Rabu, 27 Juni 2012

TERMINAL PT. MUSTIKA ALAM LESTARI (MAL) PENYEBAB “ EKONOMI BIAYA TINGGI “

Menurut pendapat beberapa pengamat dan pejabat pelabuhan Tanjung Priok tidak bersedia disebut jati dirinya, mengatakan, bahwa pelabuhan Tanjung Priok sebagai penyebab “ ekonomi biaya tinggi ” dewasa ini. Pasalnya, akses masuk terminal macet total, pembangunan “ terminal petikemas “ asal-asalan tidak terencana dan menurut tata ruang dan waktu. Contohnya, kata mereka, Terminal PT. Mustika Alam Lestari (MAL), untuk saat ini, jelas tidak memenuhi persyaratan dan standar sebagai sebuah terminal khusus Petikemas. Alatnya sudah kuno tentu gerakannyapun lamban, kemudian lapangan sempit dan akses jalan masuk mengganggu kegiatan Terminal III. Sehingga, bila ada kegiatan di MAL dan Terminal III akan menimbulkan kesamrawutan dan kemacetan total, karena pola perencanaan antara dua terminal berbeda. Keadaan tersebut, tentu akan merugikan terminal III dan PT. MAL , dimana akan menimbulkan “ kegiatan operasional biaya tinggi “ pada kedua terminal yang pada gilirannya dibebankan pada konsumen. Merujuk hasil penelitian “ Universitas Indonesia ” dan beberapa literatur kepelabuhanan, bahwa idealnya satu terminal Petikemas yang diusahakan oleh suatu badan usaha, apakah itu negara atau negara berpatungan dengan pihak swasta, serendah-rendahnya memiliki lapangan dan appron seluas 25.000 meter persegi. Panjang dermaga, 1.200 meter di dukung alat bongkar muat (portainer) minimal 4 (empat) unit dengan ratiio RTG, Head Truck dan Chasis secukupnya. Selain itu, akses jalan masuk terminal tidak mengganggu terminal yang lain. Bagaimana dengan Terminal PT. MAL ujar mereka, akses masuk PT. MAL harus melalui Terminal III yang sudah sempit. Lapangannya sangat sempit, ketika ada kegiatan di MAL petikemasnya harus di Over brengen ke Lapangan 207X dan Lapangan 313 milik Terminal III. Alatnya sudah tua, umur operasionalnya lebih dari “ dua puluh lima tahun “. Melihat ke tiga para meter itu, terminal PT. MAL sudah tidak “ laik “ dioperasikan oleh suatu badan usaha, apalagi badan usaha tersebut milik “ asing “ yang nota bene hanya mencari profit sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kepentingan nasional yang lebih besar, ujar mereka. Untuk kepentingan negara dan bangsa ujar mereka, sebaiknya terminal PT. MAL diambil alih PT. Pelabuhan Indonesia II (persero) dan diserahkan pengelolaannya pada Terminal III agar kepengusahaannya terencana tidak samrawut dan macet. Kemacetan, stagnan dan Over Brengen tentu penyebab “ ekonomi biaya tinggi “ di pelabuhan. Jadi pola pikir yang dibangun pihak asing selama ini, harus ditinggalkan. Pihak asing sengajakan menciptakan isyu dan opini di dalam negri. Entah melalui anteknya, atau via media massa, kalau pihak asing tidak ikut campur tangan menukangi perusahaan negara (BUMN), pasti tidak akan mendapat pangsa pasar alias tidak efektif dan efisien. Itu namanya pembodohan, kata mereka, dimanapun didunia pengusahaan pelabuhan itu sama saja, kalau pertumbuhan ekonomi negara itu plus, kegiatan pelabuhannya pasti ramai. Indonesia sudah merdeka lebih dari enam puluh tahun jangan disamakan dengan negara-negara afrika yang baru merdeka, karena bangsa Indonesia masuk katagori cerdas juga punya sumber daya alam berlimpah yang tidak dimiliki bangsa lain, kata mereka bersemangat. Lanjut. ....... Ep. 2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar