PT. MULTI TERMINAL INDONESIA (PT. MTI)
PENYEBAB EKONOMI BIAYA TINGGI DI TANJUNG PRIOK
Divisi Usaha Terminal (DUT) awalnya didirikan Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok untuk menjadi stabilitator kegiatan bongkar/muar barang di pelabuhan Tanjung Priok dan juga merupakan Unit Usaha. Seiring dengan perjalanan waktu perubahan status Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok menjadi Perusahaan Umum (Perum Pelabuhan Indonesia II) tidak serta merta mengubah status Divisi Usaha Terminal Cabang Pelabuhan Tanjung Priok menjadi mandiri seperti saat ini.
Setelah perubahan status pengusahaan pelabuhan dari Perum Pelabuhan Indonesia II menjadi perusahaan persero, maka banyak individu dikantor pusat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) menggagas agar Divisi Usaha Terminal Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dinaikan statusnya menjadi Perusahaan Persero sebagai anak perusahaan Pelindo II dan secara hirarkis tentu langsung bertanggung jawak ke Kantor Pusat Pelindo II pada bidang operasional, keuangan dan perencanaan SDM.
Berkat kegigihan beberapa individu di kantor pusat Pelindo II, Direksi, Komisaris Pelindo II dan Menteri BUMN merasa yakin akan argumentasi dan proposal dari individu yang berkepentingan atas Organisasi baru tersebut.
Dengan bergulirnya Surat Persetujuan Menteri BUMN maka PT. Multi Terminal Indonesia lahir tahun 2002 yang dinakhodai Robert Sianipar dan kawan-kawan. Pada awalnya MTI berusaha pada core bisnis kegiatan bongkar muat di dermaga seperti di dermaga 009X Terminal Regional Harbour, dermaga 115X kade Kantor Syahbandar yang pada akhirnya dibangun Terminal Petikemas PT. SEGORO merupakan mitra kerja PT. MTI, dermaga 207X Kolam Pelabuhan II, dermaga 113X (Salman Cement), dermaga No. 004, dermaga No. 005 dan dermaga 007X Utara. Selain beberapa kede tempat kegiatan melakukan kegiatannya, PT. MTI juga didukung dengan beberapa fasilitas Lapangan penumpukan cargo/barang yang luas seperti Lapangan 207X, Lapangan 113 (salman cement), Lapangan 215X serta didukung fasilitas pergudangan, Lapangan Arung Samudra, Lapangan Ex. Tri Sari Api, Lapangan 006X Barat dan Lapangan 005X Barat.
Besarnya nilai asset yang dimiliki PT. MTI anak perusahaan PT. PELINDO II menjadikannya sangat eksis bersaing bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Bongkar Muat lainnya di pelabuhan Tanjung Priok.
Sampai dengan tahun 2005 PT. MTI mengalami kejayaannya walau PT. SEGORO yang mengoperasionalkan Terminal Petikemas SEGORO di Kade 115 mitra kerja PT. MTI tidak pernah mampu membayar kewajibannya kepada PELINDO II sehingga pada tahun 2007 posisi PT. SEGORO digantikan oleh PT. Mustika Alam Lestari (MAL) yang bersedia membayar kewajiban PT. SEGORO kepada PT. PELINDO II via MTI.
Ketika PT. Multi Terminal Indonesia (MTI) dinakhodai Sudjarwo tahun 2009, perusahaan mengalami kemunduran drastis, bila tadinya Terminal Regional Harbour menerima kunjungan kapal tiga unit perminggu menjadi turun menjadi satu unit perminggu sehingga YOR Lapangan menurun drastis dari rata-rata 75% menjadi 50%. Lapangan 215X dan Lapangan Arung Samudra (Arsa) yang tadinya menerima limpahan Petikemas Impor dari Terminal Petikemas Regional Harbour dan Terminal PT. MAL, menjadi sepi seperti landasan pacu pesawat capung.
Untuk meningkatkan bisnis MTI, management mengambil keputusan untuk menyewakan atau menkerjasamakan fasilitas lapangan yang dikuasainya kepada para pengusaha swasta termasuk Lapangan Inggom seluas 10,8 Hektar di Jl. Industri pelabuhan Tanjung Priok. Khususnya Lapangan penumpukan Petikemas Impor No. 215X, management MTI melakukan kerja sama dengan PT. Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK. KOJA dalam hal menerima limpahan Petikemas Pindah Lokasi dari kedua terminal tersebut.
Informasi kerjasama penanganan Petikemas yang ditebar oleh MTI tentu mendapat sambutan yang hangat dari dari para pengusaha mantan rekanan PELINDO II. Persyaratan yang diberlakukan management MTI sebenarnya berat sebelah, tetapi diterima para rekanan karena tidak ada pilihan lain. Puluhan rekanan harus mendepositokan uangnya sebesar 50 puluh juta rupiah pada kasir MTI dengan harapan akan mendapat pekerjaan penarikan Petikemas dari JICT atau TPK. KOJA.
Malangnya sebagian besar para rekanan yang berharap mendapat pekerjaan yang adil dari HARIJANTO Manager Logistic PT. MTI, mendapat perlakuan sebaliknya hanya empat atau lima perusahaan yang mendominasi semua pekerjaan penarikan Petikemas Pindah Lokasi dari JICT dan TPK. KOJA. Puluhan perusahaan Mitra yang menerima persyaratan yang sama dengan perusahaan Mitra Istimewa tersebut, tinggal menjadi penonton melihat perlakuan yang tidak adil itu. Ada beberapa perusahaan diberi pekerjaan hanya satu kali selama enam bulan padahal perusahaan tersebut mendepositokan uangnya pada MTI dengan jumlah yang sama.
Setelah Sudjarwo lengser digantikan oleh Arief kodisi perusahaan belum berubah, yang menjadi andalan MTI tetap bertumpu pada PT. MAL sebagi pemberi kontribusi terbesar pada perusahaan sementara Lapangan 215X yang dikendalikan HARIJANTO dan Achmad Kosim belum berubah malah semakin menjadi-jadi. Perusahaan yang di anak emaskan oleh Manager Logistic Lapangan 215X tersebut menaikan tarif pelayanan Petikemas setinggi-tingginya untuk mendapakan keuntungan besar dari pelayanan Petikemas Pindah Lokasi dari JICT.
Penerapan tarif yang tidak terkendaki itu menurut informasi yang kami dapat direstui oleh HARIJANTO selaku pimpinan dilapangan, akibatnya para Importir melakukan complain ke management PT. JICT dan pada Kepala Seksi Administrasi Manifest Bea dan Cukai. Untuk mengantisipasi keresahan para Importir karena terjadi “ekonomi biaya tinggi” di Lapangan 215X maka untuk sementara waktu yang tidak terbatas pelayanan Petikemas Impor Pindah Lokasi dari JICT dan TPK. KOJA dihentikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar