Minggu, 25 November 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA & CUKAI NOMOR ; P. 26/BC/2007 TANGGAL 30 AGUSTUS 2007 BAGAI PISAU BERMATA DUA MASA PENJAJAHAN JEPANG HINGGA TAHUN 1970, Sambungan, ................................. Perang Dunia ke-II meletus, setelah Nippong melumpuhkan Pearl Harbour di Hawai pada tanggal 9 Desember 1941, Jepang menyatakan perang terhadap Amerika Serikat. Tentara Jepang menyerang Asia termasuk Indonesia. Gerak invasi tentara Jepang ke Indonesia dimulai dengan menguasai daerah-daerah strategis yang pada waktu itu masih dikuasai Belanda. Pada 11 Januari 1942, tentara Jepang mendarat di Tarakan Kalimantan Timur menyusul Balikpapan, Samarinda, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Minahasa, Makasar, Bali dan Ambon. Setelah menduduki daerah-daerah ini Jepang menyerang pusat kekuatan Belanda di Jawa. Dalam waktu relatif singkat Jepang berhasil membuat Belanda bertekuk lutut dan sebagian tentaranya mengungsi ke Australia. Kemudian tentara Dai Nippon mendarat di Banten, Eretan Wetan dan Kragan untuk kemudian mengepung Batavia. Pada tanggal, 5 Maret 1942 tentara Jepang menyerang Batavia, masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok. Masuknya tentara Jepang merupakan awal melapetaka bagi pelabuhan Tanjung Priok, karena fasilitas yang dibangun padatahun 1877 dibumi hanguskan oleh Korps Pengrusak Tentara Belanda. Karena serangan tentara Jepang, Korps Pengrusak Tentara Belanda menutup alur perairan dengan cara menenggelamkan kapal-kapal yang sedang berada di pelabuhan. Kapal-Kapal Belanda telah dikepang rapat sehingga tidak mungkin dapat bergerak keluar palebuhan. Cara yang terbaik adalah menenggelamkan kapal-kapal sekaligus menutup alur pelabuhan Tanjung Priok. Bahkan instalasi minyak (BBM) milik BPM dan Stanvac juga dihancurkan. Hncurnya semua fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok, mendorong pemerintah Jepang untuk membangun kembali fasilitas pelabuhan sekaligus mengangkat kapal-kapal yang tenggelam. Ternyata Jepang kekurangan tenaga kerja dan pasukan keamanan. Untuk mendukung pasukang Dai Nippong, Jepang melatih Haiho dan Peta, sebagai tenaga sukarela pembangunan diambil Romusha sebagai tenaga kerja pembangunan jalan raya, benteng Jepang dan melayani kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Jepang banyak membutuhkan tenaga pelaut, maka Jepang mendirikan sekolah pelayaran agar mampu mengatasi keadaan pelabuhan yang sudah poranda. Keadaan di Pelabuhan Tanjung Priok setelah masuknya tentara Nippong, ibarat negara tidak bertuan. Kotoran manusia, sampah berserakan di sana-sini. Akibat kebakaran, sampahpun menggunung. Kondisi waktu itu sangat tidak elok dipandang mata. Semula kedatangan Jepang dianggap sebagai penyelamat bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Jepang dianggap sebagai saudara tua yang dapat memberikan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Ternyata, Jepang tiodak berbeda dengan bangsa Belanda. Mereka mengeruk kekayaan alam Indonesia, akibatnya rakyat semakin miskin dan menderita. Pada tanggal 14 Ahustus 1945, tentara Nippong menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu. Berita gembira bagi bangsa Indonesia ini dirahasiakan oleh pemerintah tentara Jepang di wilayah Indonesia. Tapi berita tentang bertekuk lututnya tentara Jepang kepada Sekutu, cepat diketahui oleh para pemuda pejuang bangsa Indonesia di kota Bandung. Mereka mendengar dari siaran radio BBC London pada tanggal 15 Agustus 1945. Para pemuda pejuang mendesak Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945 Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta pukul 10.00 wib. Kendati Indonesia telah merdeka, Belanda tetap tidak mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia. Belanda dengan begundalnya masih ingin menguasai wilayah Indonesia yang kaya dengan sumber daya alamnya. Maka pada waktu itu meletuslah revolusi phisik. Bagi bangsa Indonesia, masa revolusi phisik merupakan masa-masa yang sangat sulit. Bangsa Indonesia harus berjuang sendiri mempertahankan kemerdekaan dan mewujutkan negara kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Desember tahun 1949 Belanda menyerahkan kedaulatan kepada bangsa Indonesia. Setelah kedaulatan wilayah dan pemerintahan, pemerintah Indonesia mulai menguasai pelabuhan dan pusat perdagangan strategis. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan masih kacau. Kondisi ini berdampak pada kegiatan di pelabuhan Tanjung Priok. Keadaan tidak stabil, bongkar muat berjalan lamban. Barang-barang menumpuk di dermaga dan lapangan. Akibatnya pelabuhan Tanjung Priok mengalamai kongesti. Pada tahun 1951 kongesti semakin tidak terkendali. Lapangan penumpukan dan Gudang warisan Belanda, tidak mampu menampung arus barang. Barang-barang (cargo) kian menggunung di dermaga dan lapangan, untuk jangka pendek, diambil langkah memindahkan barang ke Lapangan Banteng dan dilelang. Stagnasi dan Kongesti dipelabuhan Tanjung Priok karena, fasilitas pelabuhan sangat terbatas pada waktu itu. Sisa-sisa perang Jepang Belanda dan Indonesia Belanda masih tersisa di Pelabuhan Tanjung Priok. Langkah yang perlu di ambil Pemerintah adalah menambah fasilitas pelabuhan. Pemerintah membangun pelabuhan Nusantara agar dapat menampung kapal-kapal berbendera Indonesia maksimam 1.000 Gross Register Ton. Disamping itu pemerintah membangun bagian selatan terusan Koja. Pada tahun 1955 Pelabuhan Nusantara diresmikan pemakaiannya oleh Wakil Presiden DR. Moh. Hatta. Untuk melengkapi fasilitas pelabuhan yang rusak akibat perang kemerdekaan, pada tahun 1952, pemerintah mendatangkan cutterdredge " Musi". Diharapkan "Musi" dapat menyemprot rawa-rawa di Kramat Tunggak, Rawa Badak dan seputarnya. Kini, daerah tersebut telah menjadi daerah pemukiman para penduduk urban. Pada tahun 1955, tanggul laut di perpanjang sampai ke Cilincing. Dermaga barat Kolam Pelabuhan Tiga diikuti dengan pembangunan gudang dan lapangan penumpukan. Dengan demikian dermaga barat Kolam Pelabuhan Tiga, dapat melayani penyandaran kapal dan kegiatan bongkar muat barang luar negeri (impor), karena kedalaman kolam mencapai diatas 10 meter LWS, sehingga memungkinkan dapat melayani kapal diatas 5.000 DWT. Selama lebih kurang tiga puluh tahun, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan perusahaan Indische Bedrijven Wet (IBW) di bawah cengkraman Pemerintah Hindia Belanda. Sejak tahun 1963, Pelabuhan Tanjung Priok ditetapkan menjadi Perusahaan Negara Biasa. Sebagai upaya menjaga keamanan di pelabuhan, dibangun pagar tembok tinggi mengelilingi pelabuhan. Atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor: 18 Tahun 1964, organisasi kepelabuhanan dirubah. Penguasa Tunggal dipelabuhan setelah Peraturan Pemerintah Nomor: 18 Tahun 1964 adalah " Komandan Penguasa Pelabuhan ". Di dalamnya bergabung Kesyahbandaran sebagai Staf Operasi keselamatan dan kelaikan pelayaran, sebagai staf operasi yang melayani kegiatan bongkar muat dan fasilitas pelabuhan di bentuk Staf Jasa. Pada tahun 1969 status Perusahaan Negara Pelabuhan dikembalikan seperti semula. Dengan demikian organisasi Pengusahaan Pelabuhan lebih diarahkan pada aspek ekonomi dan perdagangan. Sedang nama penguasa pelabuhan dirubah menjadi Administrator Pelabuhan (ADPEL). Fungsi Adpel selaku penanggung jawab tunggal di pelabuhan dan berada dalam organisasi Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP), dibantu Badan Musyawarah Pelabuhan (BMP) yang berfungsi sebagai penasehat. Kedudukan Adpel Tanjung Priok berada dibawah pengawasan Kepala Daerah Pelayaran III yang berkedudukan di Tanjung Priok dan bertanggung jawab langsung pada Presiden. Daerah Pelayaran III melipPERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA & CUKAI NOMOR ; P. 26/BC/2007 TANGGAL 30 AGUSTUS 2007 BAGAI PISAU BERMATA DUAat

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA & CUKAI NOMOR ; P. 26/BC/2007 TANGGAL 30 AGUSTUS 2007 BAGAI PISAU BERMATA DUA MASA PENJAJAHAN JEPANG HINGGA TAHUN 1970, Sambungan, ................................. Perang Dunia ke-II meletus, setelah Nippong melumpuhkan Pearl Harbour di Hawai pada tanggal 9 Desember 1941, Jepang menyatakan perang terhadap Amerika Serikat. Tentara Jepang menyerang Asia termasuk Indonesia. Gerak invasi tentara Jepang ke Indonesia dimulai dengan menguasai daerah-daerah strategis yang pada waktu itu masih dikuasai Belanda. Pada 11 Januari 1942, tentara Jepang mendarat di Tarakan Kalimantan Timur menyusul Balikpapan, Samarinda, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Minahasa, Makasar, Bali dan Ambon. Setelah menduduki daerah-daerah ini Jepang menyerang pusat kekuatan Belanda di Jawa. Dalam waktu relatif singkat Jepang berhasil membuat Belanda bertekuk lutut dan sebagian tentaranya mengungsi ke Australia. Kemudian tentara Dai Nippon mendarat di Banten, Eretan Wetan dan Kragan untuk kemudian mengepung Batavia. Pada tanggal, 5 Maret 1942 tentara Jepang menyerang Batavia, masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok. Masuknya tentara Jepang merupakan awal melapetaka bagi pelabuhan Tanjung Priok, karena fasilitas yang dibangun padatahun 1877 dibumi hanguskan oleh Korps Pengrusak Tentara Belanda. Karena serangan tentara Jepang, Korps Pengrusak Tentara Belanda menutup alur perairan dengan cara menenggelamkan kapal-kapal yang sedang berada di pelabuhan. Kapal-Kapal Belanda telah dikepang rapat sehingga tidak mungkin dapat bergerak keluar palebuhan. Cara yang terbaik adalah menenggelamkan kapal-kapal sekaligus menutup alur pelabuhan Tanjung Priok. Bahkan instalasi minyak (BBM) milik BPM dan Stanvac juga dihancurkan. Hncurnya semua fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok, mendorong pemerintah Jepang untuk membangun kembali fasilitas pelabuhan sekaligus mengangkat kapal-kapal yang tenggelam. Ternyata Jepang kekurangan tenaga kerja dan pasukan keamanan. Untuk mendukung pasukang Dai Nippong, Jepang melatih Haiho dan Peta, sebagai tenaga sukarela pembangunan diambil Romusha sebagai tenaga kerja pembangunan jalan raya, benteng Jepang dan melayani kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Jepang banyak membutuhkan tenaga pelaut, maka Jepang mendirikan sekolah pelayaran agar mampu mengatasi keadaan pelabuhan yang sudah poranda. Keadaan di Pelabuhan Tanjung Priok setelah masuknya tentara Nippong, ibarat negara tidak bertuan. Kotoran manusia, sampah berserakan di sana-sini. Akibat kebakaran, sampahpun menggunung. Kondisi waktu itu sangat tidak elok dipandang mata. Semula kedatangan Jepang dianggap sebagai penyelamat bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Jepang dianggap sebagai saudara tua yang dapat memberikan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Ternyata, Jepang tiodak berbeda dengan bangsa Belanda. Mereka mengeruk kekayaan alam Indonesia, akibatnya rakyat semakin miskin dan menderita. Pada tanggal 14 Ahustus 1945, tentara Nippong menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu. Berita gembira bagi bangsa Indonesia ini dirahasiakan oleh pemerintah tentara Jepang di wilayah Indonesia. Tapi berita tentang bertekuk lututnya tentara Jepang kepada Sekutu, cepat diketahui oleh para pemuda pejuang bangsa Indonesia di kota Bandung. Mereka mendengar dari siaran radio BBC London pada tanggal 15 Agustus 1945. Para pemuda pejuang mendesak Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945 Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta pukul 10.00 wib. Kendati Indonesia telah merdeka, Belanda tetap tidak mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia. Belanda dengan begundalnya masih ingin menguasai wilayah Indonesia yang kaya dengan sumber daya alamnya. Maka pada waktu itu meletuslah revolusi phisik. Bagi bangsa Indonesia, masa revolusi phisik merupakan masa-masa yang sangat sulit. Bangsa Indonesia harus berjuang sendiri mempertahankan kemerdekaan dan mewujutkan negara kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Desember tahun 1949 Belanda menyerahkan kedaulatan kepada bangsa Indonesia. Setelah kedaulatan wilayah dan pemerintahan, pemerintah Indonesia mulai menguasai pelabuhan dan pusat perdagangan strategis. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan masih kacau. Kondisi ini berdampak pada kegiatan di pelabuhan Tanjung Priok. Keadaan tidak stabil, bongkar muat berjalan lamban. Barang-barang menumpuk di dermaga dan lapangan. Akibatnya pelabuhan Tanjung Priok mengalamai kongesti. Pada tahun 1951 kongesti semakin tidak terkendali. Lapangan penumpukan dan Gudang warisan Belanda, tidak mampu menampung arus barang. Barang-barang (cargo) kian menggunung di dermaga dan lapangan, untuk jangka pendek, diambil langkah memindahkan barang ke Lapangan Banteng dan dilelang. Stagnasi dan Kongesti dipelabuhan Tanjung Priok karena, fasilitas pelabuhan sangat terbatas pada waktu itu. Sisa-sisa perang Jepang Belanda dan Indonesia Belanda masih tersisa di Pelabuhan Tanjung Priok. Langkah yang perlu di ambil Pemerintah adalah menambah fasilitas pelabuhan. Pemerintah membangun pelabuhan Nusantara agar dapat menampung kapal-kapal berbendera Indonesia maksimam 1.000 Gross Register Ton. Disamping itu pemerintah membangun bagian selatan terusan Koja. Pada tahun 1955 Pelabuhan Nusantara diresmikan pemakaiannya oleh Wakil Presiden DR. Moh. Hatta. Untuk melengkapi fasilitas pelabuhan yang rusak akibat perang kemerdekaan, pada tahun 1952, pemerintah mendatangkan cutterdredge " Musi". Diharapkan "Musi" dapat menyemprot rawa-rawa di Kramat Tunggak, Rawa Badak dan seputarnya. Kini, daerah tersebut telah menjadi daerah pemukiman para penduduk urban. Pada tahun 1955, tanggul laut di perpanjang sampai ke Cilincing. Dermaga barat Kolam Pelabuhan Tiga diikuti dengan pembangunan gudang dan lapangan penumpukan. Dengan demikian dermaga barat Kolam Pelabuhan Tiga, dapat melayani penyandaran kapal dan kegiatan bongkar muat barang luar negeri (impor), karena kedalaman kolam mencapai diatas 10 meter LWS, sehingga memungkinkan dapat melayani kapal diatas 5.000 DWT. Selama lebih kurang tiga puluh tahun, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan perusahaan Indische Bedrijven Wet (IBW) di bawah cengkraman Pemerintah Hindia Belanda. Sejak tahun 1963, Pelabuhan Tanjung Priok ditetapkan menjadi Perusahaan Negara Biasa. Sebagai upaya menjaga keamanan di pelabuhan, dibangun pagar tembok tinggi mengelilingi pelabuhan. Atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor: 18 Tahun 1964, organisasi kepelabuhanan dirubah. Penguasa Tunggal dipelabuhan setelah Peraturan Pemerintah Nomor: 18 Tahun 1964 adalah " Komandan Penguasa Pelabuhan ". Di dalamnya bergabung Kesyahbandaran sebagai Staf Operasi keselamatan dan kelaikan pelayaran, sebagai staf operasi yang melayani kegiatan bongkar muat dan fasilitas pelabuhan di bentuk Staf Jasa. Pada tahun 1969 status Perusahaan Negara Pelabuhan dikembalikan seperti semula. Dengan demikian organisasi Pengusahaan Pelabuhan lebih diarahkan pada aspek ekonomi dan perdagangan. Sedang nama penguasa pelabuhan dirubah menjadi Administrator Pelabuhan (ADPEL). Fungsi Adpel selaku penanggung jawab tunggal di pelabuhan dan berada dalam organisasi Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP), dibantu Badan Musyawarah Pelabuhan (BMP) yang berfungsi sebagai penasehat. Kedudukan Adpel Tanjung Priok berada dibawah pengawasan Kepala Daerah Pelayaran III yang berkedudukan di Tanjung Priok dan bertanggung jawab langsung pada Presiden. Daerah Pelayaran III meliputi Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Propinsi Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Bengkulu, Propinsi Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. ....... selanjutnya. ....................................

Kamis, 08 November 2012

PRAKTIK KARTEL SEWA GUDANG CFS DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK GAGAL

Mengukur kekuatan dengan memperhatikan brand PT. Pelabuhan Indonesia II, PT. Multi Terminal Idonesia (MTI), menggagas kenaikan jasa pergudangan CFS di pelabuhan Tanjung Priok dan seputarnya. Dengan mengatas namakan asosiasi jasa pergudangan dan DP3 pelabuhan Tanjung Priok serta nama besar PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero), PT. MTI anak perusahaan plat merah itu menaikan tarif jasa gudang secara gila-gilaan. Sejak tanggal, 1 Agustus 2012, PT. MTI diikuti oleh para perusahaan Operator Gudang CFS, menaikkan tarif jasa gudang dua ratus persen (200%), bila tadinya tarif penanganan Kontener LCL dari Terminal Kontener ke Gudang dua ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah untuk Kontener 20 Feet, kini menjadi satu juta lima puluh ribu rupiah (Rp. 1.050.000), penanganan barang (cargo) bila tadinya sebesar empat puluh lima ribu rupiah per meter kubik, kini menjadi seratus lima puluh ribu rupiah (Rp.150.000) per meter kubik. Sewa gudang tadinya seribu lima ratus rupiah per meter kubik per hari kini menjadi dua ribu tujuh ratus lima puluh ribu rupiah per meter kubik per hari belum termasuk tarif progressif dan pungli pekerja gudang. Pada awalnya, 1 Agustus 2012, komando PT. MTI untuk menaikan jasa pergudangan secara serempak. Praktik kartel ini diikuti oleh para perusahaan Operator Gudang karena takut pada nama besar PT. Pelindo II perusahaan persero plat merah milik negara itu. Semua gudang CFS milik perusahaan swasta dan BUM menaikan tarif sesuai instruksi MTI yang mengatas namakan Asosiasi dan Pelindo II Persero. Para Cosolidator dan sub kontraktor merasa ditekan dan dizolimi MTI, tapi sebahagian perusahaan operator gudang mentertawakan gagasan dan tindakan MTI itu. Tidak lama kemudian kurang lebih hanya tigapuluh hari berselang, gagasan dan tindakan MTI menaikkan tarif jasa pergudangan itu, dimanfaatkan oleh perusahaan operator swasta seperti PT. Adi Caraka Containerline yang menguasai Gudang 207X, PT. Tri Bintang Lautan yang menguasai Gudang PT. Perdikari, dan perusahaan lainnya yang tidak perlu penulis sebutkan satu persatu disini. Para perusahaan operator gudang milik swasta itu, mencoba menguasi market share jasa pergudangan dengan jalan memberikan discount sebesar lima puluh sampai seratus persen (50% - 100%) dari tarif yang diberlakukan MTI. Kebodohan management MTI itu menjadi peluang emas bagi pesaingnya. Para pengusaha operator gudang tentu berhitung, dengan tarif lama saja dan menyewa gudang (PT. TBL dan PT. Adi Caraka)masih profit, apa lagi dengan menaikan dua ratus persen (200%) dari pendapatan yang tadinya mereka terima tentu untuk meraih pasar persaingan sempurna, mereka berani memberi discount seratus sampai seratus lima puluh persen (100% - 150%). Keputusan bisniss yang di praktikan perusahaan swasta seperti itu wajar saja. Karena mereka hidup pada lingkungan negara yang mempraktekan perdagangan pasar persaingan sempurna (kapatalis liberal). Lain halnya bila perusahaan hidup di negara sosial komunis, RRT (china daratan) misalnya, negara atau melalui perusahaannya dapat mengendalikan pasar (kartel) sesuai udel penguasanya. Tindakan MTI menaikan harga penanganan cargo maupun kontener ditantang oleh para pemakai jasa Gudang dengan jalan hengkang dari Gudang CDC MTI sehingga gudang menjadi sepi ditinggal para pelanggannya. Para pejabatnya tidak kehilangan akal, dengan mengatas namakan Management Pelindo II mereka berihtiar untuk membangun gudang dan membangun pelayanan satu atap di pelabuhan Tanjung Priok agar semua pergudangan milik swasta atau BUMN diluar pelabuhan mati suri atau mati total. Penulis berfikir dan menyarankan, tindakan bodoh mengurusi businiss ikan gembung tidak perlu melibatkan management PT. Pelindo II (Persero) sampai turun tangan, apakah karena lambang PT. Pelindo II yang tadinya simbol tambatan kapal kini berubah menjadi ikan Lumba-lumba yang suka makan ikan gembung ini yang perlu dipertanyakan, atau apakah dibalik rencana itu ada sesuatu kemanfaatan yang akan didapat oleh oknom atau golongan biar rakyat dan para ahli yang menganalisa. Menurut beberapa pengamat dan perkiraan penulis, permintaan penggunaan Container LCL akan menurun drastis bila fasilitas dan harga pelayanan pelabuhan akan bersaing. Misalnya dengan dibangunnya pelabuhan khusus Container Kalibaru yang punya fasilitas standar internasional dan dengan tarif bersaing tentu permintaan jasa cargo consolidasi akan menurun drastis, buat apa para copnsignee menggunakan jasa consolidator bila tarif yang diberlakukan pada Full container relatif sama dengan menggunakan jasa agent. Dari pembelajaran kita diatas, penulis menyimpulkan, bahwa parktik perdagangan monopoli, monopsoni, oligopoli dan kartel, tidak dapat dan tidak cocok diterapkan pada situasi perdagangan persaingan sempurna seperti di Indonesia. Negara tidak dapat dan tidak boleh mengeluarkan Perpu atau Peraturan Pemerintah tanpa seijin rakyat untuk membatasi hak berusaha dan atau hak hidup dari lembaga usaha milik swasta dan perorangan. Perusahaan Negara (BUMN) pada hakikatnya merupakan agen pembangunan yang menstimulir pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan perusahaan mikro berbasis produksi dan jasa guna menyerap tenaga kerja, yang pada gilirannya meningkatkan daya beli masyarakat dan meredam keresahan sosial. Penulis adalah pengagum penggagas ekonomi sosial.

PRAKTIK KARTEL SEWA GUDANG CFS DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK GAGAL

Mengukur kekuatan dengan memperhatikan brand PT. Pelabuhan Indonesia II, PT. Multi Terminal Idonesia (MTI), menggagas kenaikan jasa pergudangan CFS di pelabuhan Tanjung Priok dan seputarnya. Dengan mengatas namakan asosiasi jasa pergudangan dan DP3 pelabuhan Tanjung Priok serta nama besar PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero), PT. MTI anak perusahaan plat merah itu menaikan tarif jasa gudang secara gila-gilaan. Sejak tanggal, 1 Agustus 2012, PT. MTI diikuti oleh para perusahaan Operator Gudang CFS, menaikkan tarif jasa gudang dua ratus persen (200%), bila tadinya tarif penanganan Kontener LCL dari Terminal Kontener ke Gudang dua ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah untuk Kontener 20 Feet, kini menjadi satu juta lima puluh ribu rupiah (Rp. 1.050.000), penanganan barang (cargo) bila tadinya sebesar empat puluh lima ribu rupiah per meter kubik, kini menjadi seratus lima puluh ribu rupiah (Rp.150.000) per meter kubik. Sewa gudang tadinya seribu lima ratus rupiah per meter kubik per hari kini menjadi dua ribu tujuh ratus lima puluh ribu rupiah per meter kubik per hari belum termasuk tarif progressif dan pungli pekerja gudang. Pada awalnya, 1 Agustus 2012, komando PT. MTI untuk menaikan jasa pergudangan secara serempak. Praktik kartel ini diikuti oleh para perusahaan Operator Gudang karena takut pada nama besar PT. Pelindo II perusahaan persero plat merah milik negara itu. Semua gudang CFS milik perusahaan swasta dan BUM menaikan tarif sesuai instruksi MTI yang mengatas namakan Asosiasi dan Pelindo II Persero. Para Cosolidator dan sub kontraktor merasa ditekan dan dizolimi MTI, tapi sebahagian perusahaan operator gudang mentertawakan gagasan dan tindakan MTI itu. Tidak lama kemudian kurang lebih hanya tigapuluh hari berselang, gagasan dan tindakan MTI menaikkan tarif jasa pergudangan itu, dimanfaatkan oleh perusahaan operator swasta seperti PT. Adi Caraka Containerline yang menguasai Gudang 207X, PT. Tri Bintang Lautan yang menguasai Gudang PT. Perdikari, dan perusahaan lainnya yang tidak perlu penulis sebutkan satu persatu disini. Para perusahaan operator gudang milik swasta itu, mencoba menguasi market share jasa pergudangan dengan jalan memberikan discount sebesar lima puluh sampai seratus persen (50% - 100%) dari tarif yang diberlakukan MTI. Kebodohan management MTI itu menjadi peluang emas bagi pesaingnya. Para pengusaha operator gudang tentu berhitung, dengan tarif lama saja dan menyewa gudang (PT. TBL dan PT. Adi Caraka)masih profit, apa lagi dengan menaikan dua ratus persen (200%) dari pendapatan yang tadinya mereka terima tentu untuk meraih pasar persaingan sempurna, mereka berani memberi discount seratus sampai seratus lima puluh persen (100% - 150%). Keputusan bisniss yang di praktikan perusahaan swasta seperti itu wajar saja. Karena mereka hidup pada lingkungan negara yang mempraktekan perdagangan pasar persaingan sempurna (kapatalis liberal). Lain halnya bila perusahaan hidup di negara sosial komunis, RRT (china daratan) misalnya, negara atau melalui perusahaannya dapat mengendalikan pasar (kartel) sesuai udel penguasanya. Tindakan MTI menaikan harga penanganan cargo maupun kontener ditantang oleh para pemakai jasa Gudang dengan jalan hengkang dari Gudang CDC MTI sehingga gudang menjadi sepi ditinggal para pelanggannya. Para pejabatnya tidak kehilangan akal, dengan mengatas namakan Management Pelindo II mereka berihtiar untuk membangun gudang dan membangun pelayanan satu atap di pelabuhan Tanjung Priok agar semua pergudangan milik swasta atau BUMN diluar pelabuhan mati suri atau mati total. Penulis berfikir dan menyarankan, tindakan bodoh mengurusi businiss ikan gembung tidak perlu melibatkan management PT. Pelindo II (Persero) sampai turun tangan, apakah karena lambang PT. Pelindo II yang tadinya simbol tambatan kapal kini berubah menjadi ikan Lumba-lumba yang suka makan ikan gembung ini yang perlu dipertanyakan, atau apakah dibalik rencana itu ada sesuatu kemanfaatan yang akan didapat oleh oknom atau golongan biar rakyat dan para ahli yang menganalisa. Menurut beberapa pengamat dan perkiraan penulis, permintaan penggunaan Container LCL akan menurun drastis bila fasilitas dan harga pelayanan pelabuhan akan bersaing. Misalnya dengan dibangunnya pelabuhan khusus Container Kalibaru yang punya fasilitas standar internasional dan dengan tarif bersaing tentu permintaan jasa cargo consolidasi akan menurun drastis, buat apa para copnsignee menggunakan jasa consolidator bila tarif yang diberlakukan pada Full container relatif sama dengan menggunakan jasa agent. Dari pembelajaran kita diatas, penulis menyimpulkan, bahwa parktik perdagangan monopoli, monopsoni, oligopoli dan kartel, tidak dapat dan tidak cocok diterapkan pada situasi perdagangan persaingan sempurna seperti di Indonesia. Negara tidak dapat dan tidak boleh mengeluarkan Perpu atau Peraturan Pemerintah tanpa seijin rakyat untuk membatasi hak berusaha dan atau hak hidup dari lembaga usaha milik swasta dan perorangan. Perusahaan Negara (BUMN) pada hakikatnya merupakan agen pembangunan yang menstimulir pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan perusahaan mikro berbasis produksi dan jasa guna menyerap tenaga kerja, yang pada gilirannya meningkatkan daya beli masyarakat dan meredam keresahan sosial. Penulis adalah pengagum penggagas ekonomi sosial.