Senin, 10 Maret 2014

PEMINDAH LOKASIAN PENUMPUKAN CARGO BREAKBULK DARI TERMINAL III CABANG TANJUNG PRIOK DI MONOPOLI PT. ROYAL LOGISTICS

Sejak bulan November 2013 sampai saat ini 10 Maret 2014 pemindah lokasian penumpukan (PLP) Cargo Breakbulk bongkaran dari Terminal III PT. Pelindo II Cabang Tanjung Priok dimonopoli PT. Royal Logistics. Menurut staf Terminal III yang tidak bersedi dsebut namanya, bahwa monopoli pengerjaan overbrengen cargo breakbulk di dapat PT. Royal Logistics sejak Manager Pemasaran dan Administrasi Sunu Bekti Pujotomo tidak aktif di Terminal III. PT. Royal Logistics disinyalir melakukan KKN dengan Arif, Servisor Terminal III. Ketika para mitra mempertanyakan alasan pemberian hak monopoli PT. Royal Logistics menangani Overbrengen (pindah lokasi penumpukan) sementara perusahaan mitra Terminal III yang lain tidak dapat pekerjaan sampai 4 bulan. Muklis Supervisor bongkar muat Terminal III mengatakan, bahwa PT. Royal Logistics mendapat surat penunjukan Overbrengan (Pindah Lokasi Penumpukan) Dry Cargo dari para Importir pemilik barang. Menurut staf PT. Daisy Mutiara Raya pelaksana long ditance cargo dari Terminal III, bahwa surat penunjukan Overbrengen dari para Importir (pemilik Barang) mustahil, karena dengan dilaksanakannya Cargo Overbrengen dari Terminal III ke Lapangan/Gudang lain ada terjadi penambahan biaya handling sebesar Rp. 80.000,- per ton. Kalau PT. Royal Logistics dapat menangani cargo sebanyak 12,000 Ton per bulan dan 12 perusahaan mitra sebanyak 10.000 Ton per bulan, maka biaya tambahan yang harus dipikul para importir per bulan adalah sebesar Rp. 1.760.000.000,- (Satu miliar tujuh ratus enam puluh juta rupiah) per bulan. Penulis adalah BELGUTAI

Sabtu, 08 Maret 2014

PELAYANN SEKSI MANIFEST BEA & CUKAI PELABUHAN TANJUNG PRIOK LAMBAT

Menurut keterangan beberapa staf Operator Gudang/Lapangan TPS dan petugas pengurus PLP Container Pindah Lokasi Penimbunan (overbrengen), bahwa enam bulan terakhir ini pelayanan petugas Seksi Manifest Kantor Bea & Cukai Pelabuhan Tanjung Peiok lembat dan cenderung mengada-ada. Sebagai contoh ujar mereka, ketika dokumen PLP diajukan oleh PBM atau perusahaan Usaha Jasa Pengurusan Transpoortasi (SIUJPT) pada kantoe Seksi Manifest Bea & Cukai, dokumen dicap dengan tanda waktu proses maksimal 2 x 24 Jam, artinya dokument paling lama ditangan petegas Bea & Cukai selama 48 Jam. Tapi pada kenyataannya dokumen ditunggu selama 48 Jam belum tentu keluar atau respon petugas tidak ada. Petugas PLP dengan memberinikan diri bertanya tentang kekurangan persyaratan dokumen PLP, jawab petugas Bea & Cukai, " YOR Lapangan TPS Asal kurang dari 85%, jadi dokumen PLP tidak bisa diproses," kata petugas berseragam biru-biru itu. Merasa panasaran, pengurus dokumen PLP mengecek keadan Lapangan Terminal Container (TPS asal) ternyata menunjukkan YOR Lapangan diatas 80%. Artinya, space Lapangan Terminal Container sudah mulai sesak, apa bila kapal masuk berurutan 3 sampai 4 kapal pada hari yang sama, proses bongkar muat Container di terminal akan tersendat atau terganggu, harus dilakukan sifting container terlebih dahulu agar didapat ruang untuk penumpukan Container bongkaran baru. Pekerjaan sifting container butuh waktu dan biaya Bahan Bakar Solar tambahan mestinya tidak perlu. Jadi dalam hal ini ada yang merasa dirugikan diuntungkan, bila YOR sebesar 60% Container mesti di pindah lokasikan ke lapangan TPS tujuan, yang diuntungkan disini adalah pihak Operator Terminal. Bila syarat pemindah lokasin Container Impor YOR lapangan harus diatas 85%, yang diuntungkan disini Importir. Jadi dalam hal ini perusahaan jasa pengurus PLP tidak mengada-ada seperti anggapan beberapa pihak selama ini, perusahaan jasa transportasi turut andil membantu pihak Terminal dan Management Pelabuhan guna menstabilkan kleseimbangan lapangan di pelabuhan. Demikian pula dengan barang Impor milik pabrik atau pengusaha kecil yang sifatnya urgen biasanya dalam jumlah kecil, tentu menggunakan Container yang dimuati secara bersama-sama (LCL), artinya satu unit container dua puluh feet atau empat puluh feet dimuati barang milik lebih dari 2 perusahaan yang mana pengirimannya ke dalam negeri (Indonesia) dilaksanakan forwarder luar negeri dan pemiliknya tinggal menerima barang di dalam negeri. Karena barang impor yang ada dalam satu container dimiliki oleh dua sampai tiga perusahaan berbeda, barang dalam container harus distripping ke gudang konsolidasi/cfs, proses penarikan container yang mestinnya selesai dalam 3 jam, tapi pada kenyataanya dapat mencapai 2 hari sampai 3 hari. Jadi bila tugas pelayanan dilaksanakan seefisien mungkin, biaya pelayanan disini dapat bersaing para pemakai jasa tidak merasa dirugikan. Penulis adalah Belgutai.

Sabtu, 01 Maret 2014

OVERBRENGEN (OB) CARGO BREAKBULK BONGKARAN TERMINAL III CABANG TANJUNG DIDOMINASI SISTEM PENUNJUKAN DARI IMPORTIR

1/03/2014, Sejak Sunu Bekti Pujotomo manager Administrasi dan Marketing Terminal III di non aktifkan dari tugas Terminal III Cabang Tanjung Priok, sistem pembagian kerj penanganan OVERBRENGEN (OB)Cargo Breakbulk berubah total. Kalau tadinya Sunu Bekti Pujotomo menyerahkan penganan/pelayanan Cargo kepada rekanan (mita kerja) Terminal III secara bergilir dan adil (urut Kacang) kini setelah ditangani saudara Arif Supervisor Terminal III bertolak belakang. Pekerjaan OB dilaksanakan berdasarkan surat penjukan dari importir kepada PBM yang bunyinya hanya PBM yang ditunjuk oleh Importir pemilik barang yang boleh bekerja memindah lokasikan barang import. Yang anehnya, Pelindo II cabang Tanjung Priok Pemilik terminal, tidak punya kuasa mengatur tata letak dan lokasi penumpukan barang impor bongkaran Terminal III. Yang mengatur Long Distenation dan Pindah Lokasi Penimbunan diatur oleh para Importir dan General Manager Cabang Tanjung Priok kata saudara Arif Supervisor Terminal III. Artinya, para Importir bersedia memikul biaya tambahan pada barangnya asal yang melaksanakan Pindah Lokasi Penimbunan PBM yang dihunjuk oleh para importir. Ketika penulis menghubungi salah satu Importir pemilik barang di Tanjung Priok, beliau menyatakan bahwa pemilik barang tidak pernah menginginkan barangnya di Pindah Lokasikan. Mereka menginginkan barangnya habis di bongkar dari kapal idealna ditimbun pada Gudang Laut atau Lapangan penumpukan mengunggu diambil oleh pemiliknya. Jangan dipindahkan kesana kemari apalagi diluar pelabuhan seperti ke Gudang Airin, Gudang Cakung atau kepergudangan PT. Berdikari, jadi doble hadling yang pada akhirnya biaya tinggi, katanya pada penulis. Menurut analisis dan pengamatan penulis, mestinya Cargo Breakbulk/Dry Cargo yang dibongkar di Terminal III, jangan dipaksakan. Karena Terminal telah berubah menjadi Terminal Khusus Container. Bila dipaksakan karena kepentingan sesaat, maka mau tidak mau Cargo harus di OVERBRENGEN (OB) ke Gudang atau lapangan lain.Idealnya barang impor non Container, dibongkar pada Terminal II karena memiliki bebera unit gudang laut dan lapangan penumpukan barang yang cukup luas. Penulis Belgutai