Senin, 14 Februari 2011

PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN
PELABUHAN UTAMA TANJUNG PRIOK


Awal tahun 2009, Pelabuhan Tanjung Priok yang di komandani Cipto Pramono mulai melaksanakan pembangunan dan pengembangan pelabuhan Tanjung Priok dengan cara melaksanakan remodeling dan konfigurasi lahan lini 2 yang tadinya digunakan untuk perkantoran Instansi BUMN dan Swasta dibongkar, lalu diatas lahan itu dibangun lapangan Penumpukan Petikemas antara lain Lapangan Penumpukan Ex. Pos IV, Lapangan Penumpukan 216X, Lapangan Ex. Kantor VTP menjadi Lapangan Penumpukan No. 217, Ex kantor PT. Gesury Lloyd menjadi Lapangan No. 218X, Ex. Kantor Cabang PT. Djakarta Lloyd menjadi Lapangan Penumpukan No. 219X dan Kantor PMK akan dipindahkan ke Lapangan sebelah Timur Gudang Logistic dan Lahan Ex. Kantor pemasaran PT. Djakarta Lloyd akan dibangun pula Lapangan Penumpukan Petikemas baru, Gedung Arsip Cabang Pelabuhan, Kantor KP3, Kantor . DHU, LSP dan PT. DAHAN tingal menunggu gilirannya.

Pengembangan Lahan Lini 2 Pelabuhan Tanjung Priok patut mendapat acungan jempol dari semua pihak, pasalnya keterbatasan Lapangan penumpukan Petikemas di pelabuhan Tanjung Priok cepat disikapi oleh management Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dengan cara menggusur semua perkantoran milik pemerintah dan milik swasta keluar pelabuhan.

Pembangunan Lapangan Lini 2 berstandar Lapangan Penumpukan Petikemas Impor sulit diterapkan karena Lapangan Petikemas Interinsuler juga sangat terbatas sementara untuk mendapatkan ijin TPS dari pihak Bea dan Cukai sangat sulit karena alasan kekurangan pegawai Bea dan Cukailah dan sebagainya yang tentu dipahami oleh para pihak di pelabuhan Tanjung Priok.

Akibat sulitnya mendapat ijin TPS dari kantor Bea dan Cukai maka Lapangan Penumpukan Petikemas Lini II itu ditimbuni Petikemas Interinsuler Kosong dan atau Petikemas Isi yang nilai jual pelayanannya tentu tidak sebesar nilai jual pelayanan Petikemas Impor. Sementara traffic Petiemas Import semakin hari semakin meningkat ekstrim itu ditandai dengan peningkatan YOR Lapangan CY/TPS PT. Jakarta Internationa Container Terminal (JICT) sampai pada level YOR 120% dan TPK. KOJA dapat mencapai level 110% itu terjadi pada akhir tahun 2010 sampai kini.

Sesungguhnya bila kondisi itu disikapi oleh Pemerintah (Otoritas Pelabuhan), Bea & Cukai, PT. PELINDO II dengan seksama maka kepadatan Petikemas di CY JICT dan TPK. KOJA tidak perlu mencapai 120% karena kepadatan yang berlebihan itu sangat merugikan semua pihak. Pihak JICT dan KOJA misalnya, dengan kepadatan yang tidak semestinya itu menyebabkan banyak terjadi shifting dan waktu delivery lambat, pergerakan (moving) alat cendrung banyak dan mengundang stress para Operator Alat Berat dan yang memungkinkan tingginya biaya maintenece peralatan. Pihak Importir juga dirugikan, untuk mengeluarkan barangnya dari CY ke luar terminal perlu mengeluarkan uang tip yang cukup lumayan, apabila barangnya terkena Petikemas Jalur Merah, Importir harus merogoh koceknya untuk memberi uang tip kepada supir Truck Terminal dan Operator Tanggo (RTG) sebesar seratus ribu rupiah per Boxes guna memindah lokasikan Petikemas dari CY JICT ke Lapangan No. 221X PT. GRAHA.

Pihak Bea dan Cukai harus cepat tanggap atas keterbatasan Lapangan (CY) yang ada pada JICT dan TP. KOJA, harus segera mencabut Surat Peraturan Derektur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-26/BC/2007 Tanggal 30 Agustus 2007 yang dikeluarkan dan ditantadatangi oleh ANWAR SUPRIADI mantan Dirjen Bea dan Cukai yang berasal dari perkereta-apian itu. Dari Jaman Belanda sampai tahun 2006, masalah kepelabuhanan belum pernah diatur oleh Departemen Keuangan (Bea & Cukai) yang mengatur masalah teknis kepelabuhanan dan transportasi adalah Departemen Perhubungan (Jirjen Perhubungan Laut). Dari awal berdirinya TPK. Tanjung Priok (JICT) tahun 1982, YOR aman Terminal sudah ditetapkan oleh Dirjen Perhubungan Laut sebesar 65% agar kegiatan dalam terminal relatif aman dan lancar, bila YOR CY telah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan, maka Petikemas akan dipindah lokasikan ke Lapangan TPS yang di tunjuk oleh TPK. Tanjung Priok (JICT). Maksud dari aturan yang diberlakukan tersebut tidak lain agar para importir secepatnya mengeluarkan barangnya dari CY Terminal dan latar belakang ini yang tidak diketahui oleh Anwar Supriadi selaku Dirjen Bea dan Cukai waktu itu karena beliau bukan berasal dari Bea dan Cukai karir melainkan dari perkeretapian.

Untuk kelancaran Petikemas dan Barang di Pelabuhan Tanjung Priok mestinya pihak Otoritas Pelabuhan (Adpel) tidak berpangku tangan, harus aktif bekerja sama dengan Operator Tunggal Pelabuhan (PELINDO II) membuat pemetaan pelayanan Kapal dan Barang. Perubahan system angkutan barang domestic kalau tadinya menggunakan angkutan konvensional berubah kesistim angkutan Petikemas harus disikapi dengan serius tidak hanya sekadar menjaga Gate (Pos) dan ikut rajia Pas Pelabuhan tapi harus lebih dari itu. Otoritas Pelabuhan khususnya di Tanjung Priok harus membuat rencana, misalnya; kolam pelabuhan mana yang patut disandari oleh kapal Ocean Going, kapal Samudra Dekat, Nusantara dan Antar Pulau dan Lapangan yang mana yang ditimbuni Petikemas Nusantara, Petikemas Antar Pulau, Petikemas Kosong dan Petikemas Impor. Karena lahan yang di kelola PELINDO II adalah lahan milik pemerintah, artinya pemerintah bertanggung jawab untuk merencanakan pemetaan pengembangan dan pembangunan lahan pelabuhan untuk digunakan secara saksama melayani kegiatan yang berhubungan dengan bongkar/muat barang. Jadi tidak seperti sekarang acak-acakan, car terminal sudah dibangun di Dok Koja Bahari IV tapi di Lapangan Lini II Pelabuhan Tanjung Priok masih terdapat banyak mobil-mobil yang siap dikirim ke tempat lain. Petikemas kosong mestinya tidak ada dalam pelabuhan tapi kenyataannya di timbun dalam Lapangan pelabuhan seperti pada Lapangan Adipurusa, Lapangan 216X, Lapangan 218X , Lapangan Glorius depan Kantor MTI dan lainnya.

Sebagai Operator Tunggal yang dipercayakan Pemerintah mengelola/mengusahan pelabuhan sejak tahun delapan puluhan, mestinya PT. PELINDO II tidak cepat puas dengan apa yang didapat saat ini karena yang didapat sekarang ini adalah hasil cucuran keringat karyawan cabang pelabuhan, karyawan lepas JICT dan TPK. KOJA sementara pihak PELINDO II mulai dari Kantor Pusat sampai Kantor Cabang kerjanya lebih banyak main computer tapi gajinya relative besar dibanding dengan karyawan swasta dan Karyawan Otoritas Pelabuhan. Bila Top Management Kantor Pusat PELINDO II sampai General Manager punya naluri bisnis dan keberanian berusaha, mengapa Lahan KOJA UTARA sebelah selatan Lapangan PT. Graha Segara dan Lahan sebelah Selatan Lahan Mbah Priok tidak diusahakan menjadi Lapangan Penumpukan dan Gudang CFS. Padahal karyawan PELINDO II sudah dididik di Luar Negeri dan Dalam Negeri, jadi menurut hemat kami kalau hanya mengusahakan Lapangan dan Gudang CFS tidak perlu jauh-jauh, Cabang Tanjung Priok dan Kantor Pusat PELINDO II dipenuhi tenaga akhli kepelabuhanan bukan hanya sekadar membangun sana sini manghabis dana. Karyawan Pelabuhan yang berlatar belakang pendidikan Kepelabuhanan dan Transportasi kami dipastikan dapat mengoperasionalkan Lapangan Penumpukan Petikemas Impor dan Gudang CFS yang akan mendatangkan uang berlimpah-limpah tinggal niat baik, kemauan dan kesempatan yang diberikan Top Management PELINDO II.

Dari hasil analisis kami bila Lahan KOJA UTARA mulai dari sebelah selatan Terminal sampai ke Kantor TPK. KOJA dan Lahan sebelah Selatan Mbah Priok sampai ke Jl. Raya Cilincing dibangun dan diusahakan oleh PT. PELINDO II sekaligus dengan unit CFS, maka dalam kurun waktu tiga tahun modal pembangunan dapat dikembalikan dengan margin kontribusi sebesar tega ratus miliar rupiah dan pada tahun ke empat setelah proyek pulang pokok maka prfit net dapat dicapai pada kisaran delapan ratus miliar rupiah. Disinilah kemampuan Top Management diuji, beranikah membuat terobosan baru mencipta mesin uang? tidak hanya sekadar bangun sana bangun sini ciptakan sesuatu tapi tidak laku dijual sebagaimana ketika kita buat pesawat terbang Tutuko yang ditukar dengan beras ketan. Sekarang yang ada didepan mata itu yang digunakan karena pertumbuhan arus Petikemas Impor dan Ekspor pasti akan terus bertumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk Indonesia, masalah pembangunan “dream port” serahkan pada Pemerintah dengan dukungan proposal yang lengkap dan argument masuk akal.

Bila peluang didepan mata ini tidak dimanfaatkan yang menjadi pertanyaan dibenak kami sebagai rakyat Indonesia tentu banyak antara lain: pertama, apakah PELINDO II tidak punya dana untuk membangun Lahan KOJA UTARA menjadi Lapangan Penumpukan Petikemas dan Gudang CFS, yang kedua, apakah tidak ada usulan dari bawahan Direktur Utama (Top Management) untuk mendayagunakan dan mengusahakan Lahan KOJA UTARA karena PT. PELINDO II bukan regulator (Pemerintah) melainkan adalah Pengusaha (Operator), ketiga, apakah Management Top PT. PELINDO II meragukan kemampuan dan kehandalan karyawan kantor Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dan kantor Pusat PELINDO II, yang keempat , apakah Top Management tidak melihat peluang usaha sekaligus berani menanggung resiko, dan yang terakhir, apakah kesamrawutan pelabuhan kini mencerminkan ketidak mampuan Top Management PELINDO II dalam hal mentata kelola pelabuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar