Senin, 16 Juli 2012

PISAU BERMATA DUA. ........ Akibatnya kongesti tidak terelakkan, karena Kolam Pelabuhan Satu kekurangan sarana dan fasilitas seperti dermaga, gudang dan alur pelabuhan yang terasa sempit. Upaya pemecahan masalah harus segera diambil. Pada tahun 1912 alur pelabuhan diperluas, yang tadinya 250 meter menjadi 350 meter dengan kedalaman – 8 meter LWS menjadi 9,5 meter LWS. Dermaga dibangun sepanjang 121 meter jalan. Gudang sebanyak 7 (tujuh) unit diperluas agar mampu menampung arus barang yang terus membludak, kendati hal itu belum mampu memecahkan masalah. Karea pelayanan dilaut harus ditunjang dengan pelayanan didarat secara seimbang. Oleh karena itu dibangun pula satu stasion kereta api (spur) di Tanjung Priok. Letaknya di depan pelabuhan. Dengan demikian kereta api diharapkan dapat memperlancar angkutan barang keluar pelabuhan. Dengan konsep transportasi terpadu yang akan diterapkan, diharapkan dapat mempercepat kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan. Maka, di bangun pula jalur kereta api sampai ke dermaga. Ketika itu angkutan barang dari pelabuhan Tanjung Priok belum menggunakan angkutan truck, karena jasa angkutan jenis ini belum dikenal. Jalan raya di Batavia belum selebar masa kini. Angkutan sungai memegang peranan penting. Muatan dari pelabuhan Tanjung Priok diangkut dengan phonton, rakit dan perahu yang melintasi kali Ciliwung dan terusan Ancol. Setelah itu diangkut dengan kereta kuda, kereta kebo menuju ketempat tujuannya. Agar lalu litas air berjalan lancar, jembatan penyeberangan kali dibangun melengkung untuk mempermudah tongkang, rakit dan perahu melintasinya. Pada tahun 1914, pemerintah Belanda mulai membangun Kolam Pelabuhan Dua sepanjang 100 meter dengan kedalaman perairan kolam - 9,5 meter LWS. Karena sangat dirasakan fasilitas Kolam Pelabuhan Satu masih sangat terbatas, sebab itu pembangunan dikebut agar dapat rampung sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pada tahun 1917, “Volker” sebagai pemborong pembangunan mampu menyelesaikan pekerjaannya. Pada tahun1917 dibangun tempat penyimpanan batubara (arang stengkol) oleh NISHM dan tempat penyimpanan bahan bakar minyak. Jalan raya dalam pelabuhan diperbanyak sehingga dapat langsung dihubungkan ke Jalan Raya Ancol. Setelah Kolam Pelabuhan Dua rampung, pada tahun 1921 dilanjutkan dengan pembangunan Kolam Pelabuhan Tiga. Hanya saja pembangunan Kolam Pelabuhan Tiga terhenti karena terjadi depresi (malaise) akibat Perang Dunia I. Setelah melewati masa depresi, pembangunan Kolam Pelabuhan Tiga dilanjutkan dan rampung tahun 1932 dengan panjang dermaga 550 meter. Sejak dimulainya pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok, administrasi keuangan dilaksanakan menurut peraturan ICW (Indische Comtabilitiets Wet) sesuai dengan Staatblad No. 164. Karena menerapkan pola ICW, seluruh operasional pelabuhan dibiayai oleh pemerintah. Sebab itu komisi Kraus de Jong mengusulkan merubah peraturan tersebut karena Pelabuhan Tanjung Priok Commercial Port. Berdasarkan Staatblat tahun 1934 No. 139, Pelabuhan Tanjung Priok ditetapkan sebagai Perusahaan Negara sesuai peraturan IBW (Indische Berdrijven Wet) Staatsblad 1924 No.419. Batas pelabuhan berdasarkan IBW ditetapkan secara global yaitu sebelah Timur adalah Cilincing, sebelah Selatan dengan Sunter, sebelah Barat adalah Bintang Mas dan sebelah Utara adalah Teluk Jakarta. Pada tahun 1935, dibangun bendungan “Delapan” di Sunter. Dengan demikian dapat secara teratur mendistribusikan air irigasi ke sawah-sawah di daerah itu. Juga dibangun terusan Sunter yang bermuara di Kali Legoa Terusan. Maksudnya untuk mengeringkan rawa-rawa di Sunter dan Plumpang di sebelah Tenggara Pelabuhan Tanjung Priok. Pada tahun 1936 dibangun Siphon berpintu dibawah terusan Ancol di Bintang Mas. Pembangunan Siphon dimaksudkan agar lumpur dari kali Gunung Sahari tidak masuk ke kolam pelabuhan Tanjung Priok. Disamping itu untuk mengeringkan rawa-rawa di selatan daerah pelabuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar