Kamis, 10 Februari 2011



PT.  MULTI TERMINAL INDONESIA (PT. MTI)
PENYEBAB EKONOMI BIAYA TINGGI DI TANJUNG PRIOK



Divisi Usaha Terminal (DUT) awalnya didirikan Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok untuk menjadi stabilitator kegiatan bongkar/muar barang di pelabuhan Tanjung Priok dan juga merupakan Unit Usaha.  Seiring dengan perjalanan waktu perubahan status Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Tanjung Priok menjadi  Perusahaan Umum (Perum Pelabuhan Indonesia II) tidak serta merta mengubah status Divisi Usaha Terminal Cabang Pelabuhan Tanjung Priok menjadi mandiri seperti saat ini.

Setelah perubahan status pengusahaan pelabuhan dari Perum Pelabuhan Indonesia II menjadi  perusahaan persero,  maka  banyak individu dikantor pusat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) menggagas agar Divisi Usaha Terminal  Cabang Pelabuhan Tanjung Priok  dinaikan statusnya menjadi Perusahaan Persero sebagai anak perusahaan Pelindo II dan secara hirarkis tentu langsung bertanggung jawak ke Kantor Pusat Pelindo II pada bidang operasional, keuangan  dan perencanaan SDM.

Berkat kegigihan  beberapa individu di kantor pusat Pelindo II,  Direksi, Komisaris  Pelindo II dan Menteri BUMN  merasa yakin akan argumentasi  dan proposal dari individu yang berkepentingan  atas Organisasi baru tersebut.

Dengan bergulirnya Surat Persetujuan Menteri BUMN maka PT. Multi Terminal Indonesia  lahir tahun 2002 yang dinakhodai Robert Sianipar dan kawan-kawan. Pada awalnya MTI berusaha pada core bisnis  kegiatan bongkar muat di dermaga seperti di dermaga 009X Terminal Regional Harbour,  dermaga 115X kade Kantor Syahbandar  yang pada akhirnya dibangun Terminal Petikemas PT. SEGORO  merupakan mitra kerja PT. MTI, dermaga  207X Kolam Pelabuhan II, dermaga 113X (Salman Cement), dermaga No. 004,  dermaga No. 005 dan dermaga 007X Utara.  Selain beberapa kede tempat kegiatan  melakukan kegiatannya, PT. MTI juga didukung  dengan beberapa fasilitas  Lapangan penumpukan cargo/barang yang luas seperti Lapangan 207X, Lapangan 113 (salman cement), Lapangan 215X serta didukung fasilitas pergudangan, Lapangan Arung Samudra, Lapangan Ex. Tri Sari Api, Lapangan 006X Barat dan Lapangan 005X Barat.
Besarnya nilai asset yang dimiliki PT. MTI anak perusahaan PT. PELINDO II  menjadikannya sangat eksis bersaing bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Bongkar Muat lainnya di pelabuhan Tanjung Priok.


Sampai  dengan tahun  2005 PT. MTI mengalami kejayaannya walau PT. SEGORO yang mengoperasionalkan Terminal Petikemas SEGORO di Kade 115 mitra kerja PT. MTI tidak pernah mampu membayar kewajibannya kepada PELINDO II sehingga pada tahun 2007 posisi PT. SEGORO digantikan oleh PT. Mustika Alam Lestari (MAL) yang bersedia membayar kewajiban PT. SEGORO kepada PT. PELINDO II via MTI.

Ketika PT. Multi Terminal Indonesia (MTI)  dinakhodai Sudjarwo tahun 2009, perusahaan mengalami kemunduran drastis, bila tadinya Terminal Regional Harbour menerima kunjungan kapal  tiga unit perminggu menjadi turun menjadi satu unit perminggu sehingga YOR Lapangan menurun drastis dari rata-rata 75% menjadi  50%.  Lapangan 215X dan Lapangan Arung Samudra (Arsa) yang tadinya  menerima limpahan Petikemas Impor dari  Terminal Petikemas Regional Harbour dan  Terminal PT. MAL,  menjadi sepi seperti landasan pacu pesawat  capung.

Untuk meningkatkan bisnis MTI, management mengambil keputusan untuk menyewakan atau menkerjasamakan fasilitas lapangan yang dikuasainya kepada para pengusaha swasta termasuk Lapangan Inggom seluas  10,8 Hektar di Jl. Industri pelabuhan Tanjung Priok.  Khususnya Lapangan penumpukan Petikemas Impor No. 215X,  management MTI melakukan kerja sama dengan PT. Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK. KOJA dalam hal menerima limpahan Petikemas Pindah Lokasi dari kedua terminal tersebut.

Informasi kerjasama penanganan Petikemas yang ditebar oleh MTI tentu mendapat  sambutan yang hangat dari  dari para pengusaha mantan rekanan PELINDO II.  Persyaratan yang diberlakukan management MTI sebenarnya berat sebelah, tetapi diterima  para rekanan  karena tidak ada pilihan lain. Puluhan rekanan harus  mendepositokan uangnya  sebesar 50 puluh juta rupiah pada kasir MTI  dengan harapan akan mendapat pekerjaan penarikan Petikemas dari JICT atau TPK. KOJA.

Malangnya  sebagian besar para rekanan yang berharap mendapat pekerjaan  yang adil dari HARIJANTO  Manager Logistic PT. MTI, mendapat perlakuan sebaliknya hanya empat atau lima perusahaan yang mendominasi semua pekerjaan penarikan Petikemas Pindah Lokasi dari JICT dan TPK. KOJA. Puluhan perusahaan Mitra yang  menerima persyaratan yang sama dengan perusahaan Mitra  Istimewa tersebut,  tinggal menjadi penonton melihat perlakuan yang tidak adil itu. Ada beberapa perusahaan diberi pekerjaan hanya satu kali selama enam bulan padahal  perusahaan tersebut mendepositokan uangnya pada MTI dengan jumlah yang sama.  


Setelah Sudjarwo lengser digantikan oleh Arief kodisi perusahaan belum berubah, yang menjadi andalan MTI tetap bertumpu pada PT. MAL sebagi pemberi kontribusi terbesar  pada perusahaan  sementara Lapangan 215X  yang dikendalikan HARIJANTO dan Achmad Kosim belum berubah malah semakin menjadi-jadi.  Perusahaan  yang di anak emaskan oleh Manager Logistic Lapangan 215X  tersebut  menaikan tarif pelayanan Petikemas  setinggi-tingginya untuk mendapakan keuntungan besar dari pelayanan Petikemas Pindah Lokasi dari JICT.
    
Penerapan tarif  yang tidak terkendaki itu menurut informasi yang kami dapat direstui oleh HARIJANTO selaku pimpinan dilapangan, akibatnya  para Importir melakukan complain ke management PT. JICT dan pada Kepala Seksi Administrasi Manifest  Bea dan Cukai.  Untuk mengantisipasi keresahan para Importir karena terjadi  “ekonomi biaya tinggi”  di Lapangan  215X  maka untuk sementara  waktu yang tidak terbatas pelayanan Petikemas Impor Pindah Lokasi dari JICT dan TPK. KOJA  dihentikan.


    







Tidak ada komentar:

Posting Komentar