Kamis, 08 November 2012

PRAKTIK KARTEL SEWA GUDANG CFS DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK GAGAL

Mengukur kekuatan dengan memperhatikan brand PT. Pelabuhan Indonesia II, PT. Multi Terminal Idonesia (MTI), menggagas kenaikan jasa pergudangan CFS di pelabuhan Tanjung Priok dan seputarnya. Dengan mengatas namakan asosiasi jasa pergudangan dan DP3 pelabuhan Tanjung Priok serta nama besar PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero), PT. MTI anak perusahaan plat merah itu menaikan tarif jasa gudang secara gila-gilaan. Sejak tanggal, 1 Agustus 2012, PT. MTI diikuti oleh para perusahaan Operator Gudang CFS, menaikkan tarif jasa gudang dua ratus persen (200%), bila tadinya tarif penanganan Kontener LCL dari Terminal Kontener ke Gudang dua ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah untuk Kontener 20 Feet, kini menjadi satu juta lima puluh ribu rupiah (Rp. 1.050.000), penanganan barang (cargo) bila tadinya sebesar empat puluh lima ribu rupiah per meter kubik, kini menjadi seratus lima puluh ribu rupiah (Rp.150.000) per meter kubik. Sewa gudang tadinya seribu lima ratus rupiah per meter kubik per hari kini menjadi dua ribu tujuh ratus lima puluh ribu rupiah per meter kubik per hari belum termasuk tarif progressif dan pungli pekerja gudang. Pada awalnya, 1 Agustus 2012, komando PT. MTI untuk menaikan jasa pergudangan secara serempak. Praktik kartel ini diikuti oleh para perusahaan Operator Gudang karena takut pada nama besar PT. Pelindo II perusahaan persero plat merah milik negara itu. Semua gudang CFS milik perusahaan swasta dan BUM menaikan tarif sesuai instruksi MTI yang mengatas namakan Asosiasi dan Pelindo II Persero. Para Cosolidator dan sub kontraktor merasa ditekan dan dizolimi MTI, tapi sebahagian perusahaan operator gudang mentertawakan gagasan dan tindakan MTI itu. Tidak lama kemudian kurang lebih hanya tigapuluh hari berselang, gagasan dan tindakan MTI menaikkan tarif jasa pergudangan itu, dimanfaatkan oleh perusahaan operator swasta seperti PT. Adi Caraka Containerline yang menguasai Gudang 207X, PT. Tri Bintang Lautan yang menguasai Gudang PT. Perdikari, dan perusahaan lainnya yang tidak perlu penulis sebutkan satu persatu disini. Para perusahaan operator gudang milik swasta itu, mencoba menguasi market share jasa pergudangan dengan jalan memberikan discount sebesar lima puluh sampai seratus persen (50% - 100%) dari tarif yang diberlakukan MTI. Kebodohan management MTI itu menjadi peluang emas bagi pesaingnya. Para pengusaha operator gudang tentu berhitung, dengan tarif lama saja dan menyewa gudang (PT. TBL dan PT. Adi Caraka)masih profit, apa lagi dengan menaikan dua ratus persen (200%) dari pendapatan yang tadinya mereka terima tentu untuk meraih pasar persaingan sempurna, mereka berani memberi discount seratus sampai seratus lima puluh persen (100% - 150%). Keputusan bisniss yang di praktikan perusahaan swasta seperti itu wajar saja. Karena mereka hidup pada lingkungan negara yang mempraktekan perdagangan pasar persaingan sempurna (kapatalis liberal). Lain halnya bila perusahaan hidup di negara sosial komunis, RRT (china daratan) misalnya, negara atau melalui perusahaannya dapat mengendalikan pasar (kartel) sesuai udel penguasanya. Tindakan MTI menaikan harga penanganan cargo maupun kontener ditantang oleh para pemakai jasa Gudang dengan jalan hengkang dari Gudang CDC MTI sehingga gudang menjadi sepi ditinggal para pelanggannya. Para pejabatnya tidak kehilangan akal, dengan mengatas namakan Management Pelindo II mereka berihtiar untuk membangun gudang dan membangun pelayanan satu atap di pelabuhan Tanjung Priok agar semua pergudangan milik swasta atau BUMN diluar pelabuhan mati suri atau mati total. Penulis berfikir dan menyarankan, tindakan bodoh mengurusi businiss ikan gembung tidak perlu melibatkan management PT. Pelindo II (Persero) sampai turun tangan, apakah karena lambang PT. Pelindo II yang tadinya simbol tambatan kapal kini berubah menjadi ikan Lumba-lumba yang suka makan ikan gembung ini yang perlu dipertanyakan, atau apakah dibalik rencana itu ada sesuatu kemanfaatan yang akan didapat oleh oknom atau golongan biar rakyat dan para ahli yang menganalisa. Menurut beberapa pengamat dan perkiraan penulis, permintaan penggunaan Container LCL akan menurun drastis bila fasilitas dan harga pelayanan pelabuhan akan bersaing. Misalnya dengan dibangunnya pelabuhan khusus Container Kalibaru yang punya fasilitas standar internasional dan dengan tarif bersaing tentu permintaan jasa cargo consolidasi akan menurun drastis, buat apa para copnsignee menggunakan jasa consolidator bila tarif yang diberlakukan pada Full container relatif sama dengan menggunakan jasa agent. Dari pembelajaran kita diatas, penulis menyimpulkan, bahwa parktik perdagangan monopoli, monopsoni, oligopoli dan kartel, tidak dapat dan tidak cocok diterapkan pada situasi perdagangan persaingan sempurna seperti di Indonesia. Negara tidak dapat dan tidak boleh mengeluarkan Perpu atau Peraturan Pemerintah tanpa seijin rakyat untuk membatasi hak berusaha dan atau hak hidup dari lembaga usaha milik swasta dan perorangan. Perusahaan Negara (BUMN) pada hakikatnya merupakan agen pembangunan yang menstimulir pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan perusahaan mikro berbasis produksi dan jasa guna menyerap tenaga kerja, yang pada gilirannya meningkatkan daya beli masyarakat dan meredam keresahan sosial. Penulis adalah pengagum penggagas ekonomi sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar