dimana akan menimbulkan “ kegiatan operasional biaya tinggi “ pada kedua terminal yang pada gilirannya dibebankan pada konsumen. Merujuk hasil penelitian “ Universitas Indonesia ” dan beberapa literatur kepelabuhanan, bahwa idealnya satu terminal Petikemas yang diusahakan oleh suatu badan usaha, apakah itu negara atau negara berpatungan dengan pihak swasta, serendah-rendahnya memiliki lapangan dan appron seluas 25.000 meter persegi. Panjang dermaga, 1.200 meter di dukung alat bongkar muat (portainer) minimal 4 (empat) unit dengan ratiio RTG, Head Truck dan Chasis secukupnya. Selain itu, akses jalan masuk terminal tidak mengganggu terminal yang lain. Bagaimana dengan Terminal PT. MAL ujar mereka, akses masuk PT. MAL harus melalui Terminal III yang sudah sempit. Lapangannya sangat sempit, ketika ada kegiatan di MAL petikemasnya harus di Over brengen ke Lapangan 207X dan Lapangan 313 milik Terminal III. Alatnya sudah tua, umur operasionalnya lebih dari “ dua puluh lima tahun “. Melihat ke tiga para meter itu, terminal PT. MAL sudah tidak “ laik “ dioperasikan oleh suatu badan usaha, apalagi badan usaha tersebut milik “ asing “ yang nota bene hanya mencari profit sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kepentingan nasional yang lebih besar, ujar mereka. Untuk kepentingan negara dan bangsa ujar mereka, sebaiknya terminal PT. MAL diambil alih PT. Pelabuhan Indonesia II (persero) dan diserahkan pengelolaannya pada Terminal III agar kepengusahaannya terencana tidak samrawut dan macet. Kemacetan, stagnan dan Over Brengen tentu penyebab “ ekonomi biaya tinggi “ di pelabuhan. Jadi pola pikir yang dibangun pihak asing selama ini, harus ditinggalkan. Pihak asing sengajakan menciptakan isyu dan opini di dalam negri. Entah melalui anteknya, atau via media massa, kalau pihak asing tidak ikut campur tangan menukangi perusahaan negara (BUMN), pasti tidak akan mendapat pangsa pasar alias tidak efektif dan efisien. Itu namanya pembodohan, kata mereka, dimanapun didunia pengusahaan pelabuhan itu sama saja, kalau pertumbuhan ekonomi negara itu plus, kegiatan pelabuhannya pasti ramai. Indonesia sudah merdeka lebih dari enam puluh tahun jangan disamakan dengan negara-negara afrika yang baru merdeka, karena bangsa Indonesia masuk katagori cerdas juga punya sumber daya alam berlimpah yang tidak dimiliki bangsa lain, kata mereka bersemangat. Lanjut. ....... Ep. 2.

Jumat, 22 Juni 2012

PERATURAN DIRJEN BEA DAN CUKAI NOMOR : P-26/BC/2007 TANGGAL 30 AGUSTUS 2007 BAGAIKAN PISAU BERMATA DUA

Pajajaran,Kerajaan Hindu yang sangat berpengaruh pada jamannya. Kerajaan Pajajaran memiliki pelabuhan yang ramai perniagaannya, disebut bandar Sunda Kelapa. Pada tahun 1522 ketika itu, armada Portugis untuk pertama kali merapat di Pelabuhan Sunda Kelapa. Moment itu dimanfaatkan utusan raja Pajajaran mengadakan pendekatan dengan Portugis. Pasalnya, raja Pajajaran merasa cemas melihat perkembangan di wilayah timur kerajaannya. Karena dengan dukungan Kerajaan Demak, wilayah Cirebon telah melepaskan diri dari kekuasaan Pajajaran. Kerajaan Pajajaran suka atau tidak suka, harus merangkul Portugis. Akhirnya terjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Pajajaran dan Portugis sepakat menjalin hubungan niaga dan saling memberi dukungan secara politis. Raja Pajajaran menyetujui rencana Portugis membangun benteng untuk melindungi bandar Sunda Kelapa dari serangan pasukan Kerajaan Demak. Padahal, Portugis hanya ingin menguasai Sunda Kelapa agar dapat memperluas wilayah dagangnya. Setelah perjanjian disepakati, kepala delegasi Portugis HENDRIQUE LEME menancap batu besar yang disebut "padrao" di tepi mulut sungai Ciliwung. Melihat perkembangan di Pajajaran, Sultan Trenggana dari Demak mengirim pasukan segelar sepapan yang dipimpin Fatahillah ke Jawa Barat. Disamping untuk menggagalkan hubungan antara Kerajaan Pajajaran dengan Portugis, tujuan utama untuk menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Dalam suatu pertumpuran yang cukup sengit, armada Kerajaan Demak dipimpin Fatahillah berhasil menghancurkan armada Portugis. Fatahillah berhasil merebut pelabuhan Sunda Kelapa. Fatahillah merubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan penuh. Peristiwa itu terjadi tanggal 22 julu 1527, itu kemudian diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta sampai saiki. Jayakarta semakin terkenal dibawah pemerintahan Fatahillah, bandar Jayakarta semakin tersohor dikancah perniagaan internasional. Setelah Fatahillah meninggal, kekuasaan dipegang oleh putranya Pangeran Jayakarta. Pada tahun 1602 pedagang-pedagang bangsa Belanda membentuk kongsi dagang VOC (Vereebigde Oost Indischi Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Timur. Pembantukan VOC dibantu Pemerintah Belanda di bawah Van Oldenbarneveldt. Tahun 1605, aramada VOC dibawah pimpinan Gubernur Jenderal JAN PIETERZOOM COEN mendarat di Ambon Maluku. Dia memilih menetap di Banda Neira, yang dikenal dengan penghasil Pala. Ketika itu maluku dikuasai oleh Portugis. JAN PIETERZOOM COEN diterima dengan tangan terbuka. Hanya saja posisi maluku yang kaya akan rempah-rempah dinilai kurang strategis dilihat dari sisi georapis. Sebab itu JAN PIETIERZOOM COEN bermaksud untuk "invasi" ke Jakarta. Kebetulan pada tahun 1618, Pangeran Jayakarta di serang dan di tawan pasukan Kerajaan Banten. Pada tanggal 30 Mei 1619 JAN PIETERZOOM COEN mengirim 17 kapal perang Belanda untuk menyerang dan memukul pasukan Banten. Pasukan JAN PIETIERZOOM COEN berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Banten. Sejak itu VOC mendu- duki Jayakarta. JAN PIETIEZOOM COEN mengganti nama Jayakarta menjadi BATAVIA. selanjutnya. ...

Senin, 18 Juni 2012

TERMINAL JICT PENYEBAB EKONOMI BIAYA TINGGI

Pada sistem angkutan Container bila dilihat dari sisi penggunaannya ada dua Model yang sudah berlaku sejak tahun tujuh puluhan sampai sampai sekarang. Pertama model Full Container Load yaitu satu container, seratus container sampai mungkin seribu container digunakan oleh satu pribadi atau Badan Usaha untuk mengangkut sejumlah barangnya yang dipindahkan dari satu daerah kedaerah lain, atau dari satu negara di pindahkan ke negara lain sesuai dengan kebutuhan pemilik barang itu. Model kedua yaitu karena kebutuhan yang sangat mendesak (urgen), maka pribadi atau badan usaha mengirin barang dalam jumlah relatif kecil tapi aman, maka pribadi-pribadi atau badan usaha itu menyerahkan tanggung jawab pengiriman barangnya kepada perusahaan jasa pengiriman barang yang disebut "freight forwarding". Perusahaan jasa jenis ini mampu mendahulu- kan pembayaran biaya consolidasi dan ditribusi barang dari pelabuhan pemuatan sampai kepelabuhan pembongkaran/tujuan untuk diserahkan pada pemilik barang dengan sejumlah biaya tertentu. Agar barang dalam jumlah tertentu ini aman, maka digunakan satu unit container dimuati oleh barang yang pemiliknya lebih dari dua orang atau dua badan usaha. Sistem pengiriman barang model seperti ini biasanya disebut " Least Them Container Load " (LCL) dimana biaya pengirimannya relatif lebih mahal dari model pengiriman FCL Container. Ketika pengiriman barang model LCL Container ternyata lebih mahal bila dilihat dari para meter harga perunit, pengiriman barang model ini tetap dilakukan oleh para pemilik barang karena alasan kebutuhan yang sangat mendesak. Para Operator Terminal Container seperti Regional Harbour (009X), PT. Mustika Alam Lestari (MAL), Terminal USTER III, UTPK. KOJA dan Bea dan Cukai memberi kemudahan pada barang yang dimuat di Container LCL. Tapi pada Terminal JICT, perlakuan terhadap barang yang dimuat pada LCL Container menekan, atau membuat aturan sendiri tanpa memandang sebelah mata pada rakyat dan pemerintah Indonesia. Pasalnya, terminal lainnya memberi kemudahan, tapi JICT malah membebankan aturan sendiri yaitu, rubah status container 20 feet sebesar 672.000,- rupiah dan untuk 40 feet sebesar sembilan ratus delapan puluh rupiah lebih. Inikan mengada-ngada kata beberapa pemilik barang yang barangnya dibongkar di Terminal PT. Jakarta International Container Terminal (JICT). Penambahan biaya rubah status sebesar "enam ratus tujuh puluh dua ribu rupiah" untuk container 20 feet dan " satu juta rupiah kurang " untuk container 40 feet kata pejabat tinggi PT. Mustika Alam Lestari (MAL) hanya akal-akalan PT. JICT yang kelihatannya kebal hukum Indonesia, katanya pada penulis. Pernulis Belghutai.

PUNGLI DI GUDANG CDC MTI

Kebiasaan buruk yaitu melakukan pungli dilakukan oleh oknum Petugas Pintu Kantor Bea & Cukai yang bertugas di Gudang CDC-MTI Pelabuhan Tanjung Priok dikomandoi Taifik dan Lubis. Setiap Barang yang akan keluar mereka akan meminta uang kepada para EMKL yang mengurus barang para Importir, bila tidak diberikan oleh para ENKL, maka mereka (petugas Bea & Cukai) akan mencari jalan agar barang berlama-lama keluarnya. Demikian disampaikan para EMKL.

Jumat, 08 Juni 2012

PELABUHAN TANJUNG PRIOK MACET TOTAL

Pada hari Kamis, Jumat dan Sabtu pelabuhan Tanjung Priok Macet total 9/6/2012. Tiga bulan terakhir ini pelabuhan utama Tanjung Priok dilanda kemacetan total, mulai dari Jalan Yos Sudarso, Jalan Enggano, Jalan RE Martadinata, Jalan Sulawesi, Jalan Raya Cilincing sampai ke Cakung, Jalan Raya Pelabuhan, Jalan Bitung, Jalan Pasoso dan Jalan Pademarang dalam pelabuhan dilanda kemacetan. Meningkatnya barang import, export dan antar pulau lima belas sampai dua puluh persen (20%) rata-rata pertahunnya disertai pembangunan jalan tol layang akses masuk ke pelabuhan sebagai penyebab makin runyemnya keadaan, bila tadinya kemacetan dapat diurai setelah petugas Lantas bekerja ekstra keras, kini sangat sulit karena fasilitas jalan yang berkurang, kalau tadinya 4 lajur dapat dilalui trailer, kini tinggal 2 lajur, selebihnya dua lajur jalan digunakan untuk pengamanan pembangunan jalan tol. Kemacetan total pelabuhan empat bulan terakhir ini, tidak menyurutkan semangat para pekerja keras pelabuhan untuk mengais razeki dari situasi ini, ada yang memalak para supir truck/trailler di setiap prapatan yang macet, ada yang menurunkan muatan (barang) ditengah jalan dan prapatn yang macet, situasi ini mirip ditahun tujuh puluhan ketika Satwal berjaga ditiap prapatan jalan dengan senjata Tomson atau Geren. Pergeseran sistem angkutan laut dari konvensional ke kontenerisasi dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan perdagangan tiap tahun, akan menyulitkan pelabuhan Tanjung Priok untuk bergerak bila tidak segera merealisasikan pembangunan Pelabuhan Khusus Kontener di Kali Baru sebagaimana yang telah di promosikan PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) pada mas media Jakarta. Dengan dibangunnya Pelabuhan Khusus Kontener Kali Baru seluas dua ratus hektar, dengan kedalaman perairan dermaga 14 sampai 16 meter, akan menjadi pelabuhan yang ideal dan menjanjikan. Semua kapal-kalal besar khusus kontener generasi empat sampai ke enam tidak perlu transit di Singapore lagi langsung dapat sandar ke Tanjung Priok dan tentunya akses jalan raya telah memadai dan cukup. BELGUTHAI.

Selasa, 05 Juni 2012

PELABUHAN TANJUNG PRIOK SESAK NAPAS

Pelabuhan Tanjung Priok sejak tengahan bulan Maret 2012 mulai dilanda sesak nafas, pasalnya pembangunan jalan Tol Layang akses masuk ke pelabuhan, disertai musiman menjelang bulan puasa sebagai penyebab sesaknya jalan-jalan dalam pelabuhan dan seputarnya. Hiruk pikuk kemacatan ini diperkirakan sampai tujuh bulan ke depan masih menggila. Selain itu kemungkinannya, krisis ekonomi di eropah selatan yang semakin mendekati sepanyol dan portugal sebagai penyebab rasa khawatir para importir dan eksportir untuk segera menimbun stock atau menyelesaikan kontrak ekspor dengan negara tujuan. Apapun itu alasannya, yang paling menderita adalah penduduk diseputar pelabuhan Tanjung Priok dengan segala permasalahannya, tapi yang pasti harga tanah yang diperkirakan dilalui atau pengaman dari jalan Tol Layang meroket, kalau tadinya harga 6 juta rupiah kini meroket menjadi 15 juta rupiah per meter persegi. Itulah kemanfaatan yang mesti diperoleh masyarakat seputal jalan tol layang. Semoga.

Sabtu, 02 Juni 2012

BOOMING IMPORT DAN EXPORT.

Sejak bulan Maret 2012 booming container import/export dan domestik terjadi di pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan Surabaya, pelabuhan Belawan. Fenomena seperti ini paradok dengan ekonomi di Eropah dan Amerika Serikat, karena di kedua benua ini terjadi krisis ekonomi yang menggejolak, utamanya di eropah bagian Selatan. Para pakar ekonomi diasia merasa khawatir krisis ekonomi eropah akan menjalar ke benua asia dan afrika bila para pemimpin negara dikedua benua ini tidak bersiap-siap melakukan penghematan sumberdaya alam yang terbatas dan produktif pada ekonomi riil. Asia Timur, Asia Selatan dan tenggara saling berpacu untuk produktif, putaran dan stimulai ekonomi semangkin kencang, pertumbuhan tetap menaik walau pertumbuhan penduduk meningkat utamanya pada Indonesia, kalau tadinya sebelum era reformasi sekitar 160 juta jiwa sekarang telah mencapai 233 juta jiwa yang tentu menjadi pasar empuk bagi produk-produk republik china yang sekarang menggila. Indonesia, negara kepulauan pemilik laut terluas di dunia yang juga punya sumber daya alam terlengkap didunia dengan tanah yang dapat ditanami dengan tanaman biji-bijian, masih dilanda kemiskinan yang berkepanjangaan sebagai akibat dari kebodohan dan lemahnya karakter bangsa dari model penindasan. Booming import dan eksport, diperkirakan masih terus akan berlanjut selama ekonomi eropah dan amerika stagnan, karena karakter dan gaya hidup penduduk di kedua benua ini telah berubah ke arah gaya kehidupan yang boros dan santai, tidak perlu bekerja keras tetapi menghasilkan uang banyak hanya mengandalkan dunia IT dan intertain. Peluang ini harus di manage secermat mungkin untuk mempertahankan keberadaan sumber daya alam, hidup yang hemat dan produktif disegala bidang. Selain itu para pemimpin hendaknya tidak menganggap tiap yang berwarna kulit putih dan berhidung mancung sudah menjadi hebat, mereka juga manusia yang punya kelemahan, kebodohan, dan kelebihan sama seperti bangsa-bangsa asia lainnya. Suasana seperti bulan ini masih terus akan berlanjut hitungan hari demi hari bila kita terus fokus pada profesi masing-masing, kaum politik terjun kedunia leher tegang, kaum pebisnis jangan lagi membodohi rakyat, kaum pengajar berupaya mencerdaskan murid sementara kaum pekerja hidup bermadi peluh. Hal tersebut harus dilaksanakan untuk menjaga keseimbangan import dan eksport yang siklusnya terus berputar seperti bumi mengitari matahari, dan bulan mengitari bumi, demikian seterusnya.