Selasa, 01 Januari 2013

PELABUHAN TANJUNG PRIOK MENJUAL JASA PELABUHAN TERMAHAL DI INDONESIA

Menurut analisis beberapa ahli dan pengamat pelabuhan pelabuhan, ongkos pelabuhan termahal (tertinggi) di Indonesia adalah pelabuhan Tanjung Priok. Penyebabnya sederhana, pendekatan yang dilaksanakan pengelola pelabuhan adalah profit oriented bukan publik (stimulus) oriented. Artinya, pelabuhan dipandang sebagai basis ekonomi mega proyek yang harus mendapat keuntungan sebesar-besarnya bukan sebagai alat/fasilitas pendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional. Pandangan seperti itu biasanya dilakukan pada negara-negara penganut ekonomi liberal kapatalistik. Perusahaan Negara di jual pada swasta asing. Perusahaan swasta asing sudah barang tentu bertujuan mencari keuntungan setinggi-tingginya dari investasi yang dilakukannya. Dari kenyataan diatas, wajar bila pelabuhan Tanjung Priok menjual jasa penanganan barang dengan harga tertinggi di Indonesia. Karena pada pelabuhan Tanjung Priok terdapat unit Terminal penanganan barang khusus (container) yang dikuasai modal asing. Antara lain, Terminal Container PT. Jakarta Internasional Container (JICT), Unit Terminal Petikemas Koja (UTP. KOJA) dan Terminal PT. Mustika Alam Lestari (MAL) yang di kuasai investor Singapore. Kalau bongkar muat (lift off/on) kontener di Terminal JICT untuk ukuran 20 feet sebesar sembilan puluh dua (92) dolar amerika serikat dan seratus tigapuluh (130) dolar amerika serikat untuk kontener 40 feet siapa yang dapat melarang. Karena saham perusahaan mutlak dikuasai Hutchison Port Holdings, Co. Sementara Terminal UTP. KOJA dan Terminal PT MAL yang diharapkan sebagai pesaing dari Terminal JICT juga dikuasai modal asing. Jadi harga jual jasa penanganan kontener dari kedua Terminal paling juga beda-beda tipis. Terminal TBB dan Regional Harbour (009X) yang dikuasai Pelindo II sulit diharapkan untuk bersaing dengan ke-tiga terminal yang dikuasai modal asing ini karena tata ruang dan tata letak kurang memenuhi syarat. Malah Terminal TBB Pelindo II menimbulkan masalah "ekonomi biaya tinggi" bagi barang break bulk yang di bongkar disana. Untuk menurunkan harga jual jasa pelabuhan secara keseluruhan, Pemerintah Pusat harus berani membangun satu pelabuhan khusus penanganan kontener di Tanjung Priok. Dimulai dari Kali Baru menjorok kelaut atau dari Marunda atau dari Muara Gembong tidak jadi masalah. Yang penting diwujutkan pembangunannya, jangan hanya mengutak atik pelabuhan warisan Belanda. Pemerintah harus berani mengambil keputusan yang kurang populer karena besarnya investasi yang digelontorkan dan kemungkinan adanya resiko. Jangan menunggu sampai tahun 2019 saat dimana JICT dikembalikan pada Negara kemudian tarif diturunkan sampai empat puluh persen (40%). Menunggu tahun 2019, Tanjung Priok sudah bonyok dilanda kemacetan total. Bila Tanjung Priok dilanda kemacetan total berapa kerugian sosial dan finansiil yang dibebani pada pada pundak rakyat. Jadi dalam waktu dekat, Pemerintah Pusat harus menunjuk Otoritas atau Pemimpin pembangunan Terminal Khusus Kontener di Tanjung Priok. Pemimpin tidak perlu pintar amat, pemimpin harus jujur, pekerja keras, berani dan tidak banyak omong di TV atau surat kabar. Bila ada beberapa pihak yang menghawatirkan proyek akan bias seperti kasus Bank Century dan Hambalang, itu wajar saja yang penting pengendalian dan pengawasan dilakukan dengan ketat. Masih banyak pemimpin dinegara ini yang punya integritas tinggi dan jujur. Mereka ini punya dedikasi yang tinggi dan hidup sederhana tidak konsimtif. Penulis adalah Thasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar