Sabtu, 26 Januari 2013

TERMINAL TIGA DAN TERMINAL DUA PENYEBAB EKONOMI BIAYA TINGGI DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK

Sejak kepemimpinan pengelola pelabuhan di serah terimakan Capten Abdullah Syaifuddin pada penggantinya yang baru, wajah dan perilaku pelabuhan di bawah Jajaran PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) berubah total. Logo Pelabuhan yang tandinya simbol Bolder atau tempat bertambatnya kapal, kini menjadi simbol ikan Dolphin sedang berburu ikan Gembung. Peralatan berat seperti Port Tener, Transtainer, RTG dan Stacker biasanya menggunakan produk Jepang, Eropah atau Amerika Serikat, kini menggunakan produck China Daratan yang belum jelas kwalitasnya. Bila tadinya Terminal Pelabuhan Konvensional harus dilengkapi dengan Gudang Penumpukan Barang, Lapangan Penumpukan/Penimbunan, kini Gudang Laut dan Gudang darat dibongkar. Bila tadinya akses Jalan Raya yang lebar tempat manuver Trailler, kini menjadi sempit karena di timbun Petikemas Interinsulair dan Import. Pendek kata, Pelabuhan Tanjung Priok sangat kacau, kacau organisasi, kacau operasional. Kegalauan hati para pemakai jasa pelabuhan dimulai hari selasa, rebbo, kamis, jumat, sabtu sampai hari minggu. Dimana-mana macet, di dalam pelabuhan penimbunan barang kacau tidak dapat dibedakan mana barang Import, mana barang Lokal dan yang mana barang Domestik. Berapa besar biaya sosial yang terbuang percuma atas kondisi dan perilaku pelabuhan ini bila diukur dengan kacamata finanfial. Dibongkarnya Gudang Laut dan Gudang Darat Terminal Dua dan Terminal Tiga, minimbulkan masalah pada General Cargo, Dry Cargo (Cargo Breakbulk) pada ke-dua terminal itu. Pasalnya, tidak melulu bongkaran barang import di pelabuhan Tanjung menggunakan Kontener. Memang pertumbuhan bongkaran kontener dari tahun ketahun meningkat pesat. Tetapi pertumbuhan bongkaran Cargo Breakbulk dan Dry Cargo paralel meningkat juga. Artinya, pelabuhan Tanjung Priok jelas kekurangan fasilitas. Bila tadinya direncanakan pengembangan dan pembangunan pelabuhan Tanjung Priok diarahkan ke Timur, maka dapat dibangun Terminal Kontener (Terminal Container Kali Baru) melayani Kapal bermuatan 3.000 Boxs sampai dengan 15.000 Boxs. Terminal Kontener yang ada digunakan melayani Kapal Samudera Dekat bermuatan 500 Boxs sampai dengan 3.000 Boxs, digunakan Terminal Container PT. Jakarta International Container Terminal (JICT 1) dan UTP. KOJA. Melayani Container domestik digunakan JICT 2 dan birai Timur Kolam Pelabuhan II dan untuk menangani Cargo Breakbulk/Dry Cargo, digunakan birai Barat Kolam Pelabuhan III dan birat Barat Kolam Pelabuhan II . Dengan demikian pelabuhan Tanjung Priok aman, tidak perlu macet. Terminal Dua dan Terminal Tiga tetap dapat digunakan sebagai Terminal General Perphose, artinya, dapat melayani bongkaran/muatan Cargo Breakbulk/Dry Cargo Impor/Eksport sekaligus dapat pula digunakan bongkaran/muatan Kontener Domestik. Tetapi kini, gudang laut pada birai Barat Kolam Pelabuhan III dan birai Timur Kolam Pelabuhan II dibongkar tuntas. Akibatnya, cargo Breakbul/Dry Cargo dibebani biaya relokasi yang cukup material. Untuk biaya pindah lokasi penimbunan Cargo Breakbulk/Dray Cargo memikul biaya tambahan sebesar 130.000,- rupiah per satu (1) Ton belum lagi biaya penumpukan sebesar 14.500,- rupiah per Ton per hari. Bila, Cargo Break Bulk/Dry Cargo dibongkar via Terminal III dan II sebesar 7.000.000 Ton per Tahun (Businiss Indonesia 19 September 2012) maka biaya relokasi Cargo Breakbulk/Dry Cargo sebesar 910.000.000.000,- Rupiah (Sembilan ratus sepuluh miliar rupiah) per tahun, belum biaya penumpukan barang salama di Gudang/Lapangan relokasi. Biaya relokasi yang besar ini seluruhnya dibebankan pada barang, pemilik barang membebankan biaya relokasi pada produck yang akan dipasarkan dalam negeri atau di gunakan pemerintah. Sehingga pada gilirannya biaya distribusi 1 (satu) ton Cargo Breakbulk/Dry Cargo di bongkar pada Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan di Pelabuhan Belawan Medan jauh lebih murah bila dibandingkan pelabuhan Tanjung Priok. Mestinya pelabuhan Tanjung Priok merupakan Pintu Gerbang Perekonomian juga menjadi Barometer pelabuhan di Indonesia. Apapun alasan management PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) sebagai pengelola dan operator pelabuhan Tanjung Priok, sesungguhnya biaya relokasi barang Impor Cargo Breakbulk/Dry Bulk dapat diminimais bila pembongkaran gudang laut penerima barang impor tidak dibongkar tergesa-gesa. Banyak staf ahli kepelabuhanan dan shipping business adminitration di kantor PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) yang mestinya dapat menganalisa biaya distribusi dan relokasi ini. Kok, sepertinya mereka diam, tidak ada ulasan maupun analisis di mas media, apa karena takut dimutasi ke daerah atau tidak diberikan job, bagaimana nih ? Penulis adalah pecinta pelabuhan Tanjung Priok Hulagu Khan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar