Minggu, 22 Juli 2012

GUDANG 207X DAN LAPANGAN PT. ADI CARAKA TIRTA CONTAINERLINE PENGHAMBAT REMODELING TERMINAL TIGA CABANG TANJUNG PRIOK Masa kini, sudah menjadi rahasia umum di pelabuhan Tanjung Priok. Direksi pelabuhan pengelola perusahaan negara ini punya visi dan misi yang besar untuk membangun pelabuhan Tanjung Priok ke arah pelabuhan terkemuka di Asia Tenggara. Membangun Pelabuhan Khusus Container di Kali Baru menjorok ke laut suatu keniscayaan yang harus diwujutkan. Bila visi ini tidak terwujut karena gangguan segelintir manusia yang pesimistis, pelabuhan Tanjung Priok akan mengalami kongesti. Direksi PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero), RJ. LINO, SAPTONO RI, CIPTO PRAMONO, anak bangsa pejuang, harus berani berkorban dalam perjuangan. Mungkin kamu dicemoh, banyak wong asing dan bangsa dewe mejibirkan bibir walau tidak sumbing, itu bukan soal, namamu akan tertoreh dihati bangsa dan pertiwi. Sebelum pekerjaan besar dalaksanakan, penataan pelabuhan konvensional warisan belanda ini masuk katagori prioritas. Remodeling Terminal Satu, Terminal Dua, dan Terminal Tiga, merupakan upaya meminimais kemacetan dan kekumuhan Terminal. Dalam pekerjaan besar pasti banyak hambatan, itu bukan soal. Management pelabuhan harus berani bertindak tegas, lugas tanpa pilih kasih untuk pekerjaan yang lebih besar. Bila tidak dilaksanakan dari sekarang, maka kemacetan dan kesamrawutan terus akan berlangsung. Management bahkan Menteri dapat melaksanakan observasi, pada hari Kamis, Jumat sampai hari Sabtu. Pada hari-hari itu, seluruh pelabuhan dan seputarnya akan mengalami kemacetan. Kemacetan dimulai dari jalan raya cilincing sampai pergudangan cakung, di jalan Yos Soedarso sampai Sunter, di jalan RE. Martadinata sampai jembatan Volker, dan di dalam pelabuhan macet total, utamanya di jalan Raya Pelabuhan. Mungkin sampai enam bulan kedepan, kemacetan akan lebih parah lagi sampai pembangunan jalan Tol Layang selesai. Selesai pembangunan jalan tol, kemacetan akan sedikit berkurang di jalan raya tapi, dalam pelabuhan khususnya TerminaL Tiga, kesemrawutan dan kemacetan akan terus berlanjut bila Terminal PT. MAL dan Gudang 207X tetap berdiri pada tempatnya. Secara visual, penulis mengamati tata letak Gudang 207X dan Lapangannya, gudang tersebut terkesan kumuh dan tata letaknya menjorok ke Barat sehingga mengganggu menuver tarailler yang berlalu lalang. Sementara lapangan sebelah utara gudang, diberi berpagar besi bersinggungan dengan pagar PT. MAL menutup jalan melingkar dari kade ke jalan Bitung. Mestinya bila Terminal Tiga yang mengelola Lapangan 207X Utara dan Lapangan PT. MAL, truck atau trailler yang datang dari kade Gudang 208 menuju kade 300, dapat terus berputar ke jalan Bitung menuju gate dan keluar terminal. Tapi karena kedua areal itu dikuasai oleh PT. Adi Caraka Tirta Containerline dan PT. MAL, maka trailler harus bergerak mundur putar haluan menuju arah semula. Pada kegiatan yang padat, gerakan mundur dan berputar ini menyebabkan kemacetan. Demikian pula halnya di jalan Bitung, jalan ini persis ditengan-tengan birai Timur dermaga Kolam Pelabuhan Dua dan birai Barat Kolam Pelabuhan Tiga. Idealnya jalan ini adalah jalan melingkar Trailler dari kade 304, 302 dan kade 208, 209. Tapi terbentur ada Lapangan PT. Adi Caraka Tirta Containerline serta Lapangan Terminal PT. MAL yang diberi berpagar, jadi jalan itu menjadi jalan buntu. Trailler atau truck harus mundur bila akan keluar terminal. Bila ada kegiatan Export/Import di Terminal PT. MAL dan pada Terminal TBB Terminal Tiga, maka jalan Bitung akan macet total, jalan yang idealnya dilalui dua trailer, menjadi penuh sesak berdesakan. Kami sebagai anak bangsa pecinta si “ Denok Bandarwati “, mengusulkan agar Gudang 207X dan Lapangannya dibongkar dan ditata ulang kembali sehingga kemacetan dan kekumuhan dalam Terminal Tiga dapat diminimais. Kontrak Terminal PT. MAL agar ditinjau kembali, selain menimbulkan kemacetan dalam terminal, juga mendatangkan kerugian finansiil yang cukup besar karena arus Container via PT. MAL tidak sesuai lagi dengan apa yang diperjanjikan. Demikian, terima kasih, penulis adalah anak bangsan pecinta pelabuhan, Belgutai.

Sabtu, 21 Juli 2012

TERMINAL PT. MUSTIKA ALAM LESTARI (MAL) DAN PT. ADI CARAKA TIRTA CONTENERLINE HAMBAT KONFIGURASI DAN REMODELING TERMINAL TIGA PELABUHAN TANJUNG PRIOK

Tata ruang dan tata kelola Terminal PT. Mustika Alam Lestari (MAL) dan PT. Adi Caraka Kontainerline menghambat konfigurasi dan remodeling dermaga Terminal Tiga Pelabuhan Tanjung Priok. Menurut staf Cabang Tanjung Priok yang tidak bersedia disebut namanya bahwa PT. MAL yang terletak di dermaga Tiga Ratus Kolam Pelabuhan Tiga masih dilindungi kontrak jangka panjang dua puluh tahunan dengan PELINDO II (Persero) sebagai konvensasi melunasi hutang Operator sebelumnya sebesar “ Delapan Puluh Miliar Rupiah “ katanya. Bila pada tahun 1998 diprediksi arus container via Terminal PT. MAL yang luas yard backup pendukungnya Terminal hanya lebih kurang delapan hektar dengan trougput 100.000 TEUS pertahu itu wajar. Tapi setelah lima tahun kemudian pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap bertahan pada level enam persen dengan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali sebagai penyebab tingginya mobilitas barang domestik, barang import dan barang export di Indonesia. Bila tahun 1998 kompensasi yang diberikan pada PT. MAL adalah dua puluh tahun dengan asumsi pertumbuhan arus Container tetap, itu menyesatkan dan harus dikaji ulang untuk mengetahui kebenaran dan kepatutannya, kata staf Pelindo II yang relatif masih muda. Para manager muda Pelindo II yang telah mengecap pendidikan luar negeri, punya visi dan misi yang mengagumkan, tapi karena jumlah mereka relatif masih kecil dibanding pejabat ex. Orde baru, mereka belum dapat berbuat banyak terhadap pengembangan pelabuhan. Menurut mereka, di negeri Belgia dan Belanda, Otoritas Pelabuhan (permerintah) yang menjadi regulator (pengatur) pelabuhan bertindak sangat tegas dan rasional mengacu pada peraturan (hukum) jelas. Tidak perduli itu perusahaan asing atau perusahaan dalam negeri, harus taat pada aturan main yang dibuat pemerintah, jadi tidak ada perusahaan yang kebal hukum. Bila pemerintah membuat rencana pengembangan pelabuhan tahunan atau tiga tahunan, tidak ada operator pelabuhan yang berani membantah. Apakah karena Belgia dan Belanda masih menganut Monarki Parlementer, kita kurang tau tapi yang jelas karakter orang eropah pada umumnya khususnya Belgia dan Belanda taat pada hukum sepanjang itu rasional. Bagaimana di Indonesia, khususnya pelabuhan Utama Tanjung Priok sebagai Barometer pelabuhan Indonesia. Sulit diatur, contohnya Terminal PT. MAL, PT. Adi Caraka Tirta Containerline, areal ini perlu ditata. Direksi pelabuhan telah membuat rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, tapi direksi pelabuhan terbentur dengan perjanjian yang dibuat oleh direksi lama, oleh karena itu Pemerintah yang harus turun tangan agar perjanjian ini dapat dibatalkan demi kepentingan Negara dan Rakyat. Misalnya untuk kepentingan yang lebih besar, Terminal JICT Dua dapat dijadikan menjadi terminal pelayanan Kapal Container Domestik karena terminal tersebut kurang laik melayani kapal Ocean Going atau Samudra Dekat. Dalam hal ini Pemerintah dapat mengesampingkan segala macam isi klausa perjanjian demi untuk kepentingan yang lebih besar. Bung Karno dapat menasionalisasi sebagian besar perusahaan asing menjadi perusahaan Negara bila perusahaan itu dirasakan tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional, ujar mereka. Menurut analisis penulis, bila kini arus container via Terminal PT. MAL mencapai 300.000 sampai 350.000 TEUS pertahun, dalam waktu kurun waktu lima tahun saja PT. Mustika Alam Lestari (MAL) telah pulang pokok (break event) plus keuntungan, bagaimana bila sampai dua puluh tahun ? Keuntungan finansil yang didapat PT. MAL luar biasa, tapi malapetaka bagi Negara khususnya PELINDO II (Persero). Disamping kerugian finansiil yang besar, terlambat pula dalam hal penataan Terminal Tiga yang pada gilirannya menjadi penyebab kemacetan dan kesumpekan. Demikian juga Gudang 207X yang dinakhodai PT. Caraka Tirta Containerline. Gudang ini telah masuk dalam lelang negara, karena gudang ini tidak laik lagi berdiri disuatu terminal modern. Dilihat dari sisi tata ruang dan ekonomi, Gudang 207X penyebab kemacetan dan terkesan kumuh. Selain itu, umur gudang telah mencapai level empat puluh delapan tahun, jadi Gudang 207X termasuk gudang berumur panjang di areal verlengstek lini satu Terminal Tiga. Karena gudang model seperti Gudang 207X sejak tahun 1992 telah dihapuskan agar tidak menghambat konfigurasi dan remodeling terminal. Penulis adalah adalah anak bangsa Belguthai.

Senin, 16 Juli 2012

PISAU BERMATA DUA. ........ Akibatnya kongesti tidak terelakkan, karena Kolam Pelabuhan Satu kekurangan sarana dan fasilitas seperti dermaga, gudang dan alur pelabuhan yang terasa sempit. Upaya pemecahan masalah harus segera diambil. Pada tahun 1912 alur pelabuhan diperluas, yang tadinya 250 meter menjadi 350 meter dengan kedalaman – 8 meter LWS menjadi 9,5 meter LWS. Dermaga dibangun sepanjang 121 meter jalan. Gudang sebanyak 7 (tujuh) unit diperluas agar mampu menampung arus barang yang terus membludak, kendati hal itu belum mampu memecahkan masalah. Karea pelayanan dilaut harus ditunjang dengan pelayanan didarat secara seimbang. Oleh karena itu dibangun pula satu stasion kereta api (spur) di Tanjung Priok. Letaknya di depan pelabuhan. Dengan demikian kereta api diharapkan dapat memperlancar angkutan barang keluar pelabuhan. Dengan konsep transportasi terpadu yang akan diterapkan, diharapkan dapat mempercepat kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan. Maka, di bangun pula jalur kereta api sampai ke dermaga. Ketika itu angkutan barang dari pelabuhan Tanjung Priok belum menggunakan angkutan truck, karena jasa angkutan jenis ini belum dikenal. Jalan raya di Batavia belum selebar masa kini. Angkutan sungai memegang peranan penting. Muatan dari pelabuhan Tanjung Priok diangkut dengan phonton, rakit dan perahu yang melintasi kali Ciliwung dan terusan Ancol. Setelah itu diangkut dengan kereta kuda, kereta kebo menuju ketempat tujuannya. Agar lalu litas air berjalan lancar, jembatan penyeberangan kali dibangun melengkung untuk mempermudah tongkang, rakit dan perahu melintasinya. Pada tahun 1914, pemerintah Belanda mulai membangun Kolam Pelabuhan Dua sepanjang 100 meter dengan kedalaman perairan kolam - 9,5 meter LWS. Karena sangat dirasakan fasilitas Kolam Pelabuhan Satu masih sangat terbatas, sebab itu pembangunan dikebut agar dapat rampung sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pada tahun 1917, “Volker” sebagai pemborong pembangunan mampu menyelesaikan pekerjaannya. Pada tahun1917 dibangun tempat penyimpanan batubara (arang stengkol) oleh NISHM dan tempat penyimpanan bahan bakar minyak. Jalan raya dalam pelabuhan diperbanyak sehingga dapat langsung dihubungkan ke Jalan Raya Ancol. Setelah Kolam Pelabuhan Dua rampung, pada tahun 1921 dilanjutkan dengan pembangunan Kolam Pelabuhan Tiga. Hanya saja pembangunan Kolam Pelabuhan Tiga terhenti karena terjadi depresi (malaise) akibat Perang Dunia I. Setelah melewati masa depresi, pembangunan Kolam Pelabuhan Tiga dilanjutkan dan rampung tahun 1932 dengan panjang dermaga 550 meter. Sejak dimulainya pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok, administrasi keuangan dilaksanakan menurut peraturan ICW (Indische Comtabilitiets Wet) sesuai dengan Staatblad No. 164. Karena menerapkan pola ICW, seluruh operasional pelabuhan dibiayai oleh pemerintah. Sebab itu komisi Kraus de Jong mengusulkan merubah peraturan tersebut karena Pelabuhan Tanjung Priok Commercial Port. Berdasarkan Staatblat tahun 1934 No. 139, Pelabuhan Tanjung Priok ditetapkan sebagai Perusahaan Negara sesuai peraturan IBW (Indische Berdrijven Wet) Staatsblad 1924 No.419. Batas pelabuhan berdasarkan IBW ditetapkan secara global yaitu sebelah Timur adalah Cilincing, sebelah Selatan dengan Sunter, sebelah Barat adalah Bintang Mas dan sebelah Utara adalah Teluk Jakarta. Pada tahun 1935, dibangun bendungan “Delapan” di Sunter. Dengan demikian dapat secara teratur mendistribusikan air irigasi ke sawah-sawah di daerah itu. Juga dibangun terusan Sunter yang bermuara di Kali Legoa Terusan. Maksudnya untuk mengeringkan rawa-rawa di Sunter dan Plumpang di sebelah Tenggara Pelabuhan Tanjung Priok. Pada tahun 1936 dibangun Siphon berpintu dibawah terusan Ancol di Bintang Mas. Pembangunan Siphon dimaksudkan agar lumpur dari kali Gunung Sahari tidak masuk ke kolam pelabuhan Tanjung Priok. Disamping itu untuk mengeringkan rawa-rawa di selatan daerah pelabuhan.

Kamis, 05 Juli 2012

TERMINAL PT. MUSTIKA ALAM LESTARI (MAL) PENYEBAB “ EKONOMI BIAYA TINGGI “ Lajutan . ...

Semua aset Negara bila dikelola oleh anak bangsa dengan standar tertentu, dan hukum yang jelas, pasti akan mencapai hasil yang optimal dan efisien. Masih banyak anak bangsa ini yang punya integritas yang tinggi dan cerdas. Kita bangsa Indonesia terlanjur membuat stigma, bila perusahaan negara dikelola oleh bangsa sendiri pasti akan mengalami inefisien dan sarang penyelewengan. Stigma itu sengaja dibangun oleh orang asing dengan membentuk opini melalui siaran pers atau isyu. Negara Indonesia dikepung oleh para petualang asing yang haus akan kekayaan alamnya seperti Srigala melihat bangkai yang masih segar. Kita jangan terlena dalam pembohongan publik yang sebenarnya adalah praktik pembodohan, sergah mereka. Untuk PT. Mustika Alam Lestari (MAL), pemerintah pusat harus cepat bertindak mengambil alih asset negara itu, jangan dibiarkan tetap dikuasai oleh bangsa asing. Terminal tersebut sepatutnya dikelola oleh Terminal III (tiga), agar tata ruang dapat diatur laiknya sebuah terminal. Mulai dari Kade Meter 300 (tiga ratus) sampai kade meter 307 (tiga ratus tujuh) berbentuk huruf L, dapat didesain sebaik mungkin sehingg kemaceta dan kenyamanan para pemakai jasa pelabuhan dapat dihindarkan, kata mereka. Menurut pejabat Pelindo II Cabang Tanjung Priok yang namanya tidak mau disebut, awalnya pengelolaan Terminal MAL merupakan kesalahan management terdahulu. Berawal dari “ PT. SEGORO “ yang menunggak hutang pada Pelindo II. Jadi ketika PT. Segoro dinyatakan pailit dan tidak mampu bayar hutang, datanglah investor asing menawarkan diri sanggup membayar hutang PT. Segoro pada Pelindo II. Padahal PT. Segoro merugi bukan karena usaha, melainkan karena salah urus alias management yang merampok hasil usaha perusahaan. Ia menambahkan, awalnya saja Terminal Container yang namanya Terminal MAL itu, tidak laik menjadi satu terminal karena menggantung pada Kolam Pelabuhan II dan Kolam Pelabuhan III, tapi karena dipaksakan ya begitu hasilnya, ibuhnya. Dari beberapa pendapat dan himbauan para praktisi pelabuhan, penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa sesungguhnya keberadaan Terminal PT. MAL tidak memberi kemanfaatan bagi Terminal Tiga (3) Cabang Pelabuhan Tanjung Priok khususnya bagi pemakai jasa pelabuhan. Bila Terminal PT. MAL diusahakan oleh Terminal Tiga (3) Cabang Tanjung Priok, tata ruang dapat didisain laiknya sebuah Terminal sepanjang kade Tiga Ratus (300) sampai ke kade Tiga Ratus Tuju (307) membentuk huruf L terbalik dengan dukungan Lapangan (yard) yang cukup luas. Dengan dermaga yang cukup dan dukungan lapangan yang memadai, dapat dibuat disain terminal yang patut dan tidak penyebab kemacetan pada gilirannya merugikan pengguna jasa pelabuhan. Kami menyarankan pada Pemerintah pusat khususnya Menteri BUMN dan Ketua KPK agar kontark kerja antara Pelindo II dengan PT. Mustika Alam Lestari kiranya dibatalkan karena tata letak dan tata ruang terminal tidak sesuai dengan laiknya sebuah Terminal Khusus Container. BELGUTHAI.