Senin, 14 Februari 2011

PAJAK BEA DAN CUKAI

Sejak jaman Kerajaan Mesir Kuno, Babylonia, Media Parsi, Imperium Romawi, Inggris Raya sampai sekarang masalah Pajak, Bea dan Cukai masih menjadi bahan analisis dan diperdebatkan karena pada jaman kuno Negara penakluk mendapat harta kekayaan dari hasil barang jarahan dari Negara taklukan dan kemudia memberlakukan pajak, bea dan cukai pada semua aktifitas kegiatan ekonomi pada Negara taklukan. Itulah sebabnya Maharaja Ahashweros dari Media Parsi meluaskan wilayahnya sampai ke India, Mesir, Etopia, Timur Tengah, Babylonia sampai ke jajirah Balkan menjadi propinsi dari Kerajaannya. Perluasan wilayah menjadi 127 propinsi dilakukan bukan semata untuk gagah-gagahan tapi yang utama untuk mendapat kekayaan dari hasil jarahan, dan hak memungut pajak, bea dan cukai atas propinsi atau Negara taklukan itu. Pajak, bea dan cukai barang yang dipungut oleh Negara, semua harus mengalir ke pusat Kerajaan sementara untuk pembangunan daerah termasuk fasilitas umum diupayakan oleh Gubernur Jenderal dan bantuan pusat. Karena control dan penegakan hukum yang kuat dari pemerintah pusat, para Gubernur, pejabat Daerah maupun pusat tidak berani memanipulasi hasil pajak yang didapat dari rakyat. Pada jaman pemerintahan Ahashweros hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, pelanggaran berat, batok kepala dapat melayang karena dipancung, pelanggaran ringan sampai sedang masuk penjara atau kerja paksa. Masa pemerintahannya rakyat jajahan tidak mau berontak karena kehidupan yang tentram cukup pangan dan sandang, pendapatan Negara dari pajak, bea dan cukai sebahagian besar dikembalikan kepada rakyat.

Pada masa pemerintahan Republik Romawi, pajak, bea dan cukai dari semua barang dagangan menjadi prioritas utama untuk membiayai Negara yang wilayahnya sampai ke Afrika, Jendral Julius Cesar diperintahkan Senat (DPR) untuk berperang ke Utara menaklukan Kerajaan Galia (Anglo Saxon) untuk mendapatkan barang jarahan dan pajak atas Negara dan rakyat yang ditaklukan. Delapan tahun lebih Julius Cesar berperang untuk menaklukkan Galia sementara Senat dan pejabat istana hidup bersenang-senang pesta pora di Roma, pola kehidupan para pejabat dan senat itu membuat berang sang Jenderal karena ia merasa prihatin melihat kelakuan segelintir manusia bejat itu sementara prajurit setianya mencucurkan peluh dan darah di medan perang untuk mendapatkan kekuasaan dan hak atas ekonomi negara bawahannya.

Jaman keemasn Media Parsi, Imperium Romawi akhirnya berakhir dengan tragis semua disebabkan korupsi, kekayaan Negara yang tadinya berlimpah akhirnya terkuras habis, oleh tingkah laku para pejabat korup, pertikaian/peperangan dan bencana alam. Siklus kehidupan memang terus berputar demikian pula kejayaan dan kekayaan tidak ada yang abadi yang abadi hanya kebenaran dan kehidupan. Pada jaman modern ini negara-negara maju dan negara terbelakang tidak lagi saling menyerang karena adanya suatu perserikatan bangsa-bangsa dan tiap negara-negara besar memiliki senjata pemusnah massal yang sangat mengerikan. Untuk kelangsungan hidup negaranya setiap pemimpin punya strategi untuk menjalankan roda pemerintahan dan perekonomian yang dikelola oleh pemerintah dan rakyat, untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan pemerataan pekerjaan dan pendapatan rakyat, tentu Negara menjamin keamanan bagi seluruh rakyatnya, tersedia pula fasilitas seperti bendungan yang cukup untuk mengairi sawah rakyat, tersedianya lahan pembangunan industri pabrikasi dan industry pertanian, listrik yang cukup terjangkau, fasilitas jalan raya, fasilitas distribusi (pergudangan), sarana angkutan jalan raya, udara, laut, pelabuhan yang efisien dan energy (bahan bakar) yang cukup dan murah serta peraturan/undang-undang yang tegas dan keras tapi berpihak pada kepentingan rakyat. Kemudian memungut pajak atas setiap kegiatan institusi swasta, Negara dan rakyat individu yang pantas dan patut dikenakan pajak dengan pengenaan bea masuk pada setiap barang impor guna melindungi produk atau bahan baku yang dibuat dalam negeri selanjutnya mengenakai cukai kepada komoditi yang diproduksi dalam negeri seperti alcohol, tembakau hasil tambang yang dapat mengganggu kesehatan dan sebagainya.

Pelanggaran atas penyelewengan pajak, bea dan cukai dikenakan hukuman badan setimpal dan denda material yang patut. Memang pada awalnya pelaksanaan strategi jangka menengah panjang Negara ini memang mendapat tantangan dari kalangan bermental korup, tapi bila pemimpin suatu Negara yang kuat, beani dan tegas tantangan tersebut bukan menjadi soal karena kebenaran dan rakyat ada dibelakannya ia akan bertindak keras kepada kejahatan memberi penghargaan kepada pejabat dan rakyat yang berjasa pada Negara.

Pendapatan Pajak, Bea dan Cukai suatu Negara merupakan pendapatan inti dari negara-negara yang minus sumber daya alamnya, contohnya Jepang, pada tengahan pemerintahan Shogun Tukugawa ia sadar bahwa jepang tidak akan dapat menyamai negara-negara Barat bila para pendekarnya hanya bersikukuh mengandalkan samurai, para pemuda samurai harus belajar kenegeri eropah untuk menguasai teknologi dan menerapkannya di Jepang dengan disiplin (samurai) tinggi. Para Pejabat dan Samuarai Jepang punya harga diri yang kehormatan yang tinggi, tapi para petinggi negara dan samurai jepang juga manusia yang tidak lepas dari kesalahan doyan duit. Tapi bila mereka tertangkap tangan atau terbukti dalam persidangan melakukan korupsi, maka banyak dari antara mereka memilih jalan harakiri dan sebahagian lagi memilih mengasingkan diri dari dunia ramai karena rasa malu.

Dengan peenguasaan teknologi tinggi didukung dengan moral yang tinggi, jepang berhasil menciptakan beberapa produk unggulan yang laku keras di pasar domestic dan luar negeri sehingga pungutan pajak, bea dan cukai dari semua produk dapat mencukupi semua kebutuhan Negara Jepang.

Tidak demikian pada pejabat dan rakyat negara yang terjajah lama, bila punya kesempatan menjadi pejabat Negara atau menjadi pengusaha yang sukses kerena berkolusi dengan pusat pemerintahan, biasaya memandang bangsanya seperti rakyat jajahan sementara bangsa pendatang yang tadinya pakai celana kolor dianggap sekutu karena dapat memberi kemanfaatan. Kekayaan alam yang berlimpah seperti; kayu, damar, rotan dan hasil tambang yang berlimpah mestinya digunakan untuk kemakmuran rakyat seluas-luasnya tapi hanya dikuasai dan dieksploitasi oleh segelintir orang, rakyat dibiarkan sebagai penonton yang bodoh.

Bila pada jaman kekaisaran kuno pejabat dan petugas pajak menaikan pungutan pajak dari rakyat jajahan agar mereka mendapat kelebihan dari hasil pungutan pajak yang mereka lakukan, tapi pada jaman kemajuan (modern) ini teknik untuk mendapat kelebihan (kekayaan) jadi berubah. Kalau tadinya dinaikan setinggi tingginya agar ada tawar menawar (bargaining) antara pemungut pajak dan objek pajak, kini kebalikannya agar pemungut pajak dapat kelebihan.

Jadi kejahatan pajak ini sudah setua jaman yaitu sejak yang namanya ada pemerintahan ada wilayah dan ada kaula yang diperintah dan dilindungi, terima kasih



RONGGO BILOWO.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar