Kamis, 10 Februari 2011

PRIFATISASI UTP. TANJUNG PRIOK RUGIKAN NEGARA TRILIUNAN RUPIAH

Penjualan (prifatisasi) TPK. Tanjung Priok menjadi PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada GROSBEAK Pte. graoup Hutchison Port Holdings sebesar 215 Juta Dolar Amerika Serikat dengan kontrak masa kerja selama 20 tahun sangat merugikan Negara Indonesia. Pasalnya modal Grosbeak sebesar 215 juta Dolar Amrerika Serikat itu menurut hitungan kami telah kembali dalam waktu 9 tahun atau Maret 2008 dengan margin keuntungan bersih sepuluh persen pertahun. Dengan demikian keuntungan Hutchison Port Holdings sampai tahun 2019 sangat pantastis kalau kita asumsikan keuntungan bersih rata-rata pertahun sebesar 700 miliar rupiah sesuai dengan pertumbuhan riil Petikemas dari tahun ke tahun, maka keuntungan bersih sampai tahun 2019 adalah sebesar 7,7 triliun rupiah.

Kebodohan menjual Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berlambang bintang kami kira cukup dilangsanakan Pemerintah masa lalu untuk yang akan datang BUMN yang sehat dan sangat strategis jangan dijual kepada pihak Asing karena data yang disajikan oleh Pihak Asing belum tentu benar karena tujuan pihak asing berinvestasi ke Indonesia pastilah mancari keuntungan yang sebesar-besarnya itu terbukti dengan kasus “economian war” yang sudah ada sejak jaman Colonial Belanda (VOC).

Kita memaklumi pasti ada beberapa gelintir masyarakat yang keinginannya hanya menjual asset Negara untuk mendapatkan kemanfaatan dari hasil penjualan asset tersebut dan ada pula yang menginginkan agar asset tersebut diusahakan oleh Pihak Asing karena kelompok atau individu yang turut berkecimpung dalam melegalkan usaha pihak asing itu telah menikmati kehidupan berkecukupan tanpa mau menoleh kehidupan rakyat serba kekurangan.

Inilah penyakit yang diderita sebahagian bangsa saat ini yaitu, rakus, egois, konsumtip dan menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan kekayaan ekonomi sebesar-besarnya dengan cara melawan hati urani dan kebenaran. Padahal sejak Jaman Babylonia, Media Parsi, Imperium Romawi sampai Jaman Kolonial keserakahan segelintir orang yang berkuasa lebih menyengsarakan masyarakat banyak sehingga timbulah teori yang menyatakan bahwa pada Negara-Negara berkembang; “kekayaan suatu Negara Sembilan puluh persennya dikuasai oleh dua puluh persen masyarakat yang ada di Negara itu”. Berarti delapan puluh persen dari jumlah masyarakat/rakyat Negara itu memperebutkan

Sepuluh persen dari jumlah kekayaan (GNP) dari seluruh sember ekonomi (kekayaan) Negara itu.

Ilustrasi sebagaimana dikemukakan diatas terjadi pada Negara-Negara sedang berkembang tapi di Indonesia belum terjadi karena negara ini kaya dengan sumber daya alam dan tanahnya juga subur seperti syair yang dilantunkan Koes Plus tahun tujuh puluhan.

Kami sebagai pengamat ekonomi mikro, ekonomi pembangunan, transportasi dan kepelabuhanan merasa prihatin atas pengerdilan TPK. KOJA versus pengembangan PT. JICT yang kontrak kerja samanya sebentar lagi akan berakhir. Yang menjadi pertanyaan kita sebagai rakyat Indonesia; “ apa maksud dibalik semua ini “ apakah ada maksud orang tertentu untuk menyerahkan JICT kembali ketangan Kapitalis Hutchison Port Hlding setelah tahun 2019 ? ini yang perlu terus kita waspadai, kita sebagai rakyat Indonesia harus cerdas dan waspada untuk menjaga asset-asset Negara yang sangat berharga. Kita tidak anti akan investor asing, tapi kalau mau berinvestasi tidak mengambil atau membeli asset Negara yang strategis dan bernilai bintang, kalau membangun pabrik prosesing dan menggunakan tenaga kerja dalam negeri kita tentu mengatakan monggo sebagaimana yang dilakukan oleh negara China daratan saat ini.

Dimasa mendatang pemerintah harus kuat konsisten untuk mendapatkan pengasilan Negara dari sumber Pajak, Bea, Cukai dan pengasilan non pajak yang bersumber dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan BUMD agar Negara tiap tahun bisa surplus tidak minjam melulu. Kalau PT. JICT yang disorot pada kesempatan ini itu hanya merupakan satu contoh kasus dari bepuluh-puluh kasus yang terjadi dinegara yang kita cintai ini. Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar